MUI mempunyai dua peran penting dalam menjaga dan mengawal umat.
Wartapilihan.com, Jakarta — Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), kiai Ma’ruf Amin memberikan sambutan pada Milad MUI ke-44. Dalam sambutannya di depan wakil presiden Jusuf Kalla (JK), ia berseloroh bahwa seharusnya yang disebut sebagai wapres adalah Jusuf Kalla.
“Saya hanya pengganti karena Pak JK tidak bisa lagi maju. Sepanjang sejarah, belum pernah ada ketua MUI menjadi wakil presiden, kita berharap ini menjadi kebiasaan,” katanya berkelakar di Hotel Sahid, Sudirman, Jakarta Pusat, Sabtu (27/7).
Lebih lanjut, Ma’ruf menyebutkan, tugas ulama MUI terletak pada dua hal. Pertama, himayatul ummah (menjaga umat), dan kedua, shadiqul hukumah (mitra pemerintah).
“Sehingga Majelis Ulama (Indonesia) tidak boleh berjalan di luar rel, kalau berjalan di luar rel, silakan pakai kendaraan lain karena Majelis Ulama ibarat kereta api,” tuturnya.
Diantara peran MUI dalam menjaga umat yaitu mengawal umat dari aqidah-aqidah yang menyimpang, dari pemikiran yang menyimpang, menjaga umat dari makanan yang tidak halal, dan muamalah yang tidak sesuai syariah. Karena itu, MUI mengusung paradigma wasathiyah (moderat), tasamuh (toleransi) dan tidak radikal.
“Ini prinsip-prinsip yang kita kembangkan,” katanya.
Sementara, dalam rangka menjaga ekonomi umat, MUI mengusung isu pemberdayaan arus baru ekonomi Indonesia, yaitu dengan melakukan kolaborasi antara ekonomi yang kuat dengan yang lemah. MUI juga berusaha untuk menyatukan umat.
“Perbedaan itu tidak boleh menjadi sumber perpecahan apalagi permusuha. Tidak boleh ada yang bersikap ananiyah (intoleransi) dan ashabiyah (ego kelompok) sepanjang perbedaan itu berada dalam tataran furu’ (cabang),” ujar Ma’ruf.
“Tetapi kalau berada di luar itu, maka dinamakan penyimpangan dan harus dikembalikan kepada jalan yang benar,” imbuhnya.
Ma’ruf menyebut bahwa Pancasila dan NKRI sudah menjadi konsensus semua elemen bangsa. Ia lebih senang menyebutnya dengan darul mitsaq dibanding dengan istilah darul ahli wal aqdi.
“Persatuan Indonesia adalah keniscayaan karena NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia sudah final. Kalau kita sempat berseteru karena pilpres, maka kita sudah selesai dan kembali pada pangkal kesatuan,” ucapnya.
Adi Prawiranegara