Dalam al-Qur’an, kata ‘Azhim, muncul sebanyak seratus kali. Kata ini maksudnya, secara materi, adalah agung karena panjang, lebar, tingginya, atau hal lain yang bisa diverifikasi oleh indera, yang dianggap besar. Bila dikaitkan kepada Allah, bisa dipahami bahwa keagungan Allah itu melebihi keagungan yang agung. Keagungan makhluk bersumber dari keagungan-Nya.
Wartapilihan.com, Jakarta – Keagungan Allah itu langgeng, mutlak, tak bertepi, dan tidak bisa diverifikasi manusia. Seperti itulah yang dijelaskan oleh Dr. Syamsul Yakin, MA, pengasuh pondok pesantren Madinatul Qur’an Indonesia. Ia menjelaskan, dalam al-Qur’an, kata ‘Azhim yang merujuk sebagai sifat Allah, selain berdiri sendiri, ada juga yang berangkaian dengan sifat lainnya, seperti al-‘Aliy (Yang Maha Tinggi).
“Sesungguhnya setiap detik dalam kehidupan manusia adalah momen alam semesta. Momen itu tak pernah terulangi, apalagi kembali. Sebagai “jagat kecil”, manusia senantiasa berpelukan dengan “sang jagat besar”, yakni alam semesta yang besarnya tiada tara,” ungkap Syamsul, di Depok, dalam seri Asmaul Husna, hari ini, (5/7).
Dosen UIN Syarif Hidayatullah ini menegaskan, manusia boleh melempar tanya, keagungan manusia yang membuat terlena atau kebesaran alam semesta yang di luar akal manusia, siapakah yang berkuasa mengaturnya, menggerakkannya, dan bahkan, kelak, berkuasa menghancurkannya? Dialah Allah Yang Maha Agung.
Ia menerangkan, kekuasaan Allah meliputi langit dan bumi, seperti yang diinformasikan al-Qur’an, “Kursi Allah meliputi langit dan bumi, Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi dan Maha Besar” (QS. al-Baqarah/2: 225). “Kekuasaannyalah apa yang ada di langit dan dan apa yang ada di bumi. Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha Besar” (QS. al-Syura/42:4). “Maka, bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Maha Besar” (QS. al-Waqi’ah/56: 14).
“Seperti apa luas alam semesta? Manusia tak kuasa menjawabnya. Manusia hanya beroleh sejumput berita. Yakni, di dalam sistem tata surya dikenal ada Galaksi (gugusan bintang) Bimasakti yang terdiri dari sekitar 200 miliar bintang. Bintang adalah benda langit yang bercahaya. Jadi bumi sendiri belum dihitung, karena bukan bintang,” jelasnya.
Ia menambahkan, hal ini baru gugusan bintang yang dinamai Bimasakti. Padahal di luar Bimasakti, masih terdapat bermiliar-miliar galaksi. Dan diperkirakan terdapat 1.000 triliun planet dan bintang. Semua Allah atur dan berjalan sesuai orbitnya dengan kecepatan kira-kira 65.000 kilometer per detik
Ia pun bertanya, di mana semua benda langit itu Allah tempatkan? Padahal benda-benda langit itu sangat besar, bahkan ada yang besarnya ribuan kali dari matahari dan jarak di antara benda-benda langit luar biasa jauhnya. Manusia beroleh berita, ada benda langit yang jaraknya dari bumi jutaan tahun cahaya. Padahal satu tahun kecepatan cahaya saja adalah sekitar 9.416 miliar kilometer atau setara dengan 10.000 tahun. Bagaimana dengan jarak jutaan tahun cahaya?
“Sungguh, Allah Maha Agung. Dan manusia begitu kecil, begitu kerdil. Tapi manusia tidak tahu atau pura-pura tidak tahu kekerdilan dan kekecilannya,” ia mengungkapkan.
Penduduk bumi yang saat ini berjumlah lebih dari enam miliar, semua di bawah kekuasaan-Nya. Setiap detik Allah memberi kehidupan, kesehatan, kemampuan berpikir, dan membuat darah tetap mengalir karena disemprotkan jantung. Bayangkan, dengan keagungan Allah, jantung berdenyut 70 kali semenit atau setara dengan 100 ribu kali selama 24 jam. Kerja jantung tak pernah berhenti sejak manusia berusia 4 minggu di rahim ibu. Sejak saat itu, jantung terus-menerus memompa darah sebanyak 5 liter per menit atau setara dengan 1,5 juta gallon selama setahun.
Enam miliar lebih penduduk bumi mendapat perlakuan yang sama. Tentu karena Rahman dan Rahim Allah. Semua diberi makan dan minum. Bayangkan berapa piring makanan yang Allah sediakan untuk memberi makan manusia dalam sehari? Minimal dua belas miliar piring makanan, bila sehari dua kali makan. Belum lagi, berapa miliar liter air yang harus disiapkan Allah untuk memberi minum manusia, baik yang bertakwa atau durjana? Sungguh, manusia memang hina-dina di hadapan Allah, kecuali mereka yang berselendangkan iman dan berbalutkan pakaian takwa.
Ia menuturkan, di kala duka, manusia rajin berkeluh kesah dan berpesta-pora ketika jaya. Ketika malapetaka menyergap, hal itu dianggap sebagai kemurkaan dariNya. “Padahal, apa susahnya kalau itu dipahami sebagai ekspresi kasih sayang Allah sehingga manusia bertobat dan memanjatkan doa,” ia mengatakan.
Ia pun membeberkan suatu doa yang diajarkan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wa Sallam, doa di kala susah, menderita, tertimpa bencana. Yakni, dengan mengagungkan Nama-Nya: “Tiada Tuhan selain Allah, yang Maha Besar dan Maha Penyayang. Tiada Tuhan selain Allah, Tuhan Arsy yang Agung. Tiada Tuhan selain Allah: Tuhan langit dan bumi, Pemilik Arsy yang Agung”. (HR. Bukhari-Muslim).
Ia berharap, manusia sebagai abdi di muka bumi dapat merepresentasikan sifat Allah yang Maha Agung. “Semoga kita menjadi hamba Allah Yang Maha Agung atau Abd al-‘Azhim. Yakni, hamba yang Allah perlihatkan keagungan-Nya yang paripurna,” tandasnya. ||
Eveline Ramadhini