DPR RI saat ini sedang membahas perkembangan Rancangan Undang-Undang (RUU) Miras. Dari sepuluh fraksi di DPR, delapan fraksi menyetujui minuman keras dijual bebas di warung-warung. Hal itu disampaikan Ketua MPR RI Zulkifli Hasan di Kampus Universitas Muhammadiyah Surabaya, Mulyorejo, Surabaya, Jawa Timur.
Wartapilihan.com, Jakarta –Sudah delapan partai yang setuju (miras dijual di warung-warung), mudah-mudahan berubah. Enggak tahu saya (partai apa saja yang menyetujui) yang pasti PAN nolak. Yang lain urusan partai lain,” tutur Zulkifli.
Merespon hal itu, Front Pembela Islam memberikan keterangan minuman beralkohol dari berbagai sudut pandang. Pertama, berdasarkan ajaran Islam. Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits Jika seorang muslim dan mukmin saja dilarang meminum miras, apalagi memproduksi dan menjualnya.
Hal itu digambarkan Allah SWT dalam beberapa surat di Al-Qur’an dan keterangan Hadit. Diantaranya Al-Baqarah ayat 219, An-Nisa 43, Al-Maidah 90 dan Hadits riwayat Thabrani, Ad-Daraquthni dan Muslim dihasankan oleh Al-Albani.
“Oleh karena itu, seluruh peraturan perundang-undangan, baik berupa UU (undang-undang), PP (peraturan pemerintah), Perpres (peraturan presiden), Keppres (Keputusan Presiden), Permen (Peraturan Menteri) maupun Perda (peraturan daerah) harus mengatur pelarangan total terhadap minuman beralkohol,” ujar Ketua Umum FPI Shabri Lubis kepada Wartapilihan.com, Senin (22/1).
Kedua, menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar nNegara Republik Indonesia tahun 1945, alkohol dibagi menjadi tiga jenis. Yaitu golongan A dengan kadar ethanol satu persen sampai lima persen, golongan B kadar ethanol lebih dari lima persen sampai dua puluh persen dan golongan C kadar ethanol dua puluh persen sampai lima puluh persen.
“Artinya, klasifikasi jenis minuman beralkohol sangat bertentangan dengan nilai religi yang terkandung didalam Pancasila dan UUD tahun 1945, karena tidak satupun agama di Indonesia membolehkan atau menghalalkan Minol,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Shabri menjelaskan selain agama Islam juga menolak Minol. Menurut ajaran Kristen hal itu terdapat dalam Efesus pasal 5 ayat 18, Amsal pasal 23 ayat 21 a dan Korintus padal 5 ayat 11. Dalam ajaran Budha, terdapat 5 larangan atau five moral principle Pancasila, salah satunya mengenai Minol atau miras. Sedangkan dalam ajaran Hindu, hal itu tertuang di dalam Bhagavata Purana (I. 17. 38-39) mengenai mata rantai kegiatan mabuk-mabukan yang disebut Sura.
“Dari segi kesehatan, ada pengaruh dalam jangka pendek ada pengaruh dalam jangka panjang. Pengguna alkohol dalam jangka panjang dapat terancam masalah kesehatan yang serius seperti radang usus, penyakit liver dan kerusakan otak,” paparnya.
Dalam perspektif ekonomi, kata Shabri, nilai juga yang diperoleh tidak signifikan bagi pendapatan negara namun signifikan menambah kerusakan. “Dalam sejarah penerimaan Bea Cukai, MMEA hanya berkontribusi 0,4% dari total penerimaan atau tidak sebesar pendapatan cukai rokok. Hal ini tercermin dari komposisi MMEA di penerimaan Bea Cukai yang tetap di Kisaran angka itu meski tahun 2010 CMMEA MMEA,” seperti dikatakan Direktur Informasi Kepabeanan dan Cukai Direktorat Jenderal Bea Cukai.
“Apabila kita bandingkan APBN beberapa negara seperti Amerika Serikat, Inggris dan Thailand, maka ketiga negara tersebut mengalokasikan anggaran yang cukup besar dari APBN mereka masing-masing untuk penanggulangan ketergantungan alkohol. Artinya, jauh lebih besar pengeluaran untuk penanggulangan daripada pendapatan yang dihasilkan dari cukai,” tegas Shabri.
Diketahui, pada tahun 2006, biaya penanggulangan alkohol Amerika mencapai 9,2% dari pendapatan nasional. Sedangkan Thailand 11,6% dan Inggris pada tahun 2010 sebesar 3,9%.
Kepala Biro Operasi Polda Metro Jaya pada tahun 2011 mencatat, korban pemerkosaan sebagian besar karena miras. Sejak Januari hingga September 2011 tercatat 40 kasus terjadi.
Dari aspek pariwisata, Indonesia berada di bawah Brunei Darussalam Malaysia dan Singapura. Dengan demikian, untuk menarik wisatawan asing datang ke Indonesia bukan dengan insentif minuman beralkohol, yaitu dengan menyediakan fasilitas maksiat bagi wisatawan yang berkunjung ke Indonesia. Faktor yang menarik wisatawan harus diletakkan pada aspek manajemen (pengelolaan) kawasan tujuan wisata dan promosi tentang keunikan wisata Indonesia.
“Bukan kedaulatan yang harus digadaikan demi wisatawan, tapi wisatawan wajib menghormati nilai religius dan kedaulatan negara tempat mereka berkunjung,” tandasnya.
Sebab itu, FPI meminta DPR bersama pemerintah melarang total produksi, distribusi, penjualan maupun konsumsi minol di seluruh wilayah Indonesia. “Kami meminta dengan tegas kepada DPR RI untuk tidak memberi ruang bagi peredaran minuman beralkohol golongan apapun,” tutupnya.
Ahmad Zuhdi