Ketika Syekh al Hamudi Disambut Para Santri Nuu War

by
Syekh al Hamudi (duduk) dengan Ustadz Fadlan Garamatan. Foto : Izzadina

Kami pejuang Nuu Waar ikhlash berjuang

Menuju jalan ilahi

Doakan ayah dan ibu doakan

Izinkan kami berjuang

Di bawah bendera AFKN

Kerja dakwah hidup mati kami …

Begitu nasyid santri Nuu War dikumandangkan menjelang kedatangan Syekh Khalid al Hamudi dari Saudi Arabia. Wajah-wajah dari Indonesia Timur itu terlihat bahagia. Meskipun suasana panas dalam ruangan aula, mereka terus bernasyid ria dan gembira bersama.

Tamu yang ditunggu-tunggu itu akhirnya datang. Syekh Khalid yang kakinya kecelakaan beberapa waktu lalu, terpaksa ditandu para santri untuk memasuki ruangan. Para santri pun bersorak gembira dan mengiringi kedatangan syekh khalid dengan rebana.

Tibalah Syekh Khalid al Hamudi di atas panggung bersama beberapa sahabatnya. Ustadz Fadlan Garamatan mulai mengomando para santri untuk membaca Al Quran. Terdengarlah suara merdu dari seorang santri mengumandangkan Al Quran.

Waktu yang dinantikan tiba. Dai dari Jeddah ini memberikan ceramahnya. Ia tidak berpanjang lebar dalam pidatonya. Ia hanya menguraikan tentang kisah Tufail bin Amru ad Dausi dan nasihat untuk para pendakwah.

Tufail adalah seorang tokoh yang memahami syair-syair Arab dari kaumnya Dausi. Ia datang ke Mekah sebenarnya untuk bertawaf (kaum jahiliyah saat itu juga mengadakan tawaf) dan tidak mau mendengarkan perkataan Nabi. Hingga ia menyumbat telinganya dengan kapas. Tapi akhirnya terbetik hatinya untuk melepas kapas itu, karena ia berkeyakinan toh kalau perkataan itu tidak baik ia akan menolaknya. Pas ketika itu Rasulullah sedang mengaji di sekitar Ka’bah. Begitu mendengar ayat al Quran, bergetar hati Tufail dan ia mengatakan pada dirinya bahwa kalimat-kalimat itu begitu indah dan tidak mungkin datang dari manusia. Akhirnya tidak lama ketika itu, Tufail masuk Islam dihadapan Rasulullah. Rasul kemudian mendoakan khalid agar ada cahaya di jidatnya. Benarlah jidat Tufail kemudian bercahaya dan Tufail kembali ke kaumnya untuk mengislamkan mereka. Begitu ringkasnya cerita Syekh al Hamudi tentang sahabat Rasulullah Tufai bin Amru ad Dausi.

Selain itu, Syekh Khalid juga menasihati para santri dengan tiga nasihat. Pertama, selalu ikhlash dalam menjalankan dakwah. Kedua, senantiasa menjaga kesabaran dalam dakwah dan ketiga, selalu berlemah lembut dalam dakwah.

Di akhir acara, Syekh khalid mengadakan kuis pertanyaan untuk para santri dan para santri berebut menjawabnya. Syekh memberikan hadiah air zam-zam dan kurma untuk para pemenang kuis dan seluruh santri Nuu War.

Dalam acara yang berlangsun di Pesantren Nuu War Bekasi itu (27/7), Syekh al Hamudi juga diminta Ustadz Fadlan untuk melakukan pentunan syahadat bagi seorang ibu dan anak gadisnya yang baru masuk Islam. Syekh kemudian menuntun pembacaan syahadat bagi mualaf itu dan mengganti nama ibu yang sebelumnya Grace diganti dengan nama Asma’ dan anaknya diganti dengan nama Sumaiyah.

Dalam kesempatan silaturahmi dengan santri-santri Ustadz Fadlan Garamatan ini, Syekh al Hamudi juga menyerahkan bantuan sejumlah uang untuk makanan para santri dan ia juga berjanji akan menghajikan sekitar 20 orang Muslim Papua.

