Pulau Pari adalah salah satu pulau kecil di wilayah Kepulauan Seribu. Secara administratif, pulau ini memasuki wilayah DKI Jakarta, namun secara geografis dekat dengan Provinsi Banten.
“Tidak ada bangunan atau pekarangan milik PT BPA. Hakim pun menjatuhi vonis tanpa melihat fakta di lapangan,” kata advokat LBH Rakyat Banten, Tigor Hutapea, dalam konferensi pers di Kantor Walhi di Jakarta, Senin (30/1) siang. Vonis hakim kepada Edi berdasarkan pasal 167 ayat 1 KUHP, yang berarti tindakan pidana.
Kedua pantai itu adalah tempat wisata yang dikelola warga secara swadaya. Di tempat itulah PT BPA hendak membangun resort dan mengembangkannya menjadi tempat wisata internasional. Mereka juga membangun pagar, tembok, dan pos jaga di tengah lingkungan warga.
Perwakilan warga Pulau Pari, Syahrul, yang hadir dalam konferensi pers itu menyatakan, pulau ini tidak mungkin milik swasta murni.
“Sejak dulu sudah ada pembangunan jalan di sana, juga layanan PLN dan sekolah negeri,” kata dia.
Ia mengadukan perkara ini kepada LBH Rakyat Banten dan Walhi untuk mencari keadilan. “Kami ingin menghirup udara bebas di tanah kelahiran sendiri,” ungkapnya. Syahrul merupakan generasi kelima yang tinggal dan berkegiatan di pulau seluas 48 Ha.
Sampai saat ini, upaya membebaskan Edi dari bui terus dilakukan LBH Rakyat Banten. Mereka mengajukan Peninjauan Kembali dan Kasasi ke Mahkamah Agung. |
Reporter: Ismail Alam