Menurutnya, ketiga tantangan ini sudah terjadi di Indonesia sejak tiga dasawarsa lalu, bahkan hingga saat ini. Ia menambahkan, tantangan terbaru bagi perkembangan dakwah saat ini adalah demoralisasi.
Wartapilihan.com, Jakarta — Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin secara resmi membuka acara Jambore Nasional Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi) di Taman Nasional Gunung Pangrango, Cibodas, Jawa Barat, Selasa (25/9).
Dalam sambutannya, Din mengapresiasi kerja-kerja dakwah yang dilakukan da’i Parmusi di daerah 3T (terasing, terisolir dan termaginalkan).
“Dakwah Islamiyah harus menyapa umat di pinggiran, di pulau terluar. Dan terus terang mereka jarang tersentuh oleh dakwah islamiyah. Karena itu, ketika Parmusi datang menata, menyapa dan membela mereka adalah pilihan yang tepat,” ujar Din.
Lebih lanjut, Din menjelaskan tantangan dakwah terdapat tiga macam. Pertama, sekularisasi. Ia menyebut paham tersebut sangat berbahaya karena orientasi hidup hanya di dunia. Sementara, Islam menjelaskan dunia hanya tempat singgah, kehidupan abadi terdapat di akhirat.
“Tantangan kedua adalah indigenisasi. Yaitu perkembangan budaya-budaya Indonesia yang syarat pertentangan dengan ajaran Islam. Dan tantangan ketiga adalah penyiaran agama yang berujung pada pemurtadan,” ungkap mantan Ketum MUI tersebut.
Menurutnya, ketiga tantangan ini sudah terjadi di Indonesia sejak tiga dasawarsa lalu, bahkan hingga saat ini. Ia menambahkan, tantangan terbaru bagi perkembangan dakwah saat ini adalah demoralisasi.
“Kemungkaran dan kemaksiatan itu seperti terorganisasi. Akibatnya, demoralisasi melahirkan liberalisasi. Generasi muda maupun tua berbuat sebebasnya, maksiat semaunya dan krisis identitas. Ini tantangan (dakwah) yang berat,” ujarnya.
Karena itu, kata Din, dalam Pemilu 2019 mendatang umat Islam harus mampu merebut kekuasaan, sehingga tidak diisi oleh kelompok yang islamophobia. Menurut dia, jika kekuatan politik umat Islam pada 2019 kalah, konsekuensinya lima tahun ke depan pada 2024 kondisi dakwah semakin berat.
“Maka, umat Islam harus cerdas dan melek literasi politik. Agar tidak dibodohi oleh oknum-oknum politik,” katanya.
Din menginginkan agar da’i Parmusi ke depan dapat menggabungkan dakwah dan politik. Sehingga aktivitas dakwah dapat dilakukan secara masif dan terstruktur.
“Oleh karena itu, tidak perlu ada penghadangan, tidak perlu ada persekusi terhadap dai dan mubaligh. Kalau sampai itu terjadi hati kita menangis, sesama kita saling menghalangi, ini merupakan awal yang menyebabkan keruntuhan umat Islam,” tandasnya.
Din berharap, Jambore 5.000 dai merupakan titik awal kebangkitan Islam di Indonesia. Menurutnya, hal yang dilakukan dai merupakan upaya untuk mengislamkan Indonesia, bukan mengindonesiakan Islam.
“Keislaman untuk keindonesian. Karena kita berdakwah di Indonesia menunaikan misi sebagai khalifatullah fil ardhi yang harus dimulai jadi khalifatullah fi Indonesia. Karena itu dakwah itu mengislamkan Indonesia, bukan mengindonesiakan Islam,” pungkasnya.
Ahmad Zuhdi