Kisah Pengungsi Suriah di Ghana

by
Abdul Ghani Bandenjki, kiri, mengajarkan bahasa Arab dan Al-Quran, di sebuah sekolah di Tema, Ghana. (AP Photo / Jordi Perdigo)

Wartapilihan.com, Ghana – Banyak warga Suriah yang melarikan diri dari perang yang menghancurkan di negara mereka, beberapa orang menemukan perlindungan di sub-Sahara Afrika, termasuk Ghana.

Salah satu imam dari Aleppo, Abdul Ghani Bandenjki, pertama kali mengunjungi Ghana pada tahun 2006 setelah diundang  selama bulan suci Ramadhan. Ketika pertempuran pecah di Suriah lima tahun kemudian, Bandenjki memutuskan untuk kembali ke negara Afrika Barat ini yang berjarak 3.000 mil (4.825 kilometer) jauhnya.

Kini, Bandenjki (42), tinggal di piggiran ibukota Accra dan berprofesi sebagai pengajar Quran. Sebelumnya, profesi itu menjadi solusi sementara bagi keluarganya, namun kita telah menjadi pekerjaannya meskipun penyesuaian tidak mudah.

“Kami hanya ingin perang berakhir sehingga suatu hari kita dapat kembali ke negara kami,” kata Bandenjki dalam bahasa Arab kepada AP.

Seperti jutaan lainnya yang melarikan diri Suriah, saudara-saudaranya pergi ke Turki dan Lebanon. Anggota keluarga yang lain tersebar di seluruh Eropa. Ayahnya menolak untuk pergi. Ia mengatakan ibunya meninggal setelah sebuah bom menghancurkan rumah keluarga mereka.

Perjalanan Bandenjki dengan istri dan empat anak telah menjadi perjalanan terpanjang. Dia tetap berhubungan dengan saudara-saudaranya yang masih hidup sebaik yang ia bisa.

Warga Suriah yang tiba di Ghana memintanya untuk menjadi penghubung antara pengungsi Suriah dengan pemerintah daerah. Tidak ada statistik yang mengenai julmlah warga Suriah di Ghana, katanya. Namun, dia yakin ada sekitar 1.000 orang Suriah di Ghana.

Bukan hanya Ghana yang menjadi tempat mencari perlindungan bagi warga Suriah.  Warga Suriah telah menemukan tempat perlindungan di dalam saku di sub-Sahara Afrika, bahkan sampai ke Afrika Selatan. Diperkirakan sekitar 300 orang berada di wilayah utara Somalia yang relatif damai.

Berbeda dengan jutaan warga Suriah yang tinggal di kamp-kamp pengungsian di negara tetangga, pengungsi Suriah di sini relatif bebas.

“Saya pikir apa yang membuat Ghana berbeda adalah kenyataan bahwa kami memiliki kebijakan suaka yang mudah,” kata Tetteh Padi, koordinator program untuk Dewan Pengungsi Ghana. “Mereka bebas untuk bergerak. Mereka bisa pergi keluar, mencari pekerjaan. Saya tahu benar bahwa ini tidak terjadi di negara lain. Di beberapa negara, pengungsi bahkan tidak diizinkan meninggalkan kamp-kamp pengungsian.”

Lebih dari 130 warga Suriah telah mendapatkan status sebagai pengungsi, kata Padi, dan permintaan suaka lainnya sedang dipertimbangkan.

Pemerintah Ghana belum bisa menyediakan makanan atau bantuan penginapan sejauh ini, namun Pemenerintah Ghana memberikan bantuan semampu yang bisa dilakukan.

“Negara ini menyediakan keamanan bagi mereka, negara melindungi mereka. Kami menerbitkan dokumen bagi mereka, itu yang sangat penting,” kata Padi.

Negara tersebut sekarang terasa seperti rumah kedua bagi Bandenjki. Ia menyebutnya sebagai Ghana yang indah. Namun, ia berharap ada bantuan lebih untuk mereka yang melarikan diri dari kehancuran Suriah. Banyak pengungsi yang jauh lebih buruk secara finansial daripadanya.

Kurangnyanya dukungan dan peluang kerja di Ghana, ditambah biaya hidup yang tinggi, mendorong banyak warga Suriah untuk pindah ke negara-negara maju di Amerika Utara atau Eropa.

“Ghana tidak benar-benar siap menjadi tuan rumah bagi pengungsi,” kata Bandenjki.

Namun demikina, anaknya yang berusia 17 tahun, Mohammed, telah beradaptasi dengan cepat dengan kehidupan di sini dan belajar keras di sekolah. Dia berhasil belajar bahasa Inggris dalam waktu lima bulan.

  1. Mengenai nasib keluarganya, Bandenjki hanya mengatakan, “Kami bersabar sampai Allah memberikan solusi bagi kami.” I

Reporter: Moedja Adzim

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *