Kekerasan terhadap Anak dan Perempuan

by

Berdasarkan Hasil Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) Tahun 2016 yang dilakukan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dan Badan Pusat Statistik, satu dari tiga perempuan usia 15-64 tahun atau sekitar 28 juta perempuan pernah mengalami kekerasan fisik atau kekerasan seksual, baik dilakukan oleh pasangan maupun bukan pasangannya.

Wartapilihan.com, Tangerang – Kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan dan anak akhir-akhir ini juga memiliki modus yang canggih dan tidak berperikemanusiaan. Hal itu disampaikan oleh Deputi Perlindungan Hak Perempuan Kementerian PPPA, Vennetia R. Danes.

Ia mengungkapkan, maraknya kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak semakin menghawatirkan. Selain menyentuh rasa kemanusiaan dan keadilan sosial, kekerasan terhadap perempuan dan anak juga dapat menimpa keluarga siapa saja.

“Kejadian ini oleh Presiden disebut sebagai ‘darurat’ kekerasan. Oleh karena itu, Rakortek ini diselenggarakan guna memperkuat komitmen antara Pemeritah Pusat dan Daerah dalam upaya perlindungan hak perempuan mulai dari pencegahan, penanganan, dan pemberdayaan,” ujar dia, dalam Rapat Koordinasi Teknis (Rakortek) Perlindungan Hak Perempuan (PHP) bertema ‘Perlindungan Hak Perempuan yang Sinergis dan Berkelanjutan’, Selasa, (8/4/2018), di Tangerang, Banten.

Vennetia menyatakan, upaya pemenuhan hak Perlindungan bagi anak, perempuan, dan kelompok marjinal sebenarnya sudah menjadi agenda prioritas pemerintah. Hal ini dibuktikan dengan terbitnya UU No. 17 Tahun 2016 tentang Penetapan PERPPU No. 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Dalam hal mengatasi Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU-PTPPO) dan akan meningkatkan kerja sama dengan negara yang tergabung dalam ASEAN dalam mencegah dan memberantas TPPO.

“Perlindungan juga diberikan kepada perempuan dalam situasi darurat (situasi bencana dan konflik) dan kondisi khusus (lansia dan penyandang disabilitas) melalui ratifikasi Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas dengan UU Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention On The Rights Of Persons with Disabilities, serta melakukan pengembangan model perlindungan lansia dalam rangka menuju lansia sehat, produktif, dan mandiri,” tukas dia.

Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Staff Ahi Gubernur bidang Kemasyarakatan dan Sumberdaya Manusia, Fatmawati mengatakan, upaya perlindungan hak anak dan perempuan harus dikawal oleh Pemerintah dalam pembangunan Negara.

“Kita harus menyadari bahwa isu anak dan perempuan merupakan isu penting bagi tataran Nasional maupun Daerah. Kekerasan terhadap anak dan perempuan dalam bentuk apapun dilarang oleh adat maupun hukum Negara.

Maka, diperlukan upaya konkrit bagi pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta perlunya penghapusan pandangan bahwa perempuan merupakan kaum yang inferior,” papar dia.

Fatmawati berharap, rapat kali ini mampu mendorong para pemangku kepentingan untuk saling membantu, bersinergi dan bergandeng tangan agar kekerasan terhadap perempuan dan anak, perdagangan orang, dan kesenjangan ekonomi tidak lagi terjadi di Indonesia.

Ia menekankan, pihak pemerintah juga perlu mengajak masyarakat, keluarga, media massa, dan dunia usaha untuk bertekad menghapus segala bentuk kekerasan seksual di masyarakat. Mari awali langkah konkrit kita di masing-masing Provinsi dan Kabupaten/Kota.

“Saya juga menghimbau kepada masyarakat, khususnya kaum perempuan agar jangan takut melapor ketika menjadi korban kekerasan atau perdagangan perempuan, dan melihat kekerasan terhadap anak, karena Negara tegas melindungi perempuan dan anak,” tutup Fatmawati.

 

Eveline Ramadhini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *