Abdul Muta’ali: Trump Hutang Budi pada Zionis

by
Dr. Abdul Muta'ali. Foto: Hidayatullah.com

Wartapilihan.com, Depok – Pekan lalu, Rabu (15/2), Presiden Amerika Donald Trump bertemu dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Gedung Putih menjadi saksi pertemuan mereka yang salah satu agendanya adalah membahas solusi dua negara untuk Palestina-Israel.

Trump yang dilantik Januari 2017 lalu membuat pernyataan pragmatis mengenai solusi dua negara. Ia mengatakan, ia menantikan adanya dua negara atau satu negara. Bahkan, ia berkata, “Saya bisa menerima salah satunya.”

Sikap Trump yang sempat menarik perhatian mata dunia adalah rencananya untuk memindahkan Kedutaan Amerika Serikat dari Tel Aviv ke Yerusalem. Wacana ini bergulir dan termasuk ke dalam janjinya pada kampanye pemilihan. Namun, suara-suara kecaman membuat niat Trump itu urung dilakukan.

Sean Spicer, juru bicara Trump, mengatakan, rencana pemindahan kantor Kedutaan Amerika ke Yerusalem masih sebuah wacana, seperti dilansir Reuters (23/1).

Setidaknya, solusi dua negara untuk Palestina-Israel dan campur tangan Amerika untuk perdamaian Timur Tengah perlu mendapat perhatian pasca-pertemuan Trump dan Netanyahu pekan lalu.

Selasa (21/2) pagi menjelang siang, Warta Pilihan berkesempatan berbincang dengan Dr. Abdul Mu’taali, pria ramah dan murah senyum yang juga menjabat sebagai direktur Pusat Kajian Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia (PKTTI-UI).

Di ruang Sekretariat Masjid Ukhuwah Islamiah, Kampus UI Depok, Warta Pilihan diterima dengan hangat untuk mewawancarainya di tengah cuaca Depok yang dari subuh hari diguyur hujan.

Amerika Serikat dan Donald Trump

Amerika Serikat, menurut Muta’ali, mengalami defisit karena penyelesaian konflik Timur Tengah selama sepuluh tahun di bawah kepemimpinan Obama yang cenderung normatif. Riset PKTTI menyebutkan, keberhasilan Obama hanya empat puluh persen dalam penyelesaian konflik Timur Tengah.

Di satu sisi, lanjut Muta’ali, devisa Amerika Serikat tergerus karena sibuk “menghancurkan negara di Timur Tengah”. Di sisi yang lain, Tiongkok dapat tampil dengan perekonomian yang tumbuh pesat.

Karena itu, Donald Trump dalam kampanyenya berpikir sangat pragmatis. Donald Trump memberikan pilihan kepada masyarakat Amerika untuk membuat “Amerika bangkit kembali.”

“Masyarakat Amerika dibangun infrastruktur pemikirannya oleh Donald Trump untuk berpikir pragmatis. Apakah kita (Amerika) akan melanjutkan rezim seperti ini, hanya dielu-elukan sebagai rujukan HAM dan demokrasi, tetapi sebetulnya secara domestik Amerika sangat rugi,” terang dosen Program Studi Arab, FIB UI dan Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam UI (PSKTTI-UI) ini.

Lebih lanjut, pria kelahiran 1980 di Karawang ini mengatakan, dengan tawaran-tawaran pragmatis yang di berikan oleh Trump, masyarakat Amerika ada yang berang, tetapi juga ada yang “tersadarkan”. Ternyata, Trump dapat memenangkan pemilihan walaupun menurut survei Hillary Clinton selalu memimpin.

Muta’ali menyebutkan bahwa kemenangan Trump menandakan dua hal. Pertama, kondisi Amerika Serikat sangat dilematis. Apakah Amerika akan tetap membangun jargon sebagai rujukan HAM dan demokrasi atau Amerika perlu menjaga keamanan nasional (national security). Hasilnya, masyarakat Amerika lebih mementingkan pribadinya dan bersikap pragmatis.

Kedua, kemenangan Trump juga merupakan andil dari lobi-lobi Yahudi. Menurut Muta’ali, Yahudi memainkan peran yang “sangat cantik” untuk hal ini.

