Alwi Alatas: Pemerintah Segera Evaluasi Pembangunan Ekonomi

by
Para interdisiplin memberikan pandangan tentang wajah ekonomi bangsa Indonesia di Gedung DPP PKS, Jakarta, Selasa (7/11).

Dia melihat, masyarakat Indonesia tidak hanya cukup mendorong Pemerintah memberikan kebijakan yang berpihak, tetapi juga perlu peningkatan kapasitas dan kapabilitas SDM agar siap menghadapi tantangan.

Wartapilihan.com, Jakarta – Pembangunan ekonomi bangsa Indonesia hari ini tidak dapat dipisahkan dari sejarah bangsa Indonesia yang mengalami penjajahan kolonialisme Belanda. Dominasi tersebut hingga kini masih dirasakan dalam berbagai sektor. Hal itu disampaikan Peneliti Disertasi Ekonomi Pribumi Syed Alwi Hasan Alatas dalam sebuah diskusi di Kantor DPP PKS, Jakarta, Selasa (7/11).

Secara umum, kata Alwi, akselerasi pembangunan ekonomi di Malaysia lebih cepat dibandingkan Indonesia. Faktor kesenjangan menjadi dorongan Warga Negara Indonesia menjadi pekerja di Negara serumpun Melayu itu.

“Mulai dari buruh kasar, sampai di bidang Pendidikan seperti dosen. Saya melihat hal itu terjadi karena keberpihakan kebijakan pemerintah (Indonesia), tingkat kesulitan yang kompleks, SDM lebih banyak, dan keragaman suku. Di Malaysia mungkin kebijakan ekonominya lebih baik saya kira,” ujar kandidat Doktor dari jurusan Sejarah dan Peradaban Universiti Islam Antarabangsa Malaysia itu kepada Wartapilihan.com.

Menurut dia, meskipun kebijakan Pemerintah Malaysia terlihat rasis dengan memprioritaskan suku Melayu, hal itu karena keberhasilan ekonomi masyarakat non Melayu lebih dominan. Sayangnya, kebijakan pemerintah Malaysia tidak secara utuh memberikan keleluasaan khusus kepada masyarakat pribumi.

“Mungkin masyarakatnya merasa agak berat, berbeda dengan di Indonesia. Di Indonesia ini, dari dulu biasa ditinggal pemerintah. Sebab, sejak dulu sudah ada Ormas (organisasi masyarakat) yang sudah mandiri sebelum kemerdekaan. Jadi kemampuan survive-nya cukup baik,” sambung Alwi.

Dia menilai kebijakan ekonomi pemerintah yang tepat terhadap rakyat dan kemampuan level grass root dalam melakukan empowering (pemberdayaan merupakan langkah tepat untuk mengejar rasio gini. Sumber Daya Alam (SDA) yang sangat besar di Indonesia, jelas Alwi, bukan menjadi alasan untuk berpuas diri menentukan keberhasilan.

“Kita perlu kemampuan untuk menguasai teknologi dan meningkatkan knowledge (pengetahuan), sehingga potensi (SDA) ini menjadi sesuatu yang nilainya jauh lebih tinggi. Sayangnya, kita terlalu terbuai dengan kekayaan alam. Padahal kekayaannya mentah,” tuturnya.

Selain itu, Alwi melihat hegemoni Cina dalam sektor ekonomi Indonesia sebagai sebuah tantangan dan ancaman. Di satu sisi, kata dia, masyarakat Cina dapat mencapai kesuksesan karena mewarisi nilai-nilai luhur (value) dari Orang Tua mereka.

“Artinya ada hal-hal positif yang bisa mereka capai. Tetapi kita tidak bisa menutup mata, kita perlu belajar pada tingkat tertentu. Namun, perlu digarisbawahi, mereka mendapatkan keuntungan kebijakan dari Kolonial yang tidak didapatkan pribumi,” tegasnya.

Alwi berharap, pemerintah Indonesia dapat memperhatikan dan memprioritaskan kebijakan Pemerintah yang berpihak dengan baik terhadap rakyatnya. Ketimpangan ekonomi yang sangat besar, simpulnya, akan menimbulkan kerugian-kerugian di masa yang akan datang apabila tidak di evaluasi.

“Ini (ketimpangan ekonomi) bisa menjadi ancaman kedua pihak. Dampaknya bukan saja masyarakat pribumi. Pemerintah harus memiliki upaya untuk memperbaiki,” pungkasnya.

Ahmad Zuhdi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *