Tak terasa Ramadhan akan segera berlalu.
Inginnya Ramadhan lebih panjang waktunya.
Walau capek, walau lelah lantaran kurang tidur namun hati terasa lebih tentram dari hari-hari biasa.
Biasanya di tahun – tahun lalu pak Cik banyak tarawih di rumah, tapi sekarang baru satu malam saja tarawih di rumah, selebihnya berjamaah di masjid dan mushalla.
Tadi pak Cik kedatangan kenalan yang sudah bercerai dengan isterinya karena kehidupan yang susah.
Tapi katanya dia masih sayang dengan Isterinya.
Kalau isterinya menangis dia pun menangis mengingat kehidupan yang susah.
Dulunya punya toko, sekarang jatuh miskin.
Dia orang minang, masih kelihatan ganteng walau sudah mulai menua, pernah sukses tapi kemudian bangkrut.
Isterinya tinggal di Bandung.
Dia sendiri tidak punya rumah di Depok, jadi tidurnya numpang di masjid.
Tadi dia nawarin minyak wangi, jadi Pak Cik beli saja.
Pak Cik juga ngasih dia baju koko supaya dia bisa jual kalau dia mau, tapi dia bilang dia ingin pakai sendiri untuk lebaran.
Lalu pak Cik kasih dua helai baju koko.
Dia cerita tentang isteri dan anak satu-satunya yang sudah gadis, dia tetap mengirim uang untuk mereka, semua uang yang dia kirimkan itu di luar perkiraannya, sebagian adalah pemberian kawan-kawan dan saudaranya, baik yang ada di Depok maupun yang ada di Sumatera Barat.
Karena tak mungkin dengan jual minyak wangi dari masjid ke masjid bisa ngasih uang ke keluarganya sedangkan usianya sudah mendekati enam puluh tahun.
MasyaAllah.
Katanya isterinya perempuan keturunan Arab dan Manado.
Tentu cantik, karena dianya juga ganteng.
Anak gadisnya saat ini sudah kuliah, dapat beasiswa farmasi di kota Padalarang.
Tapi dia kini hidup sendiri seperti musyafir yang tak punya tempat tinggal.
Dia bilang, saya ke Depok ini bukan hanya cari uang tapi lebih cari saudara, semua orang saudara saya.
Jika saya hanya cari uang saja, saya tak punya saudara.
Kalau saya sakit siapa yang menolong saya, katanya.
Di saat dia bercerita tentang isteri dan anak gadisnya suaranya sedikit serak dan air matanya berlinang.
MasyaAllah.
Kiranya bukan pak Cik sendiri yang lagi sedih tapi ada orang lain yang lebih sedih di bulan Ramadhan ini.
Pak Cik rasa banyak lagi yang lain…
( Iwan Wientania )