Kegaduhan dan Kriminalisasi

by

WARTAPILIHAN.COM, Jakarta – Kasus kriminalisasi dan makarisasi yang menimpa ulama, tokoh dan aktivis pasca aksi 212 mendapat sorotan dari beberapa pihak. Pasalnya, pemerintah termasuk aparat penegak hukum sering abuse of power terutama kepada umat Islam. Salah satu tim LSI Denny JA, Ardian Sopa turut mengkritisi hal ini karena telah menimbulkan kegaduhan di masyarakat.

“Tentu untuk hal itu kita masih perlu pendalaman lebih lanjut, tetapi analisa kami dalam hal ini saja masyarakat sudah resah dengan adanya polarisasi, apalagi dengan adanya penangkapan, kriminalisasi, serta tuduhan makarisasi,” kata Ardian Sopa usai menyampaikan rilis temuan kecenderungan masyarakat tentang sistem kenegaraan kepada awak media di kantor LSI, Rawamangun, Jakarta Timur pada Jumat (19/5).

Menurutnya, amanat reformasi dan konstitusi seharusnya menjadikan pemerintah tidak bertindak di luar kewenangan undang-undang.

“Jadi, dalam benak masyarakat ketika yang lain-lain ditangkap pasti mungkin dirinya juga akan ditangkap. Kalau kita akan melakukan survei itu, tentu kekhawatiran masyarakat lebih tinggi dibandingkan polarisasi yang ada, karena Indonesia adalah negara hukum dan kekuasaan presiden tidak boleh melebihi tatanan hukum yang ada,” terangnya.

Lebih lanjut, kontroversi pancasila yang dijadikan sebagai asas tunggal pada era orde baru, Ardian berharap hal itu tidak terjadi lagi. Sebab, gagasan sistem kenegaraan yang banyak di amin kan masyarakat adalah yang disetujui. Bukan lagi terpusat -sentralisasi- kepada selera pemerintah pusat.

“Sekarang apabila kita melihat partai-partai, itu hampir semua menjadikan Pancasila sebagai asasnya, tentu selama masih dalam ranah pertarungan, ide itu tidak ada batasnya dan pemerintah tidak boleh melakukan kriminalisasi kepada rivalitas politiknya,” jelas Ardian.

Tim LSI Denny JA ini mengingatkan masyarakat untuk lebih banyak belajar kepada founding fathers Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kala itu, musuh bersama (common enemy) bangsa Indonesia seperti Belanda, maka pada tahun 1948 selain Soekarno juga Budi Utomo menginisiasi untuk adanya hari kebangkitan nasional (HARKITNAS).

“Besok adalah momentum untuk merajut kembali persaudaraan yang ada, tentu karena Indonesia beragam, maka keberagaman itu harus dirawat. Pemerintah jangan like or dislike terhadap suatu kelompok, kecuali apabila kelompok itu sudah melakukan tindakan kriminalitas, selama itu tidak terjadi tidak boleh ada pemberangusan,” pungkasnya.

Reporter: Satya Wira

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *