Keberadaan Pulau G yang berupa hasil reklamasi harus dihapus, karena banyak kerugian yang akan dialami, bukan hanya Pemerintah, tetapi juga para nelayan yang semakin sulit mencari ikan karena biota laut yang mati.
Wartapilihan.com, Jakarta –Negara, khususnya pihak Perusahaan Listrik Negara (PLN) terancam rugi 3 miliar per harinya apabila pulau Reklamasi G dibangun di daerah Muara Karang, Tanjung Priok.
Pasalnya, pulau G berdekatan dengan wilayah kabel-kabel yang tersambung di bawah laut. Dengan adanya pulau tersebut, wilayah laut jadi memanas karena kabel-kabel laut milik PLN menyebabkan air lautnya menjadi panas.
“Apabila pulau G dilanjutkan reklamasinya maka akan merugikan negara 3 M seharinya. Ini urusan KPK. Harus ada yang ditangkap, karena ini merugikan negara,” jelas Abdul Rachim, seorang alumni Institut Teknologi Bandung (ITB), dalam seminar bertemakan’Kedaulatan Bangsa Pasca Reformasi’ yang diselenggarakan Alumni dan Mahasiswa UI Bangkit untuk Keadilan, Jum’at, (27/10/2017).
Kedua, ia menerangkan, di pulau G sangat dekat dengan pipa gas, yang masing-masing kepunyaan anak perusahaan pertamina. Pantai Utara dekat dengan (Pembangkit Listrik Tenaga Uap dan Gas (PLTGU) yang terletak hanya 25 hingga 40 meter dari Pulau G.
“Hal ini dapat mengganggu apabila ada kerusakan pipa gas, bisa karena korosi (karat), maka memerlukan kapal yang membutuhkan manuver ruang yang luas. Kalau hanya 25-40 m jelas kapalnya tidak bisa manuver,” ucap Abdul melanjutkan.
Selain kerugian negara yang dapat dialami, para nelayan di sekitar Muara Karang kesulitan mencari ikan karena laut yang diuruk membuat para nelayan kecil harus memutar jalan. Terlebih, para ikan kabur dari sekitar wilayah Pulau G karena biota laut mengalami kematian.
“Sebanyak 25.000 Kepala Keluarga nelayan pendapatannya menurun, walau Pulau G itu baru dilaksanakan 20 persen,” imbuhnya.
“Nelayan muara Angke membuat dia harus berputar ke laut Jawa dan harus mencari ikan lebih jauh. Tadinya lokasi para nelayan kecil mencari ikan, daya jangkauannya kecil, perahunya kecil, beberapa mil ke laut. Dengan laut diurup, maka nelayan berputar,” lanjut Abdul.
Abdul juga menyayangkan sikap pemerintah yang terkesan manut dengan pihak pengembang, terlebih lagi morotarium (penghentian sementara) yang dicabut oleh Kementerian.
“Ini hal yang lucu. Kedaulatan pemerintah saja bisa digalakkan karena pengembang,” tukasnya.
Eveline Ramadhini