Peran Tazkiyatun Nafs dalam Mendidik Anak

by
foto:https://hirangputihhabang.files.wordpress.com

Tazkiyatun nafs atau yang sering disebut penyucian jiwa bagi para orangtua adalah hal yang sangat penting untuk mendidik generasi gemilang.

Wartapilihan.com, Jakarta – Harry Santosa selaku pakar parenting menjabarkan langkah-langkah kongkrit dalam melakukan tazkiyatun nafs ini.

Harry menjelaskan, Tazkiyatun Nafs merupakan upaya mensucikan jiwa dengan mengembalikan fitrah manusia sehingga teraktualisasi menjadi semakin mulia dalam kehidupan serta tidak terkubur atau tersimpangkan.

Ia pun menjelaskan urgensi tazkiyatun nafs bagi orangtua. Menurut dia, mendidik anak pada hakekatnya merawat, menumbuhkan dan membangkitkan fitrah anak anak kita dan memandunya dengan Kitabullah.

“Maka fitrah anak yang masih baik, hanya dapat berinteraksi maksimal dengan fitrah orangtua yang juga baik. Fitrah orangtua yang telah menyimpang cenderung tidak mampu mendidik fitrah anak anaknya dan juga sulit menjadikan Kitabullah untuk memandu fitrah keduanya,” tutur Harry, dalam Facebook pribadinya, Senin, (22/1/2018).

Ia menekankan, tazkiyatun nafs ini penting untuk mengikis penyakit hati para orangtua dalam mendidik fitrah anak-anaknya. Ia menjelaskan, penyakit hati ini diantaranya adalah tidak yakin pada pertolongan Allah dalam mendidik anak, tidak yakin Allah telah menginstal fitrah yang baik dalam dirinya maupun diri anak anaknya, tidak yakin Allah telah mencurahkan begitu banyak hikmah pendidikan dalam dirinya.

“Sehingga menyebabkan ketidakshabaran, ketidaksyukuran, galau, hasad, obsesif, riya, suka membanding bandingkan anak, berburuk sangka pada anak, zhalim pada anak, lalai, kecanduan menitipkan anak,sering galau dan risau, sulit memaafkan masa lalu, kurang rileks dan kurang optimis dan seterusnya,” lanjutnya.

Maka, setidaknya ada lima langkah untuk melakukan tazkiyatun nafs. Pertama, dengan langkah mu’ahadah. Mu’ahadah ia merenungkan kembali maksud dan tujuan penciptaan, janji dan misi serta tujuan pernikahan termasuk amanah sebagai orangtua untuk mendidik anak anaknya, dan melanjutkan kebaikan kebaikan orangtua terdahulu.

“Kemudian menetapkan dan menguatkan kembali janji, misi atau peran pernikahan juga peran keayahbundaan dalam konteks dan maksud Allah menghadirkan kita di dunia dan dalam konteks kehadiran kita di dunia untuk menebar manfaat dan rahmat sebanyak banyaknya bagi manusia,” imbuhnya.

Langkah yang kedua, yakni Muroqobah atau Muroqobatullah, yaitu mendekat kepada Allah dengan amal amal yang mendekatkan jiwa kita kepadaNya. “Mendekat kepada Allah agar semakin meyakini dan merasakan serta menyadari kehadiranNya dalam membersamai anak anak kita,”

“Agar kita selalu mengandalkan Allah dalam mendidik anak anak kita, bahwa Allah itu aktif dan tidak pasif. Kedekatan kepada Allah akan memberikan Qoulan Sadida, yaitu ucapan dan tutur yang berkesan mendalam pada jiwa ananda, idea yang bernas dan menginspirasi hebat gairah fitrah ananda, hati dan perasaan, nurani, intuisi yang tajam yang mampu membaca ayat ayat Allah dalam diri ananda termasuk tanda tanda bahagia dan sedih dalam diri ananda, serta perilaku dan sikap yang layak diteladani,” papar dia.

Adapun langkah ketiga yaitu muhasabah,
yakni mengevaluasi diri, mana di antara semua aspek fitrah orangtua yang cidera, terkubur atau tersimpangkan sehingga menghambat perjalanan orangtua, termasuk proses mendidik.

Ia mengatakan, fitrah yang tak tumbuh baik akan nampak pada ghairah atau ghirah atau antusiasme dalam keseharian mendidik bahkan dalam keseluruhan kehidupan. Ia menyarankan untuk melakukan observasi dan refleksi pada setiap aspek fitrah pada diri dan upayakan program untuk secara bertahap mengembalikannya.

“Programnya adalah program yang sederhana dan fokus pada kebaikan dan memaafkan masa lalu serta mengambil hikmah yang banyak atas segala sesuatu yang Allah telah takdirkan terjadi,” tukas Harry.

Sedangkan langkah keempat, yakni Mu’aqobah, yaitu memberi sangsi atas kelalaian atau kelebaian dalam mendidik anak. Sangsi atau Iqob itu bukan hukuman namun peringatan atau konsekuensi yang positif dan berkesan agar tidak mengulang kembali. Iqob ini sebaiknya tidak membuat hati semakin keras dan menjauh.

“Kelima, melakukan Mujahadah, yaitu bersungguh sungguh menjalani semua janji dan komitmen serta tak putus membangun kedekatan dengan Allah sambil mengevaluasi terus menerus,” pungkas Harry.

 

Eveline Ramadhini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *