Bila seorang jagal mengglonggong lima ekor sapi, kemungkinan besar korban pertama hingga ke tiga sudah keburu menjadi bangkai, sedangkan korban berikutnya dipastikan klenger, menjelang mati.
Sapi glonggongan, sesuai namanya, adalah sapi yang digelontor air (Jawa: diglonggong) lewat mulutnya sebelum disembelih. Air dimasukkan lewat corong bambu yang dijejalkan dan diikat pada moncong sapi. Kalau perlu, air dipompa dengan jet pump. Perlakuan ini membuat sapi tampak gembrot abis, karena air menggelembungkan tubuhnya.
Setelah itu, sapi disembelih. Hasilnya, bobot tiap kilogram daging yang dihasilkan bisa lebih berat sampai 3 ons dari normalnya. Dengan harga jual lebih miring sampai beberapa ribu rupiah perkilonya, konsumen awam di pasar pun tergiur membeli daging sapi basah semacam ini.
Penjual daging glonggongan, tidak berani menggantung dagangannya di los pasar. Soalnya jelas, kalau digantung, air daging bakal mengucur deras hingga bobot daging menyusut ke berat normal. Biasanya, pedagang daging glonggongan mengakali dengan menempatkan dagangannya di baskom atau bak kecil.
Dari segi apapun, daging glonggongan adalah produk kejahatan multidimensi. Penglonggongan binatang, jelas merupakan pelanggaran hak asasi makhluk Tuhan. Kasih sayang Allah saja, membuat induk binatang mengangkat kakinya agar tidak menindih anak-anaknya. Nabi Muhammad saw berulangkali menegaskan agar tidak menyiksa binatang, termasuk yang akan disembelih. Pesan ini juga berlaku dalam situasi perang.
Dari segi kesehatan, penggelontoran air ke dalam tubuh hewan membuat kinerja organ tubuh hewan tidak seimbang. Lambung sapi yang berkapasitas 10-20 liter misalnya, bila dipaksa menampung dan menyerap air dua kali lipat akan mengalami kontraksi hebat. Ini menyebabkan sistem pernapasan terganggu, sehingga sapi sesak nafas dan klenger.
Serapan air secara tidak wajar ke dalam sel daging juga dapat merusak protein dan zat lain dalam daging. Akibatnya, daging gampang busuk.
Bila seorang jagal mengglonggong lima ekor sapi, kemungkinan besar korban pertama hingga ke tiga sudah keburu menjadi bangkai, sedangkan korban berikutnya dipastikan klenger, menjelang mati.
Kalau konsumen membeli daging basah sekitar pukul 08.00-09.00, maka begitu dimasak bobotnya mengempis hingga 30 persen. Malah kalau membelinya siang hari, bobotnya akan kempis sampai 50 persen.

Jelas, perdagangan daging sapi bangkai maupun glonggongan adalah penipuan bertingkat-tingkat terhadap konsumen. Pelakunya bisa dijerat dengan UU Perlindungan Konsumen Nomor 8/2000. Juga pasal 302 KUHP tentang ancaman bagi para penganiaya binatang dan pasal 501 yang mengancam penjualan bangkai binatang.
Waspada Daging Pasar
Berhati-hati membeli daging di pasar tradisional, bila:
- Harga yang terlalu murah. Mana ada pedagang yang mau rugi. Umumnya mereka justru ingin mengeruk keuntungan sebesar mungkin. Nah, kalau dagangannya kelewat murah, curigalah. Kalau bukan barang apkir, ya barang haram.
- Membeli di pagi dan sore/malam hari. Pagi buta, atau rembang petang, konsumen cenderung belanja secara terburu-buru dan kurang teliti. Situasi inilah yang dimanfaatkan pedagang jahil untuk menjual daging haram, karena ciri-cirinya tak jelas tampak.
- Hindari daging yang tidak dihinggapi lalat. Ini berarti ia telah diawetkan dengan formalin yang berbahaya bagi kesehatan manusia.
- Daging giling, sebaiknya membeli daging potongan dulu yangjelas halal dan murni, baru digiling di hadapan kita.
- Belilah daging di los daging. Keamanan di sini lebih aman, misalnya sudah diatur agar tak bercampur.
- Jika mungkin, lihat stempel di penjual daging untuk memastikan hewan tersebut telah disembelih dulu secara benar.