Berhala-Berhala Abad 21

by

Wartapilihan.com, Ahli politik Amerika, Francis Fukuyama menganggap bahwa abad 21 ini adalah abad puncak pemikiran manusia. Ia menulis buku The End of History and The Last Man. Ia mengatakan bahwa sistem demokrasi liberal yang membuat kemajuan manusia dewasa ini.

Di Indonesia tokoh liberal, Ulil Abshar Abdalla menyatakan bahwa demokrasi liberal adalah yang terbaik. Ia menyatakan negara dalam sistem ini menyatukan antara energi kebaikan dan energi kemaksiyatan.

Memang bila dilihat dengan pandangan yang selintas, zaman ini adalah zaman puncak kejayaan manusia. Belum pernah dalam peradaban manusia, manusia mengalami lompatan teknologi yang mengagumkan sekarang ini. Manusia dari Rusia dan Irian bisa berhubungan langsung saat ini juga. Begitu pula mode pakaian dan makanan dari Amerika, Cina dan Jepang merambah Indonesia dalam waktu yang sama. Dunia saat ini dianggap sebagai little village.

Tapi apakah manusia merasakan kemakmuran dan kebahagiaan? Inilah yang dikhawatirkan banyak cendekiawan. Pakar filsafat, Syekh Naquib al Attas malah melihat peradaban Barat saat ini justru merusak manusia. Belum pernah dalam peradaban manusia, manusia menderita karena peradaban Barat ini. Peradaban yang dibangun Barat saat ini menyebabkan perlombaan senjata (perang), keterasingan manusia dengan Tuhannya, keterpisahan manusia dari fisik dan ruhnya, dan perlombaan penguasaan materi daripada ilmu atau jiwa.

Manusia saat ini mengenggam handphone di tangannya. Tapi justru hp inilah sekarang yang jadi problem manusia modern. Manusia menjadi jarang berkomunikasi langsung dengan manusia lain, keluarga menjadi kurang akrab, membaca buku atau pemikiran-pemikiran yang mendalam menjadi jarang dan orang sibuk tiap hari banyak membaca tulisan-tulisan sampah.

Telepon genggam yang didalamnya internet ini, juga menjadikan banyak anak muda kehilangan akhlaq. Pornografi, pergaulan bebas, pelacuran, narkoba merajalela karena dunia daring ini.

Peradaban Barat yang mengagungkan fisik atau materi ini juga menyebabkan berkembangnya dunia kosmetik atau make up wanita ugal-ugalan. Perlombaan tubuh wanita baik yang bernama Miss Universe, Miss World, Puteri Indonesia, Puteri Pariwisata, Abang None dan lain-lain menjadi dambaan kaum wanita. Perempuan cantik dimuliakan dan perempuan biasa/kurang cantik dicampakkan.

Di Barat, karena wanita tidak tahu arti anak, mereka tidak mau menikah dan melahirkan. LGBT berkembang luas, sehingga Amerika yang dulu menentang kaum homo, kini Mahkamah Agungnya mengesahkan pernikahan kaum homo di seluruh negara bagian.

Berhala-Berhala Abad 21

Dunia kini menjadi berhala abad ke-21. Gelar, jabatan, harta, dan seks menjadi rebutan manusia.

Lihatlah di sekitar kita. Banyak orang memperebutkan pangkat atau gelar, meski caranya tidak halal. Pegawai negeri atau militer berebut naik pangkat meski dengan cara menyuap. Bahkan banyak dari mereka yang mengambil kuliah master atau doktor dengan cara membayar untuk membayar tugas akhirnya. Ilmu dicari bukan untuk menambah kecerdasan atau keimanan, tapi untuk menambah kekayaan atau gengsi.

Para politisi berebut jabatan meski dengan cara menyikut teman separtai. Untuk menjadi anggota DPR minimal butuh uang 500 juta. Untuk menjadi bupati atau gubernur seseorang harus menyiapkan uang puluhan milyar, apalagi menjadi presiden.

