Paska serangan bom di Surabaya, atribut umat Islam banyak dicurigai, mulai dari penggunaan cadar hingga aktivitas keagamaan. Paska teror di gereja, masyarakat terspektrum bahwa akan jadi korban. Ada apa?
Wartapilihan.com, Jakarta – Ketua Umum Nasyiatul Aisyiyah, Dyah Puspitarini mengatakan, beberapa perempuan yang bercadar kini mengalami ketidaknyamanan. “Bahkan beberapa hari lalu ada wanita bercadar naik angkutan umum namun diturunkan. Itu berlebihan,” tutur Dyah, kepada Warta Pilihan, (16/5/2018), di Jakarta.
Atas praduga tersebut, Nasyiatul Aisyiyah hendak mengajak seluruh masyarakat indonesia untuk melakukan gerakan bersama, salah satunya perdamaian anti kekerasan.
“Kami juga mangajak perempuan untuk lebih berhati-hati lagi dalam meahami ajaran yang tidak baik dan tidak benar. Saya tidak mengatakan tentang agama, melainkan ajaran yang baik dan benar. Kami mengajak seluruh masyarakat Indonesia kita harus lebih dalam hal ketahanan keluarga dan masyarakat. Apapun yang dilakukan anak, terpondasi,” pungkas dia.
Diyah merasa, hal ini menjadi suatu peristiwa yang menohok. Pasalnya, terdapat bentuk terorisme model baru, dimana serangan bom dilakukan bersama-sama satu keluarga. “Pendidikan di keluarga mempengaruhi kejadian saat ini. Kami sedang berupaya mendampingi korban terutama anak dari teroris, karena mereka adalah korban,” tukasnya.
Ia menekankan, jangan sampai saling curiga dan mencurigai dan merasa diri lebih baik sehingga anak-anak merasa ketakutan melihat tentara membawa senjata.
“Kami di NA mengajak seluruh organisasi masyarakat, untuk menyerukan dan gerakan bersama melawan teroris. Jangan fobia, kita punya hal asasi menjalankan agama sesuai diyakini.
Ketika ada perempuan bercadar kemudian diturunkan dari angkot, ini pelanggaran HAM. Santri itu juga. Setiap orang cadaran dijauhi, jangan. Mereka punya hak kemana mana, menuntut ilmu dan sebagainya,”
Sementara itu, Divisi Hubungan Kerjasama Internasional PP Pemuda Muhammadiyah, Virgo S Gohardi, ia melihat hal ini sebagai kejadian tragedi kemanusiaan, apapun alasannya ini sudah mengganggu kebebasan keberagaman sekaligus mengganggu nilai keberagaman bangsa.
“Ada satu perhatian yang khusus terkait penanganan terorisme, ketika pemerintah mengatakan Perppu menjadi satu jawaban, saya pikir bukan hanya itu namun perlu kajian yang mendalam. Kami khawatir jika tidak ada penangan serius maka kejadian ini akan terus berulang,” tutur Virgo.
Virgo pun menggarisbawahi satu hal yang menarik, soal apa yang disampaikan kepolisian bahwa terorisme adalah masalah global. “Ini menjadi salah satu yang mengancam kedaulatan negara, mengancam persatuan negara,” tegas dia.
Ia mengatakan, sejak 16 tahun lalu polri memang perlu dievalusi. Pasalnya, ketika Polri mengatakan bahwa ini masalah global, maka TNI harus ikut terlibat pada masalah ini. Karena menurut UU, Polri bertugas memberikan keamanan kepada masyarakat,”
“Kami juga meminta kepada segenap masyarakat tolong jangan jadikan atribut-atribut kami sebagai kecurigaan,” pungkas Virgo.
Eveline Ramadhini/Ahmad Zuhdi