“Tidak ada ‘makan siang gratis’. Tujuh puluh persen elit politik yang punya sumber kekuasaan yang dimainkan oleh media, intelejen, juga ekonomi yang dipegang oleh lobi-lobi Yahudi. Sebetulnya Yahudi memainkan peran sangat cantik sekali, sangat elok sekali, dalam kampanye yang seolah-olah mendukung Hillary Clinton, tetapi sebetulnya silent majority bermain di bilik suara. Tidak ada ‘makan siang gratis’,” ucapnya penuh antusias.

Hubungan Amerika dan Israel

Keuntungan dari terpilihnya Trump bagi Yahudi, terutama Israel, adalah kebijakan yang menguntungkan negara zionis tersebut.

Muta’ali beberapa kali mengatakan bahwa “tidak ada makan siang gratis”. Beberapa saat setelah pelantikannya, Trump mengusulkan untuk membuat UU yang memungkinkan pemindahan kantor Kedutaan Amerika Serikat dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Lebih lanjut, Muta’ali mengatakan bahwa pemindahan kantor Kedutaan Besar ke Yerusalem dapat diartikan sebagai pengakuan bahwa Yerusalem adalah ibukota Israel.

“Selepas pelantikan, kurang dari sepuluh jam, ia (Trump) mengatakan, embassy Amerika akan kami pindahkan dari Tel Aviv ke Yerusalem. Apa artinya? Artinya bahwa Yerusalem adalah ibukota Israel. Padahal saat ini, Yerusalem adalah kota internasional, tidak dimiliki oleh Israel maupun Palestina,” ungkap penulis buku Kontribusi Islam terhadap Pemikiran Politik Barat ini.

Dengan begitu, Amerika Serikat seratus persen mendukung Israel menjadi negara merdeka, sedangkan bagi Palestina hal tersebut bisa menjadi mimpi buruk, imbuhnya. Pasalnya, jalan-jalan perdamaian yang dibangun oleh masyarakat internasional dinafikan oleh Trump.

Pandangan Amerika di bawah Trump yang lebih mementikan urusan dalam negerinya dan terkesan tertutup dengan cara menafikan perjuangan bangsa-bangsa lain, termasuk Palestina.

Solusi Dua Negara

Solusi dua negara kembali mencuat setelah sebelumnya hampir terkubur dilupakan karena kebuntuan solusi ini. Sekjen PBB Antonio Guterrez mengatakan, Rabu (15/2), solusi dua negara adalah jalan yang paling mungkin untuk perdamaian Palestina-Israel.

“Tidak ada solusi alternatif untuk situasi antara Palestina dan Israel selain solusi mendirikan dua negara, dan kita harus melakukan semua yang dapat dilakukan untuk menjaga ini,” ungkap Guterrez, seperti dikutip Reuters.

Pada KTT OKI yang dilaksanakan di Indonesia April 2015, PKTTI-UI sudah membaca proposal yang dibuat Indonesia dan diajukan kepada negara OKI yang berisi solusi dua negara. Namun, menurut Muta’ali, kelemahan konferensi internasional untuk perdamaian Palestina adalah tidak pernah atau jarang mengundang HAMAS sebagai sebuah otoritas Palestina.

Bahkan, lanjut Muta’ali, setiap konferensi OKI tidak pernah mengikutsertakan HAMAS. Alasannya, OKI hanya mengundang pemerintah, sedangkan terjadi dualisme negara-negara OKI yang tidak mengakui HAMAS.

“Solusi ini bukan barang baru. Saat Ahmad Yassin masih ada (hidup) solusi ini (dua negara) sempat ditawarkan. HAMAS itu (mengatakan), oke Israel menjadi negara merdaka. Kami, Palestina, menjadi negara merdeka dengan syarat Palestina tanahnya (adalah) tanah tahun 1947. Nah, proposal ini yang ditolak oleh Israel. Jadi, two-state solution bagi HAMAS adalah tanah tahun 1947,” kata Muta’ali sambil tetap tersenyum.

“Israel tidak mau dengan hal itu dan dengan dukungan PBB dan negara lain,” lanjut Muta’ali, “akhirnya Ahmad Yassin agak mengendurkan sikaonya. Oke deh tanah kami gak usah seluas 1947, seluas setelah Intifadhah II saja pada 1978. Israel masih menolak.”

