Pilihlah Pemimpin Muslim

by
Cagub Koalisi Cikeas Agus Yudhoyono dan cagub dari Gerindra-PKS Anies Baswedan. Foto: Sindonews

Wartapilihan.com – Al-Quran adalah petunjuk jalan hidup manusia untuk menuju syurga-Nya. Allah yang menciptakan makhluk, Allah pula yang memberi petunjuk jalan dan rambu-rambu dalam meniti jalan di dunia ini. Salah satunya adalah bagaimana Islam memberi petunjuk tentang siapa yang boleh dijadikan pemimpin untuk umat Islam.

Dalam hal memilih pemimpin, Al-Quran surah al-Maidah ayat 51 menyebutkan umat Islam tidak memilih pemimpin dari kalangan kafir. Dalam ayat ini Allah menyebutkan dengan istilah awliya’ atau wali, pemimpin, atau mereka yang diberi tanggung jawab dalam urusan penting, seperti bendahara/sekretaris, sebagaimana yang pernah terjadi di jaman Khalifah Umar Ibnu Khaththab. Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir mendokumentasikan peristiwa di jaman Khalifah Umar tersebut.

Sebagai Khalifah, Umar Ibnu Khaththab pernah memerintahkan Abu Musa Al Asy’ari, Gubernur Syam, untuk urusan pencatatan pengeluaran dan pemasukan keuangan pemerintahan hendaknya dilakukan oleh satu orang. Waktu itu, Abu Musa memiliki seorang juru tulis yang beragama Nasrani. Abu Musa lalu mengangkatnya untuk melakukan tugas tersebut.

Ternyata, hasilnya cukup membuat kagum Khalifah Umar Ibnu Khaththab. Lalu, kepada Abu Musa, Khalifah Umar berkata, “Hasil pekerjaan orang ini bagus.” Lalu Umar bertanya, “Bisakah orang ini didatangkan dari Syam untuk membacakan laporan-laporan di depan kami di dalam masjid?”

“Ia tidak bisa masuk masjid,” Jawab Abu Musa.

“Mengapa? Apa karena ia junub?” tanya Khalifah Umar.

“Ia tidak bisa, karena ia seorang Nasrani,” tutur Abu Musa.

Atas jawaban itu, Khalifah Umar Ibnu Khaththab menjadi murka, menegurnya dengan keras seraya memukul paha Abu Musa, dan berkata singkat, “Pecat dia.”

Lalu, Khalifah Umar membaca surah al-Maidah ayat 51:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi awliya bagimu; sebagian mereka adalah awliya bagi sebagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi awliya, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim.”

Kisah tersebut dinukil oleh Ibnu Katsir dari Ibnu Abi Hatim, bersumber dari ‘Iyadh. Abu Ishaq Al-Huwaini menyatakan bahwa sanad hadits ini hasan.

Lalu apa yang difirmankan oleh Allah subhanahu wa ta’ala mengenai orang-orang yang mengaku Muslim tapi justru loyal kepada orang-orang Kafir yang menjadikan mereka sebagai pemimpin dan teman setia?

Bagi mereka yang mengaku Muslim tapi memilih orang kafir sebagai pemimpinnya, maka ia termasuk golongan kafir(QS. al-Maidah: 51), munafik(QS. An-Nisa’: 138-140), zhalim(QS. At-Taubah: 23), dan fasiq(QS. Al-Maidah: 81).

Dengan alasan apa pun, ketika seorang Muslim memilih dengan sadar pemimpin kafir, maka ia termasuk golongan kaum munafik. Dan, jika sampai ajal menjemput dia tetap menujukkan kemunafikannya, maka jenazahnya tidak boleh dishalati. Dengan demikian, kepemimpinan adalah masalah sangat penting dalam Islam.

Dijamin Konstitusi

Menjelang Pilgub (15/2), Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok membuat pernyataan yang ngawur dan tidak berdasar. Ketika memberikan pidato saat Sertijab dengan Plt Gubernur DKI Jakarta, Sumarsono, di Balai Kota, Sabtu (11/2), Ahok menyinggung Pilgub DKI:

“Bapak ibu tahu persis kenapa pilih A, kenapa pilih B, kenapa pilih C. Jadi karena kalau berdasarkan agama, itu juga saya enggak melarang, ya enggak apa-apa, saya enggak mau berdebat soal itu. Karena soal itu saya disidang. Tapi dapat saya katakan, jika begitu, Anda melawan konstitusi di NKRI jika milih orang berdasarkan agama.”

Ngomongnya tidak mau berdebat, tapi pernyataan yang tidak berdasar itu memancing orang untuk mendebatnya. Meski sudah pernah jadi Bupati, anggota DPR, dan Gubernur, ternyata Ahok gagal paham terhadap konstitusi negara kita. Coba buka UUD ’45 pasal 29 ayat 2 yang menyebutkan, “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.”

Di Pasal 28E ayat 1, juga disebutkan, “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal diwilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.”

Bagi seorang Muslim, menjalankan keyakinan dengan tidak memilih pemimpin kafir, masuk dalam pengertian “beribadat menurut agamanya.”

Jadi, jika seorang Muslim memilih pemimpin berdasarkan ajaran agamanya, dia telah melaksanakan perintah agama yang dijamin oleh konstitusi. Ia telah melaksanakan hak kontitusinya. Lalu, dimana letak melawan konstitusinya? “Mikir”, kata Cak Lontong. Walahu A’lam.

Penulis: Herry M. Joesoef

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *