Fahri Hamzah: Pemerintah Impor Cara Barat Hadapi Umat Islam

by
Fahri Hamzah dalam diskusi dengan wartawan di Tebet, Ahad (26/2). Foto: Pizaro

Wartapilihan.com, Jakarta – Labelisasi teroris terhadap bantuan kemanusiaan ke Suriah kembali menyeruak. Hal ini mengemuka pasca Kapolri Jenderal Tito Karnavian menuding Ustadz Bachtiar Nasir (UBN) mengirim dana kemanusiaan ke Suriah. Menurut Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, negara tidak boleh melakukan stigmatisasi teroris kepada UBN hanya karena bantuannya ke Suriah. Apalagi mengaitkan bantuan tersebut dengan kelompok ISIS.

“Makanya saya mengatakan kalau ustadz Bachtiar Nasir itu teroris, maka saya juga teroris. Dan banyak tokoh-tokoh Islam juga teroris. Sekalian aja tangkap semuanya, biar puas gitu loh. Biar kalau bisa semua orang Islam ini jadi teroris. Berdarah-darah lah kita ini, terbakar semuanya gitu,” ujar Fahri dengan nada geram kepada wartawan di sebuah restoran di Tebet, Jakarta, Ahad (26/2).

Menurut Fahri, anggapan bahwa umat Islam teroris harus dihentikan. Ia mengimbau rekan-rekannya di DPR untuk tidak segan-segan meluruskan pola pikir pejabat negara yang salah memandang Islam.

“Jadi kelakuan-kelakuan seperti ini adalah kelakuan-kelakuan berbahaya yang harus disetop. Maka itu juga saya menghimbau teman-teman di DPR itu harus waspada dan sering menginvestigasi kelakuan dari pejabat-pejabat yang ingin melenceng dari cita-cita kita bersama,” jelas politisi asal Nusa Tenggara Barat (NTB) ini.

Aktivis Mahasiswa tahun 1998 ini menilai, mengimpor agenda-agenda asing dan membaca bangsa sendiri dengan asing adalah wabah yang banyak terjadi pada penegak hukum.

“Mari kita ruqiyah bersama-sama supaya sembuh. Saya kira itu cara menyembuhkan mereka, kita doakan mereka, kita bacakan mereka ayat kursi. Mudah-mudahan mereka kembali menjadi muslim yang memilih menggunakan hatinya dengan jujur,” tutur alumni Fakultas Ekonomi UI ini.

Terkait kriminalisasi ulama, Fahri merasa banyak pemimpin dan penegak hukum di Indonesia dicuci otak dengan ide-ide war on terror pasca kejadian 911 di Amerika serikat. Efeknya adalah cara pandang yang salah kepada umat Islam di Indonesia.

War on terror telah memberikan kerugian yang besar pada bangsa Amerika, yang menyebabkan kebangkrutan ekonomi pada masa George Bush. Tapi tiba-tiba kampanye ini masih dipakai dan dibagikan oleh pejabat-pejabat kita, termasuk dalam hal ini di Indonesia,” Fahri Hamzah heran.

Fahri menegaskan, umat Islam di Indonesia adalah umat yang lahir dengan karakternya sendiri. Islam di Indonesia memiliki khazanah sejarah yang luar biasa. Hal ini tidak saja bisa menyelesaikan masalah keumatan di Indonesia, tapi juga problem kebangsaan di negara lain.

“Harusnya kita itu tampil menjadi solusi dunia, tapi oleh kelompok yang mengimpor konflik dari sisa-sisa war on terror malah umat diperlakukan seperti orang orang yang salah faham di barat terhadap umat Islam,” imbuh Fahri yang turut membidani lahirnya Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) ini.

Salah satu cara pandang yang salah adalah banyak pejabat dan penegak hukum tidak mengerti apa beda antara konsep agama dan negara di mana keduanya diintegrasikan di Indonesia. Cara pandang yang salah itu akhirnya melahirkan tuduhan jika kita berbicara agama dan Al-Maidah ayat 51 dianggap garis keras.

“Padahal itu domain dari kitab suci kita dan agama kita masing-masing. Dan semua agama melakukan itu. Semua agama punya penilaian terhadap agama lain. Namun, karena menggunakan frame pasca war on terror, akhirnya dianggap itu garis keras dan berpotensi menjadi kelompok intoleran dan berpotensi direkrut oleh ISIS,” jelas Fahri. Akhirnya orang-orang ini diburu dengan ciri-ciri berjenggot, berjidat hitam, menggunakan celana cingkrang, memakai jubah. Semuanya itu digambarkan sebagai kelompok intoleran.

Jika ini terjadi, prediksi Fahri, maka Indonesia akan mengalami instabilitas umum. Karena itu kiminalisasi terhadap ulama memiliki bahaya yang besar terhadap eksistensi bangsa indonesia. “Bukan saja kepada umat Islam tapi kepada bangsa  Indonesia.”

Karena itu, imbuh Fahri, masyarakat harus melawan kampanye kriminalisasi ulama karena ini datang dari pikiran salah. Para pejabat dan penegak hukum seharusnya mengembangkan dialog dengan para stake holder maupun kelompok Islam yang bisa menjelaskan bagaimana kita mengelola bangsa muslim yang besar seperti Indonesia.

“Allahuakbar itu adalah semboyan dalam jihad memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Para pejuang dan pemimpin yang menjadi pahlawan nasional itu berjenggot, bersorban, Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, KH. Hasyim Asy’ari semua berjuang yang simbol mereka sekarang justru di-frame untuk dimusuhi, sehingga Ustadz Bachtiar Nasir, Habib Rizieq seolah-olah adalah musuh negara, ekstrem intoleran,” tukas Fahri panjang lebar.

Justru, kata Fahri, itu menjadi bukti pada dunia bahwa semua pandangan negatif tentang umat Islam itu salah. “Saya selalu mengatakan umat kita kayak lebah, diamnya menghasilkan madu yang bermanfaat bagi semua, jangan diganggu, sebab itu bisa merusak.”

Reporter: Pizaro

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *