Asal Bukan Islam

by

Oleh M Abbas Aula, Pengurus Pusat Dewan Dakwah

Sistem Demokrasi di hampir semua negeri Islam, sama sekali tidak memihak kepada Islam. Tidak pula memberi ruang gerak sebebas- bebasnya bagi umat Islam untuk dapat merealisasikan aspirasi politiknya secara optimal mencapai puncak kekuasaan.

Belajar dari pemilu yang berlangsung di Aljazair dan Mesir, kemenangan telak FIZ sebagai partai Islam terbesar di Aljazair, dan Ikhwanul Muslimin di tangan Presiden Mursi hasil pemilu yang sangat luar biasa jurdil dan demokratis berakhir sungguh memilukan. Untuk segera ditumbangkan dengan kudeta militer karena kedua partai politik ini dikenal sebagai partai politik Islam yang sangat berpengaruh dalam tubuh umat Islam dengan misi utamanya adalah Islamisasi, dikhawatirkan akan mengusik kepentingan Barat dan hegemoninya di dunia Islam.

Di negeri kita tercinta, untuk menghadapi partai-partai Islam atau partai dukungan umat Islam, cukup melalui penyelenggaraan pemilu dengan seperangkat perundang-undangan dan peraturan lainnya yang disiapkan hingga kecurangan yang terjadi sekalipun dianggap sebagai bahagian dari demokrasi. asal yang menang bukan Islam.

Maka alat bukti secanggih apapun disertai saksi ahli bertaraf internasional sekalipun akan dicari celah untuk mematahkan semua argumen yg dibangun guna membendung kemenangan Islam, yang dikhawatirkan juga mengusik kepentingan dan hegemoni Barat.


Sistem penyelenggaraan pemilu seperti ini lebih mudah diterapkan di negeri kita ketimbang kudeta militer seperti yg terjadi di Mesir dan Aljazair.

Karena itu upaya untuk membawa kasus kecurangan pilpres ke Badan Amnesti Internasional, bisa kandas ditengah jalan jika kepentingan Barat terganggu.

Mountgmary, Orientalis Inggris dalam pernyataannya yang dilansir oleh Harian Time’s London : “Jika ada Pemimpin Islam yang berbicara signifikan tentang Islam, maka kemungkinan besar agama ini muncul sebagai sebuah kekuatan politik terbesar di dunia untuk kesekian kalinya” (al-Hulul al- Mustauradah 11).

WK Smith berkebangsaan Amerika yang ahli dalam urusan dalam negeri Pakistan pernah berkata :

Jika kaum muslimin diberi kemerdekaan di dunia Islam, dan mereka hidup dalam sistem demokrasi murni, Islam akan menang di negri ini (Pakistan). Maka sistem diktator adalah satu-satunya cara untuk membendung lajunya Islam di negri ini.

Selanjutnya Pemimpin Redaksi majalah Time London, dalam artikelnya berjudul “Safar Asia” memberi nasihat kepada Pemerintah Amerika, untuk menciptakan Diktator Militer di negeri-negeri Islam guna mencegah kembalinya Islam menguasai umat Islam. Dengan demikian akan memberi keuntungan bagi dunia Barat dan peradabannya serta melicinkan jalan exspansi imperialisme. (Jundullah, 22)

Lawrence Brown menegaskan :
Semula para pemimpin kami di Barat, sangat khawatir akan bahaya Yahudi, Jepang, dan Komunisme. Tetapi ternyata Yahudi adalah sahabat kami, Komunisme adalah sekutu kami, sedang Jepang adalah sebuah negara demokrasi yg mengandalkan kekuatan negrinya sendiri.
Bahaya sesungguhnya yg kami temukan terdapat dalam Islam dan kemampuan exspansinya dengan militansinya yg dahsyat (At-Tabsyir Wal Isti’mar fi Biladil Arab 184).

Wacana tentang berdirinya sebuah Partai Politik Islam yang baru tentu tidaklah sulit, namun semakin banyak partai yang didirikan, semakin banyak pula pihak yang berkepentingan di dalamnya termasuk pihak yang sedang memegang kendali kekuasaan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi contoh, bahwa jalan yang ditempuh untuk meraih kemenangan Islam adalah Jalan Da’wah.

Pesan Allahu Yarhamhu Buya Natsir (panggilan mulia orang Minang) terasa masih segar dalam ingatan kita: Dulu kita berpolitik untuk Da’wah, kini kita Berda’wah untuk politik.

Salah satu sarana da’wah yang cukup efektif dalam rangka kaderisasi pembangunan umat dan bangsa adalah lembaga pendidikan. Maka lembaga pendidikan semisal Akademi Da’wah dan Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah harus tetap menjadi program unggulan Dewan Da’wah.

Untuk itu, perlu perhatian ekstra dari semua pihak, karena kita ingin menyaksikan lembaga pendidikan semisal STID Moh Natsir pada suatu saat nanti menjadi kebanggaan tersendiri, sehingga bagi mereka yang berkesempatan belajar disana, merasakan sama seperti mereka yang belajar di luar negeri semisal Saudi Arabia, Mesir, Malaysia, Pakistan dll.

Wallahu a’lam bishshawaab.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *