KIARA Desak Pemerintah Bentuk Tim Investigasi Pengeboran Minyak

by

Setelah terjadinya semburan liar, warga harus bertahan 24 Jam sehari dalam keadaan sakit kepala, sesak nafas, gatal-gatal, kulit terasa panas, dan sebagainya yang merupakan gejala ikutan dari keterpaparan terhadap zat-zat berbahaya terutama di udara.

Wartapilihan.com, Jakarta — KIARA dan JATAM Nasional memberikan teguran keras pada Pemerintah dan Pertamina atas kelalaian dalam pengendalian kegiatan eksplorasi dan eksploitasi Migas di Indonesia, yang kali ini terjadi kembali. Pada hari Jum’at, 12 Juli 2019, telah terjadi bencana industri di lepas pantai utara Jawa Barat, yaitu kejadian blow out (semburan liar bawah laut) yang diakibatkan oleh kegiatan pengeboran minyak bumi oleh Pertamina Hulu Energi (PHE), Offshore North West Java (ONWJ).

“Kami mencatat beberapa hal yang sangat ganjil dalam kasus YYA-1 Pertamina ONWJ sejak tanggal 12 Juli 2019 sampai hari ini,” kata Sekjend KIARA, Susan Herawati, kemarin (29/7).

Pertama, gagal menegakkan batas-batas wilayah berbahaya bagi warga, di daratan maupun perairan yang terdekat dari Anjungan YYA-1 Pertamina. Kedua, gagal memperkecil risiko keselamatan warga sekitar akibat keterpaparan pada Tar Balls (gumpalan minyak mentah), udara tercemar, dan konsumsi biota laut dari wilayah disekitar anjungan YYA-1 Pertamina.

“Ketiga, gagal mengevakuasi warga dari desa-desa terdekat, dengan akibat bahwa sampai dengan hari keempat belas setelah terjadinya semburan liar, warga harus bertahan 24 Jam sehari dalam keadaan sakit kepala, sesak nafas, gatal-gatal, kulit terasa panas, dan sebagainya yang merupakan gejala ikutan dari keterpaparan terhadap zat-zat berbahaya terutama di udara,” katanya.

Alih-alih melakukan tindakan penaggulangan secara profesional dengan kontraktor berpengalaman dan punya lisensi untuk mengatasi kasus semacam itu, pihak operator dan regulator melakukan mobilisasi warga untuk melakukan pengumpulan minyak mentah tanpa memenuhi syarat keselamatan manusia.

Mengingat bahwa bencana tersebut belum teratasi sumbernya, dan setiap hari atau 24 jam sehari warga terdekat terus terpapar pada udara, air dan besar kemungkinan sumber-sumber protein hewani dari daratan dan perairan pesisir yang tercemar, maka KIARA dan JATAM Nasional mendesak Pemerintah Pusat dan Daerah untuk mengambil langkah-langkah darurat yang meskipun terlambat tapi harus dilakukan.

Pertama, harus ada pemeriksaan udara ambien selama 24 jam (ambien atmosphere monitoring) diwilayah pesisir padat huni yang terdekat/terdampak dari Anjungan YYA-1 Pertamina. Kedua, harus ada pemeriksaan kadar kandungan hidrokarbon di berbagai kedalaman terutama di wilayah tangkap nelayan tradisional.

“Ketiga, harus dilakukan tindakan untuk mengamankan warga diwilayah pesisir padat huni yang terdekat/terdampak dengan anjungan YYA-1 Pertamina dari keterpaparan lebih lanjut akibat bencana industri ini, termasuk kemungkinan evakuasi besar-besaran terutama untuk kelompok paling rentan termasuk bayi, anak-anak, perempuan dan warga lansia,” ujarnya.

Maka itu, segera mungkin dibentuk Posko Kesehatan di lapangan dengan prosedur pemeriksaan yang bisa dipertanggungjawabkan untuk memeriksa gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh keterpaparan pada zat-zat berbahaya, termasuk ada tidaknya senyawa kimia berbahaya (PAH-Polycyclic Aromatic Hydrocarbons) yang secara umum biasa ditemukan dalam daur hidup ekstraksi sampai dengan konsumsi produk hidrokarbon.

“KIARA mendesak pemerintah membentuk Tim Investigasi Independen untuk menyelidiki penyebab blow out di anjungan YYA-1 pada saat pengeboran minyak Pertamina Offshore North West Java (ONWJ) pada 12 Juli 2019,” tuturnya.

Perumusan komposisi anggota tim harus memenuhi syarat-syarat independensi yang menjamin transparansi sepenuhnya dalam investigasi mulai dari pengumpulan data, pelaporan data dan informasi kunci yang harus dilaporkan kepada publik.

Ini mengingat besarnya jumlah kegiatan serupa dengan risiko bencana yang setara atau lebih berat, pemerintah sesegera mungkin harus merumuskan dan menerapkan protokol baru yang mengatur secara lebih ketat, seluruh rangkaian proses eksplorasi dan eksploitasi mulai dari pencegahan kemungkinan blow out, dan/atau penumpahan minyak mentah ke perairan/daratan pesisir, sampai dengan penanggulangan terpadu dari pihak kontraktor dan pengawas kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas.

Pelibatan warga desa/nelayan di desa-desa terdekat dari kejadian bencana industri dari kasus Blow out anjungan YYA-1 Pertamina, tanpa perlengkapan yang bisa dipertanggungjawabkan dari sisi medis, serta diabaikannya syarat-syarat keselamatan nelayan yang dimobilisasi untuk mengumpulkan ceceran minyak mentah dengan tangan telanjang selama berhari-hari adalah bersifat menambah masalah baru yang sangat sulit untuk dipertanggungjawabkan.

Selain itu, pemerintah juga memastikan Pemeriksaan kesehatan dan evakuasi untuk anak dan Perempuan yang merupakan kelompok rentan atas gangguan kesehatan yang diduga diakibatkan dari dampak Pencemaran udara dan air (laut), akibat peristiwa ini.

“Kami mempertanyakan ada tidaknya sebuah sistim inspeksi untuk memantau dan mengambil keputusan cepat dalam keadaan darurat, dibalik kasus anjungan YYA-1 Pertamina,” ujarnya.

Adi Prawiranegara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *