Inti dakwah para Nabi dan Rasul terdahulu adalah menyeru kepada tauhidullah.
Wartapiilihan.com, Depok– Begitu pula Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam, tiga belas tahun setelah bitsah dakwah beliau melulu menyangkut masalah tauhid, akhlak dan adab.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan sahabatnya tidak sudi bergabung dengan parlemen Quraisiy di Dar An Nadwa sebagaimana Nabi Ibrahim berlepas diri dari parlemen Namrud, dan sebagaimana Nabi Musa berada di luar parlemen Fir’aun, dan sebagaimana Nabi Zakaria, Yahya dan Isa ‘alaihissalam menjadi oposan terhadap pemerintah Herodes boneka Rumawi.
Maka tak heran, walaupun Qur’an belum rampung dan syariah belum sempurna, namun para sahabat siap mati membela aqidahnya.
Mereka bara’ ( menolak keloyalan ) sebara’ bara’nya dari kaum musyrikin dengan penuh keteguhan hati, sehingga di antara mereka ada yang gugur dan syahid di medan perang pahahal belum pernah shalat barang sekali jua.
Baru setelah Beliau shalallahu ‘alaihi wasallam di Madinah, Beliau memerintahkan melaksanakan ibadah dan jihadu fii sabilillah melawan kaum musyrikin dan semua kaum kuffar di sekitarnya.
Maka tak heran, ketika Rasulullah membangun negara di Madinah, sahabat telah sangat paham dengan maksud dan tujuannya.
Oleh karena itu mereka bela negara tersebut dengan segenap upaya dan kekuataan yang ada.
Kemudian…hanya dalam waktu yang tidak begitu lama, tidak mencapai lima puluh tahun berjalan, berdirilah imperium yang paling jaya, imperium yang menggemparkan dunia, yang membuat bulu tengkuk orang kafir berdiri mendengarnya, yang mana awalnya hanya diperjuangkan oleh segelintir manusia padang pasir tandus yang nyaris tak mengenal baju jirah dan topi baja.
Tapi mereka lebih sering memperoleh kemenangan di medan perang.
Tapi bagaimanakah dengan dakwah belakangan ini ?
Sebagian besar umat tenggelam dalam fikih ubudiyah maided dengan pertikaian yang tak sudah-sudah.
Di mana porsi fiqih ubudiyah dan fadha’ilul amal yang berlimpah menyita waktu puluhan tahun dengan mengasingkan dakwah tauhid ke balik dinding masjid, melemparkannya ke balik tembok parlemen, mengasingkannya dari kantor-kantor dan sentra-sentra bisnis.
Para ulama, kaum terpelajar dan umat memang antusias membangun negara tapi di atas sistem sekuler.
Layaknya bagaikan orang yang menenun benang untuk dijadikan kain, namun tanpa bahan dan jalinan yang kuat, sehingga setelah menjadi kain, tenunan itu lantas terurai kembali, padahal hanya oleh tiupan angin dan hujan gerimis saja.
Bagaimana pula kalau diterpa badai dan angin puting beliung ?
Tidak ada cara terbaik dan dengan pola pikir secanggih apapun untuk melawan serangan orang kafir selain terlebih dahulu memperkuat aqidah tauhid yang merupakan pondasi bagi benteng dari segala benteng yang paling kokoh bagi pertahanan umat ini karena itu adalah perintah Allah yang utama dan jalannya sunnah.
( Iwan Hasanul Akmal )