Sikap berseberangan M. Natsir dengan kader tulen PKI tidak membuat hubungan kemanusiaan mereka renggang. Bahkan Tapol (tahanan politik) dibantu kehidupannya, sehingga Tapol tersebut masuk Islam dan menyebarkan dakwah.
Wartapilihan.com, Jakarta –Menindaklanjuti momentum setengah abad Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), DDII Provinsi DKI Jakarta mengadakan diskusi “Gerakan & Kebangsaan”, yang berlangsung di Menara Dakwah, Kramat Raya, Jakarta Pusat, Sabtu(5/8).
“Pak Mohammad Natsir Allahu Yarham dulu menginventarisir gerakan dakwah yang dilakukan Muhammadiyah, Persis, Al-Washliyah, PERTI dan NU, sehingga garapan dakwah Dewan Dakwah sejak dulu adalah mengirim da’i-da’i ke penjuru nusantara,” kata Founder Pusat Dokumentasi Islam Indonesia Tamaddun, Hadi Nur Ramadhan.
Lebih lanjut, kata Hadi, penitikberatan gerakan Dewan Dakwah Pak Natsir adalah binaan wa difa’an (membina dan membela). Saat ini, menurut data BPS, jumlah umat Islam di Indojumlah di angka 80,9 persen. Namun, 40,7 persen dari total 80 persen tidak dapat membaca Al-Qur’an.
“Kalau sekarang mahasiswa yang mau ke luar negeri tinggal minta rekomendasi ke Dewan Dakwah, berbeda dengan dulu. Harus di kader di Pesantren Darul Fikri, Bogor selama 6 bulan. Yang Pak Natsir ajarkan disana adalah membaca kitab gundul, ilmu-ilmu syar’i dan dapat mijit (pemijitan). Sebab, salah satu wahana kristenisasi Zending (misionaris) di daerah Pedalaman adalah dengan pengobatan,” terang Dosen Ghazwul Fikri Pesantren Ulul Albab UIKA Bogor ini.
Selain kristenisasi, bahaya di Indonesia kata Asisten Riset Prof.Dr. Sohirin di Universitas Islam Internasional Malaysia (IIUM) itu, saat ini gerakan sekulerisasi dan nativisasi menggerogoti kehidupan umat Islam dari berbagai lini.
“Pak Natsir tidak hanya membaca buku-buku ulama kita, buku-buku Sigmun Freud, Karl Marx, Lenin juga di baca tetapi tidak membuat dia kafir karena memiliki Islamic Worldview,” imbuh Dosen STAI PERSIS Jakarta tersebut.
Dalam kesempatan sama, Teten Romly Qomaruddien menjelaskan, Natsir berhasil memahamkan kepada umat Saqafatain (dua pemahaman) antara peradaban Barat dan peradaban Timur. Sehingga tidak ada dikotomi antara urusan agama dengan dunia.
“Washatiyah (pertengahan) bukan berarti dia terseok-seok kesana-kesini, tetapi dia Tawazun (seimbang) dengan tetap berpegang kepada Al-Quran dan As-Sunnah,” kata Mudir Madrasul Ghazwul Fikri Mafatiha tersebut.
Menurutnya, garis awal meletakkan Islam adalah dengan maqashid (niat) dan muttaba (mengikuti) Rasulullah SAW. Manhaj Islam adalah manhaj integral dan komprehensif sesuai dengan Surah Al Maidah ayat 6.
“Ajaran agama yang dipelajari harus jelas darimana sumbernya, itulah yang disebut manhaj talaqqi. Persoalan sekarang perbedaan manhaj bukan untuk di aku-aku tetapi untuk di dalami, di hayati dan di pelajari,” tandasnya.
Ahmad Zuhdi