Alumni BEM Perguruan Tinggi lintas generasi mengecam tindakan represif aparat kepolisian dan menuntut pembebasan aktivis mahasiswa.
Wartapilihan.com, Jakarta –Aksi demonstrasi yang dilakukan oleh rekan-rekan BEM Seluruh Indonesia beberapa hari lalu sebagai sarana kebebasan berpendapat dan bentuk kontrol yang positif untuk mengevaluasi pemerintahan Jokowi-JK, dicederai oleh tindakan represif aparat kepolisian yang merusak nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia.
“Apapun alasannya, tindakan represif aparat Kepolisian terhadap aktivis yang menyuarakan aspirasi di muka publik, sebagai pelaksanaan kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 merupakan tindakan yang mencederai nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia,” ujar Alumni BEM UI Ali Abdillah kepada wartawan di Kampus UI, Salemba, Jakarta Pusat, Jumat (27/10).
Selain dijamin oleh UUD 1945, lanjut Ali, kebebasan menyampaikan pendapat juga dijamin sebagai hak yang berlaku secara global, dan Indonesia juga sudah meratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik yang dituangkan dalam UU No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik).
“Tindakan represif aparat yang berlebihan dalam menangani aksi mahasiswa dan dengan sangat cepat menetapkan status tersangka terhadap aktivis mahasiswa merupakan cermin ketidakadilan hukum yang dipertontonkan secara nyata oleh Kepolisian,” tegas Ali seraya mengatakan disaat banyak kasus lainnya, kepolisian tidak dengan segera menentukan status seseorang menjadi tersangka.
“Sebab, bukan tidak mungkin bangsa ini kembali masuk dalam gua gelap otoritarianisme, jika negara dan aparatnya gelap mata dan abai dalam menjalankan amanah reformasi!,” imbuhnya.
Alumni aktivis BEM ITB Herry mengatakan, sikap dan kebijakan yang dilakukan pemerintah hari ini menurut peribahasa adalah buruk muka cermin dibelah. Jokowi yang selalu mengusung isu HAM saat kampanye tahun 2014 silam, tetapi justru menutup kran-kran demokrasi dan bersikap otoriter terhadap rakyat.
“Anda (Jokowi) boleh tidak takut dari catatan wartawan, tapi Anda harus takut kepada sejarawan, karena Anda dicatat dalam sejarah sebagai pemerintah terburuk,” tegas Herry.
Senada hal itu, Alumni BEM UI Ahmad Fathul Bari menuturkan, narasi yang dibangun pemerintah mengenai kebhinekaan, ternyata dicederai sendiri oleh pihak kepolisian dalam aksi mahasiswa. Aksi yang dilakukan mahasiswa, kata dia, bukan tindakan kriminal. Namun kepolisian menahan dua mahasiswa dengan alasan melanggar Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 9 Tahun 2008 yang menjelaskan batas penyampaian aspirasi sampai pukul 18.00.
“Justru mereka (mahasiswa) entitas yang memberikan kritik konstruktif dan kontrol pemerintah. Apapun yang dilakukan aparat dengan alasan apapun, ini sebaga early warning kepolisian yang tidak bisa seenaknya memperlakukan Adik-Adik kita yang mnyampaikan aspirasi,” tandasnya.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono menjelaskan, pihaknya hingga saat ini belum menerima surat penangguhan penahanan dari pihak keluarga atau elemen mahasiswa BEM SI. Hal itu, kata dia, diperbolehkan dalam Undang-Undang dan nantinya diteruskan kepada penyidik.
“Pemeriksaan sudah dilakukan ya, segera mungkin untuk melengkapi berkas perkara. Saat ini kami masih mendalami apakah ada pihak lain yang terlibat sebagai dalang dalam aksi tersebut. Kalau sudah diperiksa semua, gelar perkara sudah selesai, kita akan kirim ke Kejaksaan ya,” ucap Argo.
Sebagai informasi, Alumni BEM Perguruan Tinggi Lintas Generasi dan BEM SI akan terus menggelorakan aksi di beberapa daerah dan mengajukan pra peradilan atas penetapan tersangka Ihsan Munawar dari STEI SEBI dan Ardi Sutrisbi mahasiswa IPB. Adapun dalam tahap penyidikan yaitu Panji Laksono dari IPB dan Wildan Wahyu Nugroho dari UNS.
Ahmad Zuhdi
One thought on “Aparat Mempertontonkan Ketidakadilan”