Ambisi petahana untuk maju menjadi Kepala Daerah seringkali mengabaikan fatsun politik.
Wartapilihan.com, Jakarta –Menjelang pemilihan serentak kepala daerah (Pilkada) 2018, sejumlah calon maupun petahana mulai memanaskan mesin politiknya untuk memenangkan perhelatan 5 tahunan itu. Conflict of interest tidak sedikit terjadi. Ada aparatur sipil negara (ASN) yang mendukung petahana, ataupun ASN yang terlibat dalam kegiatan politik.
Kejadian tersebut terulang kembali, tanpa argumentasi kuat, Bupati Jayapura Matius Awoitauw memutasi salah satu ASN-nya. Namun, saat konferensi pers digelar oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), pihaknya tidak menjelaskan hal ihwal yang melatarbelakangi perbuatan Bupati tersebut.
“Sesuai dengan fakta hukum yang didapatkan, petahana berakhir Oktober. Petahana diminta menghindari abuse of power. Selain itu, kewenangan ASN sndiri dimaksudkan untuk melindungi hak-hak konstitusional ASN, karena berkaitan dengan konstitusional pemilihan,” kata anggota Bawaslu RI Ratna Dewi dalam konferensi persnya di Jakarta, Kamis (21/9).
Dalam proses penanganan pelanggaran, kata dia, melalui klarifikasi kepada Terlapor, Pelapor dan Saksi-Saksi kemudian dilakukan kajian secara komprehensif oleh Bawaslu Repulik Indonesia terhadap pokok laporan yang dilaporkan.
“Berdasarkan Pleno pada hari Rabu, kami memutuskan untuk merekomendasikan Kepada Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Jayapura melalui Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia untuk membatalkan Calon Bupati atas nama Mathias Awoitauw karena melanggar ketentuan Pasal 71 ayat (2) Undang Undang Nomor 10 Tahun 2016,” ungkapnya.
Pembatalan yang dilakukan oleh Bawaslu, lanjutnya, hanya terhadap Calon Bupati nomor urut 2 atas nama Mathias Awoitauw dan rekomendasi pembatalan ini tidak ditujukan kepada Calon Wakil Bupati Nomor Urut 1.
Selain itu, kata Ratna Dewi, Bawaslu Republik Indonesia berwenang untuk menerima laporan dugaan pelanggaran Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubemur, Bupati dan Wakil Bupati dan Walikota dan Wakil Walikota dalam ketentuan Pasal 228 Undang Undang Nomor 10 Tahun 2016, serta bawaslu Republik Indonesia merupakan Iembaga penanggungjawab akhir dalam pelaksanaan pengawasan.
“Setelah melalui rapat pleno, Pengawas Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Jayapura telah diberhentikan tetap oIeh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Republik Indonesia, sehingga proses pengawasan dan penanganan pelanggaran dilakukan oleh Bawaslu Provinsi Papua,” jelasnya.
Berdasarkan ketentuan Undang Undang Nomor 10 Tahun 2017, Bawaslu diberikan wewenang untuk mengeluarkan rekomendasi pembatalan kepada Komisi Pernilihan Umum, akan tetapi wewenang untuk mengeksekusi pembatalan tersebut menjadi wewenang absolut Komisi Pemilihan Umum;
“Pemberian sanksi pembatalan ini diharapkan akan memberikan pelajaran berarti bagi Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala daerah di seluruh Indonesia untuk tidak melanggar ketentuan didalam Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil KepaIa Daerah,” tandasnya.
Senada dengannya, Mochammad Afiffudin menyatakan, tidak perlu ada pemungutan ulang untuk pendaftaran Calon Kepala Daerah. Namun, wewenang itu terletak pada KPU dan pengadilan tata usaha negara (PTUN).
“Ini saya kira KPU yang mengatur. Itu ranah KPU,” ujarnya.
Sebagai informasi, Bawaslu pada akhir Oktober mendatang akan melaunching indeks kerawanan Pilkada di 171 daerah. Penyimpangan yang sering dilakukan penyelenggara pemilu yakni, pertama, manipulasi syarat administrasi pencalonan. Kedua, politik uang. Ketiga, politisasi birokrasi. Keempat, kelalaian petugas penyelenggara pemilu. Kelima, manipulasi suara dibeberapa tempat. Keenam, ancaman dan intimidasi. Ketujuh, mentalitas penyelenggara pemilu.
“Ini merupakan kesempatan kita untuk early warning pada bulan Oktober mendatang,” pungkas Afiffudin.
Ahmad Zuhdi