Mahkamah Konstitusi menggelar sidang perdana Perppu dengan agenda mendengarkan argumentasi Pemohon.
Wartapilihan.com, Jakarta – Mahkamah Konstitusi hari ini, Rabu (26/7), menggelar sidang perdana pengujian Undang-Undang Ormas atau Peraturan Pengganti Perundang-undangan (Perppu) yang teregistrasi dengan Pemohon nomor 38/PUU-XV/2017 Afriady Putra dan Pemohon 39/PUU-XV/2017 Yusril Ihza Mahendra.
“Kalau genting kenapa 10 hari baru dicabut Badan Hukumnya, karena waktu 10 hari mereka (HTI) bisa berontak, bisa mengganti Pancasila. Maka kami mohon Majelis Hakim memberikan penjelasan kegentingan memaksa dan mengabulkan untuk membatalkan seluruh isi Perppu. Atau setidak-tidaknya norma-norma dalam Perppu tersebut dihapuskan seperti pemidanaan anggota atau orang yang terlibat dalam organisasi tersebut,” kata Yusril Ihza Mahendra saat memberikan argumentasi di ruang persidangan MK, Jakarta Pusat, Rabu (26/7).
Diketahui, pada 19 Juli 2017, HTI dicabut status Badan Hukum dan dinyatakan bubar oleh Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Berdasarkan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi pasal 51 ayat 1; pihak yang dapat mengajukan permohonan pengujian UU adalah pihak yang hak konstituonalnya terganggu yaitu badan hukum publik dan badan hukum privat.
“Kalau dilihat harfiyah pasal 51, pada saat mengajukan permohonan, HTI masih sah sebagai Badan Hukum publik. Kalau dibandingkan dengan hukum pidana, apabila terpidana meninggal maka gugur hukumannya, perdata diteruskan kepada keluarganya, di PTUN justru di mempunyai legal standing untuk mengajukan keberatannya,” terang Yusril.
Pemohon 38 atas nama Afriady Putra mengatakan, asas Contrarius Actus tidak dapat diterapkan untuk pembubaran suatu ormas karena pemerintah menggunakan dua arah. Pertama, pengangkatan pegawai dan kedua tidak melibatkan pihak ketiga.
“Undang-Undang Ormas lebih komprehensif dan tidak ada kekosongan hukum. Sebab, telah mengatur mekanisme persuasif, peringatan sampai mekanisme Pengadilan untuk pembubaran suatu Ormas,” imbuh Afriady.
Menurutnya, Perppu ini suatu kemunduran karena sanksi pencabutan Badan Hukum tidak dilakukan setelah ada keputusan kuat Pengadilan.
“Kami mohon kepada Majelis Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa formil dan materil Perppu No 2 tahonstitu,” tukas dia.
Dalam kesempatan sama, Majelis Hakim I Dewa Gede Palguna menyatakan, sewaktu mendaftarkan gugatan Perppu 18 Juli lalu, Yusril memiliki kewajiban menjelaskan atas nama siapa berdasarkan AD/ART, dia diberikan legal standing.
“Sekarang tergantung pemohon mana yang mau diajukan, perseorangan warga negara atau badan hukum (perkumpulan). Untuk legal standing kami tidak akan menjawab, itu kami serahkan kepada pemohon,” kata Palguna.
Menjawab hal tersebut, Yusril menjelaskan yang akan mengajukan sebagai pemohon adalah Sekretaris Umum atau Jubir HTI Ismail Yusanto sebagai perseorangan warga negara Indonesia. Kendati demikian, Yusril meminta MK tidak merubah nomor registrasi dan tidak mendaftarkan dari awal lagi. Sebab, jelas Yusril, di akhir persidangan ketika akan diputuskan, Majelis Hakim bisa saja menolak gugatan karena pemohon tidak memiliki legal standing.
“Sesuai dengan Pasal 33 Mahkamah Konstitusi, Mahkamah memberi amanat kepada pemohon atau permohonannya. Jadi perbaikan nanti diserahkan kepada pemohon dan permohonannya tidak perlu registrasi lagi, cukup di legal standingnya dari Badan Hukum ke warga negara Indonesia dan itu ada argumentasi merubah legal standing, begitu Prof saya kira,” tutur Palguna.
Senada dengannya, Majelis Hakim Sumartoyo tidak bisa memberikan tanggapan terlalu banyak. Sebab, apa yang disampaikan Pemohon 38 (Afriady Putra) ke luar dari naskah yang diberikan kepada Majelis Hakim serta tidak disebutkan kerugian spesifik dan potensial.
“Biar bagaimanapum kerugian konstituonal anda akan diuji, dari konsideran dalam Perppu mana yang ingin anda ajukan. Sehingga seolah-olah Pemerintah tidak bisa semerta-merta membubarkan ormas. Meskipun menurut saya perlu juga di elaborasi asas Contrarius Actus itu di konfirmasi dulu (kepada Pemerintah),” tandasnya.
Ahmad Zuhdi