000

Pesantren ini memang lain dari yang lain. Di sini santrinya mayoritas dari Papua, sebagian kecil dari Riau, Ternate, Ambon dan lain-lain. “Mereka harus jadi ulama dan nanti balik ke kampungnya membangun di sana,”terang Ustadz Fadlan.

Ustadz menjelaskan bahwa ia menginginkan suatu saat nanti Papua menjadi Serambi Madinah. “Setelah Aceh menjadi Serambi Mekkah.”

Pesantren yang kini luasnya 20 hektar itu, terletak di pedesaan Bekasi berbatasan dengan Cileungsi. “Dulu kita mulai dengan 10 orang. Itu pun atas permintaan almarhum Hussein Umar (mantan Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia), yang minta agar anak-anak Wamena dibina di Pesantren Darul Falah di Bogor. Akhirnya kita dirikan pesantren di sini,”jelasnya.

Ustadz berharap dengan dibina di pesantren ini, maka mereka akan siap sewaktu-waktu bila ingin melanjutkan ke Pesantren Gontor,  Darun Najah atau yang lainnya. “Tapi program kita 14 tahun, dari SD sampai dengan S1. Mereka diajar bahasa Arab, bahasa Inggris, menulis, wiraswasta dan lain-lain.”

Santri yang berjumlah 750 orang itu, kini sebagian sudah ada yang balik ke Papua. Menjadi imam dan khatib di beberapa kabupaten ‘di tanah emas itu’. Pesantren itu menerima santri tingkat SD, SMP, SMA atau mahasiswa. “Bahkan beberapa mahasiswa di Bekasi ada yang menjadi santri di sini, memperdalam agama Islam,”jelas laki-laki asli Papua ini.

Mahasiswa yang nyantri di situ, juga tidak ditarik biaya. Bahkan mereka mendapat uang saku dari pesantren untuk mencukupi kebutuhannya selama kuliah. “Dari mana ustadz dapat dana yang besar itu,”tanya Warta Pilihan. “Dari Allah,”jawab ustadz.

Sang ustadz mengharap para santri dari Papua yang dididik disini menghayati konsep hijrah. “Karena kalau mereka terus di kampungnya, mereka tidak berkembang.” Karena itu ustadz Fadlan tidak segan-segan untuk membawa anak-anak Papua yang mualaf ke Bekasi, dengan menanggung tiket pesawatnya.

Para pengajar di pesantren Nuu War juga bukan sembarangan. Mereka adalah ustadz-ustadz pilihan dari Gontor, al Amin Bogor dan juga guru-guru alumni Mesir, Madinah dan lain-lain. Jumlah ustadzahnya 22 orang dan ustadznya 27 orang.

“Tahun 2025 targetnya mempunyai 3500 penghafal Al Quran,” jelas laki-laki dermawan ini.

Pendiri Yayasan Al Fatih Kaaffah Nusantara ini, meski sibuk berdakwah keliling Indonesia, ia selalu mengawasi pesantrennya. “Minimal sebulan sekali ke sini. Ramadhan ini sepuluh hari terakhir di sini.”

Fadlan adalah lulusan Sarjana Ekonomi Universitas Hasanuddin, Makassar. Meski kesempatan terbuka luas untuk menjadi pegawai negeri atau pengusaha, tapi ia tidak memilih jalan itu. Ia memilih jalan dakwah. Ia memilih menjadi penyeru Islam di kampungnya, Papua.

Dengan kegigihan dakwah, ia telah berhasil mengislamkan ribuan orang Papua. Berbagai rintangan ia hadapi, mulai dari ancaman pembunuhan, tembakan panah, berdakwah dengan tiga bulan berjalan kaki menuju sebuah perkampungan dan sebagainya. Tapi semuanya itu tidak menimbulkan rasa takut darinya, justru malah menimbulkan keberanian.

Sehingga banyak suku yang masuk Islam lewat tangannya. Mulai dari yang masuk Islam, karena dikenalkan sabun wangi sampai ibadah shalat yang menimbulkan kekaguman di kalangan suku Papua itu. ||

Izzadina

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *