Bagaimana Kelak Engkau Menjawabnya?

by
Ilustrasi Khalifah Harun al Rasyid. Foto : lahiya.com

Khalifah Harun al Rasyid ditegur seorang ulama ketika ibadah haji di Mekkah…

Wartapilihan.com – “Tidak bisa dibiarkan begitu saja tindakan penguasa yang salah itu!”

Demikian ucap Sa’id bin Sulaiman, seorang ulama Irak abad ke-3 H/9 M ketika mendengar kabar bahwa Mas’a akan dikosongkan, hanya karena seorang penguasa akan melaksanakan ibadah sai di situ. Kala itu, sang ulama sedang berada di Mekah Al-Mukarrmah, untuk menunaikan ibadah haji.

Mas’a dalah tempat pelaksanaan sai yang menghubungkan antara Bukit Shafa dan Bukit Marwah di Mekah. Tempat ini pernah menjadi saksi perjalanan bolak-balik tujuh kali yang dilakukan Hajar, istri Nabi Ibrahim a.s., sekitar 4000 tahun yang silam. Semula, tempat itu tanpa bangunan apa pun. Tempat yang membentang sekitar 375 meter itu baru mendapatkan perhatian pada masa pemerintahan Kerajaan Arab Saudi. Pada 1343 H/ 1925 M, misalnya, Raja Abdul Aziz memerintahkan supaya Mas’a diperkeras dengan batu granit sehingga para jemaah haji maupun umrah yang sedang melaksanakan sai tidak terganggu oleh debu maupun kotoran jalan. Selepas itu, Mas’a kemudian mulai dinaungi dengan atap untuk melindungi para jemaah dari terpaan sinar matahari. Utamanya di musim panas.

Sa’id bin Sulaiman segera menjumpai seorang ulama ternama Kota suci itu, Abu ‘Abdurrahman bin ‘Abdul ‘Aziz Al-‘Amri di tempat kediamannya.

“Saudaraku Abu ‘Abdurrahman! Saya mendengar kabar, hari ini Amirul Mukminin akan melaksanakan ibadah sai. Menurut kabar yang saya terima, Mas’a akan dikosongkan. Bukankah hal yang demikian akan merepotkan para jemaah haji?”

“Tidak!” jawab sang ulama Mekah itu. “Saya akan membuat Amirul Mukminin tidak akan melakukan tindakan demikian. Dia tidak berhak.”

Amirul Mukminin yang sedang mereka bicarakan tidak lain adalah Harun Al-Rasyid. Kala itu, Sang Amir sedang berada di Mekah Al-Mukarramah untuk menunaikan ibadah haji.

Benar saja, ketika Harun Al-Rasyid dan rombongan yang menyertainya sedang bergerak menuju Bukit Shafa, sesuai bertawaf, Abu ‘Abdurrahman bin ‘Abdul ‘Aziz Al-‘Amri mendekati mereka. Sang ulama pun dengan suara lantang berseru kepada sang penguasa, “Harun! Harun! Harun!”

Begitu melihat Harun Al-Rasyid berpaling ke arah dirinya, sang ulama berkata, “Harun! Pandanglah Bukit Shafa. Lalu, alihkan pandanganmu ke arah seputar Ka’bah!”

Menyadari dirinya sedang melaksanakan ibadah haji, Harun Al-Rasyid pun berusaha bersabar mendengar seruan demikian. Dia pun memenuhi seruan itu. Ternyata, di seputar Ka’bah, dia melihat ratusan ribu jemaah haji sedang bertawaf dengan berdesak-desakan.

“Harun! Kuasakah engkau menghitung jumlah mereka?”

“Siapakah yang kuasa menghitung jumlah mereka?”

“Kerumunan jemaah seperti mereka, berapakah jumlah mereka?”

“Hanya Allah Swt. jualah yang mengetahui jumlah mereka,” sahut sang penguasa.

“Harun!” lanjut Abu ‘Abdurrahman bin ‘Abdul ‘Aziz Al-‘Amri, “Kelak, di akhirat, mereka semua akan ditanya perihal diri mereka sendiri, sedangkan engkau lain. Engkau kelak akan ditanya perihal mereka semua. Karena itu, renungkanlah, bagaimana kelak engkau menjawab pertanyaan perihal mereka semua!”

Mendengar seruan demikian, penguasa itu tidak kuasa menahan tangis. Selepas berdiam diri beberapa saat, dia pun memerintahkan agar Mas’a tidak dikosongkan. ||  Sumber : Islamic Golden Stories, Tanggung Jawab Pemimpin Muslim, Ahmad Rofi’ Usmani, Bunyan, 2016.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *