Kasus Saracen mencuat ke publik setelah Jasriadi alias JS ditangkap Satgas Patroli Siber Bareskrim beberapa waktu lalu. Kelompok ini diduga dikenakan pasal ujaran kebencian dan pencemaran nama baik karena sering menyebarkan konten SARA dan menjelek-jelekkan pemerintah.
Wartapilihan.com, Jakarta –Pengacara senior Eggi Sudjana dicatut namanya oleh oknum Saracen. Dia membantah terlibat sebagai Dewan Penasihat dalam kepengurusan sindikat pengelola grup Saracen yang kerap menyebarkan ujaran kebencian di media sosial, khususnya di Facebook.
“Klarifikasi ini penting dalam proses penyelidikan, tersangkanya tidak mengenal saya, barbuknya tidak ada. Kalau saya tetap di periksa, berarti saya jadi target kriminalisasi. Ini merupakan ulah kelompok-kelompok yang anti terhadap Islam. Yang tidak ada kriminal di kriminalkan. Saya ini aktivis lho,” kata Eggi dalam diskusi ‘Saracen dan Wajah Medsos Kita’ di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (26/8).
Selain itu, Eggi mengherankan beberapa kasus yang menguap beberapa waktu lalu. Diantaranya saat tahun 2016 dia dituduh membiayai kegiatan Aksi Bela Islam yang disebut makar, meme Prabowo disamakan dengan Hitler dengan watermark diktator, Zainul Majdi (TGB) dihina oleh seseorang di bandara dengan kata-kata kasar, dan ucapan viktor beberapa waktu lalu.
“Kemana saja kasus-kasus itu. Jangan yang kritik pemerintah di tangkap, yang pro pemerintah dibiarkan, ini diskriminatif namanya. Tugas polisi itu melindungi, mengayomi dan melayani. Tribarata. Jangan begitu kepada sesama anak bangsa, saya bayar pajak. Polisi digaji dari pajak rakyat,” tegas Eggi.
Menurutnya, kasus semacam ini merupakan problem Presiden Jokowi dalam memersatukan bangsa yang heterogen dan meminimalisir terjadinya konfrontasi dan disintegrasi bangsa. Eggi mengingatkan saat Jepang, Jerman, Korea dan beberapa negara sekutu ketika tahun 1945 mengalami penjajahan, tetapi sekarang lebih maju dari Indonesia dalam segala bidang.
“Iya ini jelas (untuk melemahkan kekuatan umat Islam). Kita kan cinta Indonesia, ada pasal 33, kemudian di sila keempat persatuan Indonesia. Tidak usah seperti ini, tidak produktif. Masa kita kalah sama Vietnam, masa beras impor dari sana. Mestinya itu yang dipikirkan oleh Presiden,” saran ketua Tim Pengacara Ulama dan Aktivis (TPUA) tersebut.
Artinya, tambah Eggi, ada suatu skenario (operasi intelejen) Indonesia tidak boleh maju. Sebab, mayoritas Indonesia adalah umat Islam, sehingga umat Islam harus dipersepsikan bodoh, lemah, kerdil, dan tidak berdaya.
“Yang dalam konteks ideologi tentu persaingannya dengan komunis, dengan sosialis-kapitalis. Anda lihat siapa yang sosialis-kapitalis-komunis. Jokowi mengatakan agama dipisahkan dengan politik, itu tidak benar. Janji kita ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah,” terangnya.
Dalam kesempatan sama, koordinator tim kuasa hukum Eggi Sudjana Rusman mengatakan, salah satu timnya diberitahu oleh Jasriadi yang memerintahkan agar nama Eggi masuk ke dalam struktur kepengurusan adalah Rizal Kobar.
“Bang Eggi cinta Indonesia, tidak akan melakukan seperti itu. Ini ada upaya memecah individualistis antara Bang Eggi dengan Polri. Sebab, dulu pernah membela Budi Gunawan ketika melawan KPK,” jelas dia.
Kendati demikian, Eggi tetap berbaik sangka kepada Rizal kobar dan menilai Rizal tidak memiliki niat papun untuk menghancurkan nama dan kredibilitasnya.
“Saya percaya Rizal baik, adik saya juga tetapi yang saya tidak tahu kenapa tiba-tiba jadi ada di Saracen, dia tidak pernah cerita pada saya, kalau dari tahun 2016 harusnya cerita dong,” tandas Eggi Sudjana.
Selanjutnya, Eggi akan menempuh jalur hukum dengan membuat laporan polisi (LP) karena menjadi korban fitnah Saracen. Secara ilmu hukum, simpul Eggi, seharusnya kasus tersebut ditutup dan tidak usah dipaparkan karena masih sebatas wacana.
“Saya sudah tunjuk lawyer ada perdata dan pidananya. Yang pertama persoalan dari Saracen itu siapa, kedua lembaga Bhineka-ku yang menyerang saya, kemudian DPN pendukung Jokowi Mawardi. Dari segi hukum, kalau tahu kejahatan tapi cicing wae (diam saja) itu melanggar hukum,” pungkasnya.
Ahmad Zuhdi