Karena uang menjadi berhala di zaman ini, maka orang berlomba mencari uang sebanyak-banyaknya. Kaya menjadi tujuan dan dianggap sebagai jalan menuju kemuliaan. Maka jangan heran para pejabat, baik DPR/DPRD, Polisi, Menteri, Gubenur bahkan Presiden banyak yang terlibat dalam korupsi. Kasus terakhir korupsi KTP elektronik sebesar 2,3 trilyun yang menjadi bancakan anggota DPR tentu menyesakkan dada kita. Padahal wakil rakyat itu telah digaji besar oleh negara. Mereka menerima sedikitnya 60 juta sebulan, ditambah uang rapat dan lain-lain bisa 100 juta sebulan. Tapi begitulah nafsu manusia, diberi emas satu gunung pingin dua gunung.

Seks juga menjadi berhala di abad ini. Industri pornografi menjadi lahan empuk untuk mencari uang. Lihatlah majalah-majalah semi porno juga masih dipajang di toko-toko buku di tanah air,. Majalah Popular, FHM, Maxim dan lain-lain. Belum lagi film-film porno yang jumlahnya ratusan ribu atau jutaan beredar di internet. Mantan Menkominfo Tifatul Sembiring pernah menyatakan bahwa kementeriannya telah berusaha maksimal menghapus situs-situs porno itu. Tapi satu situs porno dihapus, muncul puluhan atau ratusan yang baru. Begitulah permainan teknologi saat ini.

Seks yang juga dicerminkan dengan aurat wanita ini juga menjadi berhala bagi industri iklan produk di zaman ini. Lihatlah hampir semua iklan memakai wanita. Aurat wanita yang terbuka di banyak iklan menjadi andalan untuk mempengaruhi preferensi konsumen.

Selain berhala yang tampak, berhala yang tidak nampak atau dalam bentuk ideologi (isme) juga menjadi panutan manusia saat ini. Ideologi sekulerisme, pluralisme dan liberalisme menjadi dambaan banyak orang saat ini. Begitu pula turunannya yaitu ideologi humanisme, egoisme, hedonism dan lain-lain menjadi anutan.

Kaum sekuleris –yang memisahkan agama dan politik- menjadikan ideologi pluralisme sebagai faham yang terbaik di masyarakat. Mereka memunculkan bahwa multikulturalisme, demokrasi liberal adalah hal yang niscaya. Di tanah air, mereka selalu menyerukan kemajemukan dan keragaman serta menyisihkan Islam yang merupakan mayoritas faham masyarakat di negeri ini. Dengan kebhinekaan ditonjolkan maka kaum Muslim tidak punya hak lebih sebagai mayoritas. Padahal di Amerika sendiri, yang merupakan `mbahnya` demokrasi, minoritas Muslim diperdebatkan apakah mungkin jadi presiden atau tidak. Partai Republik melarang Muslim menjadi presiden AS sedangkan Partai Demokrat memperbolehkannya.

Di Bali pemerintah daerahnya memaksakan peringatan Nyepi untuk semua masyarakat. Meski banyak di sana orang-orang yang beragama lain. Tapi bila Sumatra Barat, Jawa Barat, Cianjur dan lain-lain mencoba membuat perda yang sesuai syariah mereka protes dan menyatakan bahwa masyarakat kita beraneka ragam, masyarakat kita majemuk dan lain-lain. Kemajemukan dan kebhinekaan digunakan senjata oleh kaum minoritas saat ini untuk membungkam hak-hak mayoritas kaum Muslim di negeri ini.

Pluralisme juga kini menjadi jualan banyak politisi di tanah air. Bahkan para politisi Muslim tidak sedikit yang kena penyakit ini. Sehingga mereka takut memperjuangkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan politik di tanah air. Mereka takut dianggap anti kemajemukan. Padahal kaum non Muslim memperjuangkan nilai-nilai yang diyakininya dan tidak peduli dengan aspirasi mayoritas Mslim di negeri ini.

Anak-anak sekolah kita juga diajarkan pluralisme agama sehingga menjadi dangkal pemahaman Tauhid atau aqidahnya. Semua agama sama menuju kebenaran dan dijamin masuk surga diajarkan ke anak-anak Muslim di sekolah dan universitas. Karena ajaran ini, maka semangat anak-anak Muslim untuk berdakwah dan memperjuangkan agamanya menjadi kendor. Ideologi ini menjadikan akhirnya agama tidak penting dalam kehidupan dan menjadikan anak didik kita orientasinya materi.

