Merdeka
Fajar yang terbit dari doa
mereka hunus senjata demi negara
Mengusir para penjajah
Merdeka
Karena hidup harus mulia
mereka berperang pantang menyerah
Menaklukan para penjajah
Merdeka
Karena hidup adalah karunia
Keadilan harus tegak
Dan kesejahteraan adalah hak
Merdeka
Karena hakikat manusia adalah cinta
Segala kezoliman dan penindasan
Harus lenyab dinegeri kita
(Abrory A Djabbar, 2017)
Wartapilihan.com, Jakarta —Di belakang rumah, tembok-tembok itu dipenuhi puisi-puisi yang dilukis dengan cat. Di belakang rumah, terjejer bangku-bangku untuk duduk yang di tengahnya terletak panggung yang tak tinggi. Di sekitar panggung yang rendah itu, banyak lukisan yang dipajang. Dua bendera merah putih menjulang di tengahnya.
Acara sudah dimulai. Kala itu, sekitar pukul 20.00 WIB. Abrory, yang telah mengundang banyak sekali pembaca puisi dan juga para pemusik, ia ke panggung. Memberi sambutan hangat pada para hadirin yang baru saja hadir. Ia berkata, tentang malam-malam menjelang hari merdeka. Berkata, tentang para ulama yang berjuang menumpahkan darahnya untuk apa yang dinikmati oleh kita hingga saat ini.
“Mereka (para ulama) memilih untuk merdeka. Tanpa pilihan mereka yang penuh kesadaran bangsa kita akan terjajah. Bayangkan, mereka ikhlas, beliau mengorbankan dirinya untuk memerdekakan Republik Indonesia. Dengan jiwa, raga dengan harta,” ungkap Abrory, di Pondok Indah, Rabu malam (16/8/2017).
“Tahun 1945 di Surabaya KH Asy’ari, KH Abdullah Abbas perang melawan Belanda. Yang memerdekakan adalah para saat itu ulama. Ulama yang membunuh jenderal Mallaby. Tanpa pahlawan seperti mereka, kita tidak akan seperti ini,” lanjutnya.
Sastrawan sekaligus pengacara ini menuturkan, bangsa Indonesia tidak boleh berhenti dan harus terus-menerus melakukan pergerakan agar tak dikuasai bangsa lain. “Kita bangsa Indonesia enggak boleh berhenti. Harus bergerak, movement terus dalam pergerakan. Karena air yang tidak bergerak, akan rusak dia. Badan tidak digerakkan dia jadi lemah. Semua harus digerakkan, harus berlatih. Kalau tidak kreatif, bangsa kita akan dikuasai oleh bangsa lain,” ujar Abrory.
“Mari kita bersyukur. Bersyukur artinya melanjutkan cita-cita bangsa. Sebagai bentuk kesyukuran, kita berdoa untuk para pahlawan kita,” paparnya.
Sastrawan sendiri, menurut Abrory memiliki peran yang besar bagi bangsa. Tetapi ia menekankan, syair-syair yang dibuat mesti ditujukan untuk menegakkan agama Allah, bukan yang lain. “Niatnya harus ke Allah dulu, menegakkan agama Allah. Kalau syair kita melalaikan kita dari mengingat Allah, alangkah sia-sia hidup kita,” imbuhnya.
Sebagai pelanjut kemerdekaan, Abrory berpesan kepada para mahasiswa agar jangan menjadi manusia yang lemah dan bekerja dengan giat. “Coba kalau deket duduk orang cina dan India. Jam 4 subuh sudah bangun, padahal gak shalat subuh. Bekerja tanpa lelah mereka. Kalau belajar orang cina luar biasa. Karena itu, saya tujukan ini untuk mahasiswa, marilah dengan 72 tahun Indonesia merdeka ini jangan mau lagi kita jadi orang terbelakang maupun tertindas,” tandas Abrory.
“Waspadalah dengan waktu. Semoga Allah memberikan kita kesadaran, dengan 72 tahun ini makin jaya. Makin berdaulat,” pungkasnya.
Eveline Ramadhini