Wartapilihan.com, Depok – Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) Depok tidak lagi bisa menggunakan rumah ibadahnya. Jum’at (24/2) siang kemarin, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Depok menyegel bangunan dua lantai dan Masjid Al-Hidayah milik mereka. Karena beredar kabar adanya pengerahan massa untuk berunjuk rasa di sana, pemerintah mengerahkan 400 personel gabungan Kodim, Satpol PP, dan Brimob Polda Metro Jaya. Namun hingga menjelang sore, keadaan tetap kondusif.
“Saya menyampaikan bahwa penyegelan ini tidak sesuai prosedur hukum. Bangunan ini sudah memiliki IMB yang sah”. Tulis mubaligh JAI Depok, Farid Mahmud Ahmad, dalam siaran persnya. Berdasarkan tinjauan Warta Pilihan di lokasi, alasan penyegelan bukan sekedar soal IMB. Terdapat 4 perautran yang dilanggar JAI, yakni Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri No. 3 Tahun 2008, Peraturan Gubernur (Pergub) No. 12 Tahun 2011, Peraturan Derah (Perda) Kota Depok No. 9 Tahun 2014, dan Peraturan Walikota (Perwa) Depok No. 9 Tahun 2011. Peraturan-peraturan tersebut mengatur kegiatan JAI.
Untuk mengklarifikasi beberapa hal, terutama tentang kegiatan JAI Depok dan doktrin-doktrin Ahmadiyah yang mengundang perhatian masyarakat, kami mewawancarai Farid melalui sambungan telepon.
Apa kegiatan rutin JAI Depok, khususnya di Masjid Al-Hidayah?
Kami melakukan shalat 5 waktu, tahajjud, dhuha, dan mendaras Al-Qur’an dan Al-Hadits. Di saat tertentu seperti menjelang Ramadhan tahun lalu, kami menyelenggarakan bakti sosial dan pasar murah dengan melibatkan masyarakat sekitar.
Apakah di kegiatan tersebut, JAI menunjukkan identitas secara terang-terangan?
Ya. Ada logo JAI di baksos. Kami juga memasang logo JAI di spanduk-spanduk yang kami pasang di depan masjid, seperti (spanduk) ucapan Dirgahayu RI, HUT Polri, dan sebagainya. Itu semua sudah berlangsung sejak tahun 2015, saat kami mulai terbuka.
Kalau terbuka, apakah masyarakat umum bisa menggunakan masjid ini?
Ya. Kami mengumandangkan adzan menjelang shalat 5 waktu, dan tidak melarang orang lain untuk shalat di sini. Karena masjid ini ada di pinggir jalan, orang-orang yang lewat juga banyak yang mampir untuk shalat.
Saat Idul Fithri dan Idul Qurban, kami sowan ke tokoh-tokoh masyarakat, termasuk ketua MUI Sawangan dan MUI Depok. Kami membawakan hadiah berupa parsel.
Apa yang dibahas saat pertemuan itu?
Kami membicarakan hal-hal umum, seperti perkembangan kehidupan masyarakat Depok.
Ada pembicaraan terkait ajaran Ahmadiyah juga?
Tidak, tidak ada pembicaraan yang sudah-sudah.
Bagaimana dengan Ahmadi (sebutan untuk penganut Ahmadiyah) Depok, apakah mereka juga bisa beribadah di masjid non-ahmadi?
Jama’ah yang jauh dari sini beribadah di masjid Ahmadiyah terdekat, seperti di Kelapa Dua dan Lenteng Agung. Secara umum, kita tidak memilih-milih. Artinya, (Ahmadi-red) boleh bermakmum dengan jamaah. Yang perlu ditekankan, kegiatan kami berfokus pada pengkhidmatan sesama manusia dan ketakwaan.
Berapa jumlah orang dan seperti apa persebaran Ahmadi di Depok?
Jama’ah kami di Depok sebanyak 400 orang. JAI Cabang Depok baru berdiri di tahun 2014. Sebelumnya, kami banyak berkegiatan di Jakarta. Ranting-ranting JAI Jakarta semakin banyak di tahun 80-an, lalu kami mendirikan banyak rumah ibadah di 90-an. Waktu itu belum ada kecurigaan. Masyarakat belum tercuci otaknya oleh apa yang difatwakan MUI.
Tetapi kini, fatwa tersebut mempengaruhi peraturan pemerintah…
Saya sangat menyayangkan karena SKB sebenarnya hanya mengatur hubungan dua pihak, Ahmadi dan non-Ahmadi, bukan pembubaran. Inilah yang keliru sehingga banyak yang menuntut Ahmadiyah harus dibubarkan. Kami organisasi yang legal, memiliki badan hukum.
Peraturan-peraturan itu dibuat berdasarkan keresahan masyakarat tentang ajaran Ahmadiyah. Bagaimana pendapat Anda?
Kami memang sering disebut menyebarkan paham yang tidak mainstream. Hal ini harus diskusikan dulu, yang seperti apa yang tidak mainstream?
Bukankah sudah banyak kajian dan diskusi terhadap ajaran Ahmadiyah?
Doktrin utama yang dipersoalkan adalah kenabian. Kami percaya pada ajaran khatamun nabiyyin (penutup para nabi), bahwa tidak ada Nabi setelah Nabi Muhammad SAW yang membawa syariat baru.
Saya sejak kecil mendapat pemahaman tentang akan datangnya Nabi Isa dari langit, kelak di akhir zaman. Muktamar NU dan para ulama salafush shalih juga meyakini. Ini yang harus kita diskusikan.
Anda pernah mendiskusikannya dengan pihak lain?
Saya belum pernah, dan terbuka untuk berdiskusi dengan MUI dan tokoh-tokoh Depok lainnya. Tapi selama ini, belum ada ajakan dari mereka. Di tingkat nasional, pimpinan kami banyak terlibat disksusi dengan DPR. Di sana, kami membuat pernyataan resmi tentang ajaran Ahmadiyah. Menurut pendiri Ahmadiyah, Mirza Ghulam Ahmad, faham tentang Nabi Isa diyakini semua umat Islam. Kita semua menunggu dalam waktu lama setelah wafatnya Rasulullah SAW.
Teman kuliah saya, seorang Ahmadi, dalam sebuah diskusi di kelas pernah menjelaskan tentang kenabian Mirza, dan bahwa orang-orang di luar Ahmadiyah adalah ghair. Bisa Anda jelaskan kembali konsep itu?
Ya, itu keyakinan kami. Ada yang mengikuti dan ada yang tidak. Dengan bimbingan Allah, beliau mendapatkan wahyu, “Orang-orang yang di dalam rumah engkau akan diselamatkan.”
Bagaimana dengan konsep keselamatan bagi orang-orang ghair, termasuk NU dan Muhammadiyah?
Kita jangan meyakini bahwa kita sudah pasti masuk surga, orang lain sudah pasti masuk neraka. |
Reporter : Ismail Alam