Liberalisme adalah faham yang membahayakan masyarakat dan dunia. Faham ini menjadikan manusia tidak punya nilai dan hanya menuruti syahwat dan akalnya belaka. Faham ini melahirkan humanisme dan feminisme. Maka tidak heran kaum feminis menyatakan semboyannya bahwa tubuh manusia ini mereka yang memiliki dan terserah mau diapakan. Ideologi liberalisme, yang bisa dikatakan lahir dari ateisme, juga menyebabkan manusia berlomba dalam kekuasaan meski caranya dengan membunuh jutaan orang lain. Maka tidak heran kemudian tumbuh perlombaan industri senjata, meski mereka tahu bahwa senjata itu digunakan untuk perang atau membasmi manusia lain.

Mereka tidak menyadari keterbatasan akal manusia. Imam Ghazali, ulama besar kita menasehatkan akal dan wahyu seperti mata dan matahari (cahaya). Keduanya saling melengkapi dan memerlukan.

Nasihat Tokoh-Tokoh Islam

Dalam dialognya dengan Amien Rais, Kuntowijoyo dkk pada 1986-1987, tokoh Islam Mohammad Natsir mengkhawatirkan adanya penyakit bangsa Indonesia, termasuk umat Islamnya, yaitu cinta berlebihan kepada dunia. Kata Natsir: “Umat Islam dihinggapi penyakit wahn, yakni dunia yang berlebihan dan takut mengambil risiko. Keadaan semacam ini pernah terjadi dalam sejarah, pada waktu itu para prajurit yang ikut berperang karena tergiur pada harta rampasan perang, lalu karena kelengahan dan kepongahan ini mereka dengan mudah dikalahkan musuh. Hal ini terjadi pada saat Islam mengembangkan sayapnya di daratan Eropa.

Di negara kita penyakit cinta dunia yang berlebihan itu merupakan gejala yang “baru”, tidak kita jumpai pada masa revolusi, dan bahkan pada masa Orde Lama (kecuali pada sebagian elit masyarakat). Tetapi gejala yang “baru” ini, akhir-akhir ini terasa pesat “perkembangannya”, sehingga seperti sudah menjadi wabah dalam masyarakat. Jika gejala ini dibiarkan berkembang terus, maka bukan saja umat Islam akan dapat mengalami kejadian yang menimpa Islam di Spanyol, tetapi bagi bangsa kita umumnya akan menghadapi persoalan sosial yang cukup serius.

Penyakit cinta dunia ini, dengan demikian, memang bukan semata-mata permasalahan dakwah, yang harus dihadapi para mubaligh dan dai, tetapi sudah merupakan permasalahan nasional. Dalam konteks yang terakhir ini masalahnya menjadi lebih sulit ( complicated) karena bukan saja merupakan masalah ekonomi, tetapi masalah sosial, budaya, dan bahkan politik. Untuk ini terpulanglah kepada para pengambil keputusan untuk mengatasinya.”

Nasehat Natsir ini selaras dengan nasehat Mohammad al Fatih, pemimpin besar Islam yang menaklukkan Konstantinopel menjelang wafatnya:

“Tak lama lagi aku akan menghadap Allah SWT. Namun aku sama sekali tidak merasa menyesal, sebab aku meninggalkan pengganti seperti kamu. Maka jadilah engkau seorang yang adil, saleh dan pengasih.

Rentangkan perlindunganmu terhadap seluruh rakyatmu tanpa perbedaan. Bekerjalah kamu untuk menyebarkan agama Islam sebab ini merupakan kewajiban raja-raja di bumi.

Kedepankan kepentingan agama atas kepentingan lain apapun. Janganlah kamu lemah dan lengah dalam menegakkan agama. Janganlah kamu sekali-kali memakai orang-orang yang tidak peduli agama menjadi pembantumu. Jangan pula kamu mengangkat orang-orang yang tidak menjauhi dosa-dosa besar dan larut dalam kekejian…

Oleh sebab ulama itu laksana kekuatan yang harus ada di dalam raga negeri, maka hormatilah mereka. Jika kamu mendengar ada seorang ulama di negeri lain, ajaklah dia agar datang ke negeri ini dan berilah dia harta kekayaan. Hati-hatilah jangan sampai kamu tertipu dengan harta benda dan jangan pula dengan banyaknya tentara. Jangan sekali-kali kamu mengusir ulama dari pintupintu istanamu. Janganlah kamu sekali-kali melakukan satu hal yang bertentangan dengan hukum Islam. Sebab agama merupakan tujuan kita, hidayah Allah adalah manhaj (pedoman) hidup kita dan dengan agama kita menang.