Sebenarnya, Israel mendapatkan tanah dari 1947 sampai dengan 1978 sudah sangat luas. Menurut Muta’ali, HAMAS sudah sangat legowo dengan sikap seperti itu.

Solusi dua negara mengalami kebuntuan. Sebab, Palestina menginginkan tanahnya seluas pada tahun 1978, sedangkan Israel menginginkan luas tanahnya pada saat 1998.

Dosen pakar linguistik Arab ini mengatakan, harus ada kearifan dari setiap pihak.

“Harus ada kearifan. Bukan hanya kearifan dari Israel, dari HAMAS, juga kearifan dari PBB. Yang diinginkan dari Palestina bahkan masyarakat internasional adalah Global Justice, keadilan global,” terangnya dengan serius.

Muta’ali melihat bahwa terlalu kasat mata keberpihakan alat-alat internasional dalam rangka melindungi Israel.

Lebih lanjut Muta’ali mengatakan, solusi satu negara menurut Trump adalah Israel dengan tanah 1998. Ia meyakini jika hal itu terjadi, akan menyebabkan perang dunia ketiga. Sebab, Palestina bukan sekadar Palestina, ia mempunyai saudara yang tidak terbatas.

Permukiman Yahudi

Pada pertemuan Trump dan Netanyahu di Gedung Putih pekan lalu, Trump sempat meminta Netanyahu untuk menarik kembali permukiman. Namun, Netanyahu tidak menggubris permintaan itu.

Rencananya, Israel akan meningkatkan pembangunan permukiman Yahudi di Tepi Barat sebanyak 6.000 yang sebelumnya sebanyak 4.000 unit. Tentu rencana ini mendapatkan kecaman dari PBB yang menyebut hal itu bisa menjadi kejahatan kemanusiaan.

Mengutip The Guardian (15/2), Netanyahu mengatakan bahwa masalah permukiman Yahudi “bukan inti dari konflik”.

Jauh sebelum pertemuan antara Trump dan Netanyahu, PKTTI-UI sempat mengajukan proposal ke Uni Eropa melalui Kementerian Luar Negeri Indonesia. Jadi, PKTTI-UI memberikan usul bahwa tidak harus two-state solution, tetapi satu negara saja dengan nama “Palestinarael”, kata Muta’ali.

“Namun, kami mempunyai perspektif yang berbeda. Oke deh tanahnya (adalah) tanah 1998, tetapi berikan kemerdekaan bagi Palestina, dan berikan kemerdekaan bagi Israel. Anda tahu apa yang terjadi setelah sebulan kita sent proposal ke Uni Eropa? Ditolak oleh Uni Eropa. Alasannya karena pertumbuhan populasi masyarakat Palestina itu satu hari bayi yang lahir 1.500, di Gaza maupun di Tepi Barat,” ungkap peraih gelar doktor dari University of Holy Quran and Islamic Sciences, Sudan, ini dengan semangat.

Lebih jauh Muta’ali menerangkan, ketika okupasi Israel pada 2013, ada 350 bayi yang syahid, tetapi dalam waktu bersamaan ada 3.500 bayi yang lahir. Dengan demikian, jika mereka menjadi satu negara. Pertumbuhan populasi Palestina begitu dahsyat. Dikhawatirkan Israel akan kalah jumlah populasinya.

Populasi Palestina saat ini 2,7 juta, sedangkan Israel 1,7 juta dan di Israel bayi yang lahir, lanjut Muta’ali, berjenis kelamin perempuan. Parahnya, mereka terinfeksi HIV.

“Israel eksis hidup di muka bumi hanya untuk menghabiskan generasi yang lahir pada tahun 1970-an. Karena generasi Israel generasi ‘Y’, generasi 1980-an, delapan puluh persen terinfeksi HIV. Otomatis anaknya (dan) cucunya terinfeksi HIV,” ungkapnya.

Menurutnya, walaupun pemerintahan Israel sudah bersusah payah membangun permukiman. Namun, orang Israel di Amerika dan di belahan dunia tidak mau tinggal di Israel karena di sana ada penyakit.

Reporter: Moedja Azim

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *