Relasi patron klient dalam politik sudah bukan barang baru, akibatnya kebijakan yang dibuat sesuai dengan selera patron tersebut
Wartapilihan.com, Jakarta – Korupsi berjamaah yang terjadi di mana-mana merupakan bukti bahwa praktek-praktek plutokratisme yang terjadi di Indonesia sudah sangat parah. Plutokratisme adalah sistem ketika duit dan orang-orang berduit menentukan segalanya. Atau singkatnya, kedaulatan politik (nilai) telah digantikan dengan kedaulatan uang atau kedaulatan modal. Demikian disampaikan oleh aktivis Gerakan Mahasiswa 77/78 dalam sebuah diskusi di Bandung.
“Persoalan Indonesia sebenarnya bukan bagaimana Pancasila harus dipahami, tetapi adanya fenomena plutokrasi, yakni para pemilik modal bisa seenaknya menentukan seluruh sendi-sendi kehidupan dalam masyarakat”, kata S Indro Tjahyono mantan Ketua Dewan Mahasiswa ITB.
Sebagai contoh, lanjut Tjahyono, saat ini untuk mendapatkan jabatan strategis dalam struktur pemerintahan, orang harus mengeluarkan uang. Di lain pihak, mereka yang punya uang bisa memesan undang-undang dan kebijakan pemerintah yang menguntungkan mereka.
“Jual-beli vonis pengadilan yang merebak akhir-akhir ini adalah contoh yang aktual. Miliaran rupiah harus dikeluarkan untuk mengarahkan vonis akhir perkara di lembaga peradilan”, ujar Tjahyono.
Salah satu pembicara lain, Syafril Sofyan mantan aktivis Dewan Mahasiswa ITT, mengusulkan agar partai-partai politik didanai oleh anggaran negara, sehingga mereka tidak menjadi budak para pemburu rente. Sedangkan Indra Adil mantan pengurus Dewan Mahasiswa IPB juga menambahkan bahwa pllutokratisme merupakan disain internasional, karena melalui uang yang bersifat universal negara asing bisa melakukan subversi dan intervensi terhadap kedaulatan negara lain.
Salah satu agenda yang diusulkan oleh mantan aktivis Gerakan Mahasiswa 77/78 adalah membangun peradaban baru yang lebih berorientasi pada sejarah dan budaya Indonesia yang mengutamakan nilai-nilai dan musyawarah dalam memecahkan persoalan kehidupan.
Hal itu bisa terwujud jika ada kepemimpinan nasional yang mampu memberi teladan tentang pentingnya nilai daripada pragmatisme dan menghilangkan mentalitas instan di kalangan anak-anak muda.
Diskusi yang dihadiri oleh mantan aktivis Dewan Mahasiswa dari kampus di Jakarta, Bogor, Bandung, Yogya, dan Surabaya juga sepakat bahwa plutokratisme ini telah menyingkirkan putera-puteri terbaik bangsa yang sebenarnya lebih pantas menempati jabatan-jabatan strategis. Namun barangkali mereka akan berseberangan dengan kepentingan pemilik modal yang menjadikan negara sebagai alat produksinya.
[Satya Wira]