Ambillah pelajaran ini dariku. Aku datang ke negeri ini laksana semut kecil, lalu Allah karuniakan kepadaku nikmat yang demikian besar ini. Maka berjalanlah seperti apa yang aku lakukan. Bekerjalah kamu untuk meninggikan agama Allah dan hormatilah ahlinya. Janganlah kamu menghambur-hamburkan harta negara dalam foya-foya dan senang-senang atau kamu pergunakan lebih dari yang sewajarnya. Sebab itu semua merupakan penyebab utama kehancuran.”

Patut juga para pemimpin negeri ini mengambil ibrah dari surat-surat Sayyidina Ali r.a. yang sangat berharga. Nasehat khalifah keempat ini adalah surat-surat yang dikirimkannya kepada gubernur Mesir Malik bin Harits al Asytar, pada tahun 655M. Nasihat ini berisi prinsip-prinsip dasar tentang pengelolaan atau manajemen sebuah pemerintahan, organisasi dan lain-lain.

Menurut Profesor A Korkut Özal dari Turki, pada perkembangan selanjutnya ternyata surat ini memberi banyak inspirasi bahkan menjadi bahan acuan bagi banyak pemimpin, melintasi ruang dan waktu. Tercatat ia mampu melintasi Eropa di masa Renaissance bahkan Edward Powcock (1604-1691), profesor di Universitas Oxford, menerjemahkan surat ini ke dalam bahasa Inggris untuk pertama kalinya dan pada 1639 disebarkan melalui serial kuliahnya yang disebut Rhetoric. Diantara nasehatnya adalah: “Ketahuilah wahai Malik bahwa aku telah mengangkatmu menjadi seorang Gubernur dari sebuah negeri yang dalam sejarahnya berpengalaman dengan pemerintahan-pemerintahan yang benar maupun tidak benar.

Sesungguhnya orang-orang akan melihat segala urusanmu, sebagaimana engkau dahulu melihat urusan para pemimpin sebelummu. Rakyat akan mengawasimu dengan matanya yang tajam, sebagaimana kamu menyoroti pemerintahan sebelumnya juga dengan pandangan yang tajam. Mereka akan bicara tentangmu, sebagaimana kau bicara tentang mereka.

Sesungguhnya rakyat akan berkata yang baik-baik tentang mereka yang berbuat baik pada mereka. Mereka akan (dapat) ‘menggelapkan’ semua bukti dari tindakan baikmu. Karenanya, harta karun terbesar akan kau peroleh jika kau dapat menghimpun harta karun dari perbuatan-perbuatan baikmu. Jagalah keinginan agar selalu di bawah kendali dan jauhkan dirimu dari halhal yang terlarang. Mereka adalah makhlukmakhluk yang lemah, bahkan sering melakukan kesalahan. Bagaimanapun berikanlah ampun dan maafmu sebagaimana engkau menginginkan ampunan dan maaf dari-Nya. Sesungguhnya engkau berada di atas mereka dan urusan mereka ada di pundakmu.

Sedangkan Allah berada di atas orang yang mengangkatmu. Allah telah menyerahkan urusan mereka kepadamu dan menguji dirimu dengan urusan mereka. Jangan katakan:”Aku ini telah diangkat menjadi pemimpin, maka aku bisa memerintahkan dan harus ditaati”, karena hal itu akan merusak hatimu sendiri, melemahkan keyakinanmu pada agama dan menciptakan kekacauan dalam negerimu.

Bila kau merasa bahagia dengan kekuasaan atau malah merasakan semacam gejala rasa bangga dan ketakaburan, maka pandanglah kekuasaan dan keagungan pemerintahan Allah atas semesta, yang kamu sama sekali tak mampu kuasai. Hal itu akan meredakan ambisimu, mengekang kesewenang-wenangan dan mengembalikan pemikiranmu yang terlalu jauh. Wallahu alimun hakim. |

Disampaikan Nuim Hidayat dalam Kajian Islam di Lembaga Dakwah Kampus Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta, 6 April 2017.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *