Wartapilihan.com, Jakarta – Ketua Divisi Humas Polri, Irjen Polisi Boy Rafli Amar hari ini memberikan keterangan persnya setelah kejadian bom panci di Cicendo, Bandung kemarin. Bertempat di lantai 1 Divisi Humas Polri, Boy menjelaskan beberapa hal terkait bom panci di antaranya kronologi kejadian, rekam jejak pelaku dan upaya Polri mencegah teror yang dapat mengganggu dan meresahkan masyarakat.
“Kita memang mau tidak mau harus memikirkan ekonomi mereka. Agar dilakukan pendekatan komprehensif, kalau secara konvensional urusan mereka adalah mendapatkan sesuap nasi. Akan tetapi tidak sebatas itu, pemikirannya harus diupayakan, kebutuhannya harus dipenuhi semacam nafkah. Kalau mereka lepas kendali, pemikirannya tidak bisa kita pegang,” ujar Boy kepada sejumlah wartawan yang hadir termasuk Warta Pilihan pada hari ini (28/2).
Polri meminta masyarakat yang memiliki informasi yang mencurigakan harus segera dilaporkan kepada polisi terdekat agar kita lakukan tindakan preventif-promotif. Boy mengamati, bom panci ini merupakan informasi yang disebarkan oleh jaringan ISIS di Sosial Media.
“Jadi kalau ada laki-laki beli panci banyak-banyak kita curigai. Kalau ada laki-laki yang beli banyak rice cooker banyak kita patut pertanyakan he he he,” lanjutnya dengan nada berseloroh.
Boy mengakui, Polri sudah lama mencium kegiatan mereka semenjak tahun 2002. Berdasarkan data yang dimiliki Polri, jumlah residivis tahun 2017 sekitar 300 orang. Jumlah ini sudah dikulangi dengan akumulasi residivis dari tahun 2002 yang berjumlah sekitar 1200 orang.
“Klasifikasi mereka bermacam-macam, ada yang ikut-ikutan, ada yang diperbantukan dan ada yang merupakan master of mind-nya. Untuk yang hanya diperbantukan itu hanya kita beri hukuman di bawah 5 tahun saja,” paparnya.
Dalam keterangannya Ia menjelaskan prinsip Jamaah Anshar Daulah (JAD) kalau tidak bisa berangkat ke Suriah maka melakukan perjuangan di Indonesia. Bagi mereka yang berkemampuan, mereka berangkat untuk melaksanakan cita-citanya, tetapi bila tidak bisa, cukup dilakukan di dalam negeri.
Tentu berbeda monitoring kepolisian dalam menangani pelaku teror, kalau ia berada di komunitas yang berbeda dengan sebelumnya pasti tidak ada pengawasan lebih lanjut dari polisi. “Dugaan kita bom itu tidak diledakkan di situ, akan diledakkan di suatu tempat. Kita akan mengikuti terus perkembangannya,” pungkasnya.
Boy menjelaskan akan menjalin sinergitas dengan kementerian-kementerian dalam melakukan pendekatan berbasis pemberdayaan kepada residivis, sehingga tidak kembali ke komunitasnya yang akhirnya akan melakukan pengulangan tindakan-tindakan teror.
“Seseorang kalau sudah di cap narapidana itu ada semacam preseden di masyarakat, yang akhirnya dia kembali kepada habitatnya dan di sana terjadi kembali program radikalisasi,” kata dia. |
Reporter : Ahmad Zuhdi