Heboh berita terkait ACT (Aksi Cepat Tanggap) yang diinisiasi Tempo tanggal 2 Juli 2022 (https://majalah.tempo.co/read/laporan-utama/166343/bagaimana-petinggi-act-menyelewengkan-donasi) telah menggulirkan bola salju ke lembaga kemanusiaan khususnya yang berkonotasi Islam.
Wartapilihan.com, Depok— Pemberitaan media online terkait aksi cepat tanggap atau ACT selama 30 hari terakhir nampak menunjukkan grafik naik pasca laput Tempo 2 Juli 2022.
Gambar 1. Tren pemberitaan media online tentang Aksi Cepat Tanggap (ACT)
Dampak langsung dari laput Tempo ini adalah naiknya tagar #JanganPercayaACT dan #AksCepatTilep hingga menjadi trending topik (https://www.liputan6.com/tekno/read/5002796/tagar-jangan-percaya-act-jadi-trending-topic-di-twitter-ada-apa). Puncaknya adalah dicabutnya ijin Yayasan ACT pada tanggal 6 Juli 2022 (https://www.jawapos.com/nasional/hukum-kriminal/07/07/2022/izin-act-dicabut-60-rekening-dibekukan/).
Banyak fihak yang menyayangkan dicabutnya ijin ACT tersebut karena terkesan terburu-buru. Persoalan yang ada di ACT dinilai banyak pihak lebih ke GCG (Good Corporate Governance) dan bukan semata penyelewengan. Dikhawatirkan kasus ini akan digeneralisir ke semua Lembaga filantropi khususnya yang berafiliasi ke Islam. Padahal kalau mau lebih adil, harusnya yang dibubarkan adalah kementrian sosial, mengingat 3 mentri nya terbukti sudah melakukan korupsi, namun tidak ada tindakan apa-apa terkait kementrian sosial (https://wartakota.tribunnews.com/2020/12/06/sudah-3-menteri-sosial-tersandung-kasus-korupsi-dari-bachtiar-idrus-marham-hingga-juliari-rekor?page=all). Yang terjadi justru berbagai framing negatif tentang ACT diantaranya adalah indikasi dana ACT mengalir ke terorisme (https://www.cnbcindonesia.com/news/20220706105742-8-353340/penjelasan-ppatk-soal-indikasi-dana-act-mengalir-ke-terorisme), bahkan pendukung Ganjar juga mengaitkan Anies Baswedan dengan ACT (https://wartaekonomi.co.id/read426951/pendukung-ganjar-mau-kaitkan-anies-soal-act-langsung-dibalas-telak-pdip-saja-pernah-kerja-sama). Sebagai balasan dari semua framing negatif ke ACT muncullah trending balasan dengan tagar #KamiBersamaACT.
Bagaimana tanggapan warga net terkait dengan kasus ACT ini, berikut ini disajikan hasil crawling data dari Twitter terkait masalah ACT. Data diambil dari tanggal 25 Juni s/d 12 Juli 2022 dengan total data yang terkumpul ada 22.836 cuitan. Dari sebaran tersebut terlihat bahwa mayoritas warga net masih berfikir positif (44.6 %). Sedangkan yang memberikan tanggapan negatif sebesar 30 % dan netral 25.4 sebagaimana terlihat pada Gambar 2. Gambaran lebih detil bisa dilihat pada Gambar 3 dan 4 yang mendesekripsikan sepuluh komentar positif dan negative teratas. Sedangkan kata apa yang paling sering diperbincangkan oleh warganet baik positif maupun negatif bisa dilihat pada Gambar 5. Dari sana terlihat bahwa kata-kata positif yang sering diperbincangkan adalah ACT identik dengan aksi, tanggap, dana, dana umat dan presiden ACT. Sedangkan kata-kata negatif yang sering diperbicangkan terkait kasus ACT adalah ACT lembaga yang banyak melakukan penyelewengan sehingga layak dicabut ijinnya.
Gambar 2. Polarisasi analisis sentimen data twitter (25 Juni s/d 12 Juli 2022)
Gambar 3. Komentar 10 teratas yang berkonotasi positif
Gambar 4. Komentar 10 teratas yang berkonotasi negatif
Gambar 5 Wordcloud positif dan negatif tentang ACT
Untuk mendapatkan gambaran lebih jauh terkait dengan ACT ini, bisa dilihat pada peta SNA (Social Network Analyzer) sebagaimana terlihat pada Gambar 6. Dari gambar tersebut terlihat ‘pertempuran’ yang nyata antara tagar #AksiCepatTilep dengan #KamiPercayaACT. Para pengusung tagar #KamiPercayaACT yang dimotori oleh akun PanciB0zz, maspiyuaja berharap tidak terjadi framing negatif atas kasus ACT ini. Sebaliknya, pengusung #AksiCepatTilep yang diantaranya dimotori oleh akun cybsquad_ banyak mengungkapkan kekesalan mereka atas apa yang dilakukan petinggi ACT dan parpol tertentu. Sedangkan pengusung tagar #JanganPercayaACT yang antara lain dimotori oleh akun AnakKolong banyak mengungkapkan ketidakadilan penggajian yang terjadi di ACT.
Gambar 6 Peta SNA tentang ACT
Apapun situasinya, kasus ACT ini seharusnya tidak jadi justifikasi bahwa lembaga filantropi khususnya yang berafiliasi kepada Islam sudah tidak bisa dipercaya. Kalau memang persoalannya adalah tata kelola yang kurang baik, mestinya tidak perlu sampai pencabutan ijin. Lagipula pengelola ACT yang baru juga sudah mulai bebenah di lingkungan internal mereka. Apa salahnya kalau dilihat terlebih dahulu perkembangannya dalam beberapa bulan ke depan ?
Disisi lain, banyak juga lembaga filantropi yang berafiliasi ke agama selain Islam yang bermasalah, namun hingga kini masih aman-aman saja, misalkan kasus berikut https://suaranasional.com/2022/07/06/kasus-act-sbk-publik-lupakan-pendeta-di-surabaya-diduga-gelapkan-dana-jemaat-rp47-triliun/. Janganlah terkesan tajam hanya kepada lembaga filantropi yang berafiliasi ke Islam saja. Penyelewengan, apapun alasannya harus tetap ditindak tegas. Hanya saja tetap harus proporsional. Semoga para penegak hukum masih memiliki hati nurani sehingga bisa berlaku adil. Semoga

Ir. Munawar, PhD
(Dosen & Praktisi IT)