Dipidana, Pembuat Meme Setya Novanto

by

Dengan berlakunya Undang-undang No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), warga dapat dipidana ketika berperilaku di sosial media. Meme yang belakangan beredar tentang Setya Novanto mulai jadi bidikan polisi.

Wartapilihan.com, Jakarta –Apa yang Anda pikirkan jika sebuah meme yang terlahir dari rasa geram dan prihatin justru malah menuai pidana? Hal ini terjadi pada banyak akun dari warganet (warga internet).

Pada Selasa, 31 Oktober 2017 kemarin, terjadi penangkapan atas nama Dyan Kemala Arrizzqi di rumahnya, Tangerang, sekitar pukul 22.00 WIB atas kasus dugaan tindakan pencemaran nama baik terhadap Setya Novanto.

Hal ini diungkapkan Damar Juniarto selaku ketua Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet). Ia mengatakan, perempuan pemilik akun instagram >@dazzlingdyann berusia 29 tahun itu kini berstatus tersangka dan dijerat pasal 27 ayat 3 Undang-undang No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman pidana pasal 45 ayat 3 UU ITE maksimal 4 tahun penjara dan atau denda Rp 750 juta.

“Penangkapan ini bagian dari proses penyidikan polisi setelah menerima aduan Setya Novanto lewat kuasa hukumnya yakni Fredrich Yunadi dan Yudha Pandu pada 10 Oktober 2017,” kata Damar, Jum’at, (3/11/2017), di Jakarta.

Dyan bukan hanya satu-satunya orang yang diadukan, karena dalam surat laporan polisi nomor LP/1032/X/2017/Bareskrim ada 32 akun Instagram, Twitter, dan Facebook yang dilaporkan ke Ditsiber Bareskrim Polri pada 10 Oktober 2017 dengan rincian 15 akun Twitter, 9 akun Instagram dan 8 akun Facebook.

Dalam perkembangannya, disebutkan jumlah mereka yang diperiksa telah bertambah hingga mencapai lebih dari 68 akun media sosial seperti yang disampaikan oleh kuasa hukum Setya Novanto kepada media online Tirto.id pada 2 November 2017.

Atas situasi ini, jaringan relawan kebebasan ekspresi di Asia Tenggara yakni Southeast Asia Freedom of Expression Network/SAFEnet menyampaikan sejumlah desakan kepada Kepolisian Republik Indonesia, agar menjunjung tinggi kebebasan berekspresi dengan mendorong mediasi para pihak untuk mengklarifikasi sebagai upaya penyelesaian, mengingat kasus pemidanaan defamasi seharusnya adalah upaya hukum terakhir (ultimuum remedium).

“Sudahkah kesempatan klarifikasi tersebut diberikan kepada mereka yang disangkakan melakukan pencemaran nama baik? Sudahkah diupayakan mediasi sebelum menempuh jalur pemidanaan?” Tanya Damar.

Damar meminta, Kepolisian dapat memberikan proses hukum yang layak pada mereka yang diduga melakukan tindakan pidana pencemaran nama, yaitu proses pengiriman surat panggilan dan kesempatan untuk memberikan klarifikasi di depan penyidik, sebelum ditetapkan sebagai tersangka.

Penangkapan yang sah, ucap Damar, mensyaratkan banyak hal yaitu terpenuhinya alat bukti permulaan yang cukup, penangkapan dilakukan karena yang berssangkutan tidak memenuhi panggilan polisi, berpijak pada landasan hukum yang di dalam pasal defamasi sesuai UU No. 19 Tahun 2016 telah turun ancaman pidananya menjadi 4 tahun dan atau denda Rp 750 juta sehingga sesuai hukum acara tidak boleh dilakukan penangkapan.

Terduga dapat dilakukan penahanan dari penyidik polisi, tetapi jika memenuhi syarat penahanan subyektif sesuai Pasal 21 ayat (1) KUHAP artinya terdakwa bisa ditahan apabila penyidik menilai atau khawatir tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan/atau mengulangi tindak pidana.

“Dengan kata lain, jika penyidik menilai tersangka/terdakwa tidak akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti atau mengulangi tindak pidana maka si tersangka/terdakwa tidak perlu ditahan. Oleh karena itu, penangkapan dan penahanan para penyebar meme ini merupakan tindakan sewenang-wenang yang merenggut hak asasi seseorang dan pantas dikecam,” paparnya.

Damar menegaskan, seharusnya pihak kepolisian memperhatikan konteks penyebaran meme terkait Setya Novanto di bulan September 2017. Penyebaran tersebut, tuturnya, tidak bisa dilepaskan dari konteksnya yaitu kegeraman masyarakat luas atas proses pemeriksaan kasus mega korupsi e-KTP yang diduga melibatkan diri Setya Novanto.

“Alih-alih memenuhi panggilan pemeriksaan, Setya Novanto secara tiba-tiba sakit dan mangkir dari panggilan. Lalu tidak lama kemudian muncul meme tersebut yang merupakan reaksi spontan masyarakat sehingga tidak bisa dikatakan sebagai bentuk penghinaan yang dilakukan dengan sengaja, apalagi digerakkan secara sepihak,”

“Memisahkan teks dengan konteks dalam kasus penyebaran meme ini membuat pokok persoalan hukum menjadi timpang dan tidak menyentuh akar masalah korupsi yang menyebabkan munculnya penyebaran meme tersebut serta berdampak pada pelemahan gerakan anti korupsi demi tercapainya pemerintahan yang bersih dan akuntabel,” tukas Damar.

Ia berharap, pihak kepolisian segera menghentikan pemidanaan terhadap para penyebar meme Setya Novanto ini dan menyarankan agar kuasa hukum Setya Novanto mencabut aduan karena dampak yang ditimbulkan dari pemidanaan ini akan merugikan banyak pihak.

Eveline Ramadhini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *