Yorrys Raweyai: Selamatkan Partai Dari Korupsi

by
Diskusi Partai Politik dan Budaya Korupsi. Foto : Zuhdi

Wartapilihan.com, Jakarta – Kasus mega korupsi yang seringkali menyeret anggota dan pimpinan partai politik memiliki implikasi negatif terhadap electoral dan kepercayaan (trust) masyarakat terhadap keberadaan partai politik. Hal itu disampaikan Yorrys Raweyai dalam diskusi Partai Politik dan Budaya Korupsi di Hotel Puri, Kuningan, Jakarta Selatan pada Senin (24/4).

“Dalam perspektif internal Golkar, musuh utama kita zaman Orde Baru adalah ideologi, sedangkan masa reformasi musuh utama kita adalah korupsi. Kami sepakat bagaimana kita menyelamatkan partai dari korupsi sehingga kelompok yang ada di dalam tetap terjaga,” papar Yorrys.

Politisi Golkar ini mengisahkan waktu Munaslub pertama Partai Golkar setelah reformasi, Akbar Tanjung terpilih sebagai Ketua Umum kader Golkar memiliki komitmen salah satunya memberantas korupsi. Begitu pun ketika Pak Jusuf Kalla menjadi Ketua Umum, dalam sambutannya beliau mengatakan, Golkar tidak boleh menjadi tempat bersemayamnya para koruptor.

“Kami meminta teman-teman KPK saat itu tahun 2000-an apabila menemukan indikasi korupsi agar segera diproses, tetapi pak JK tidak mau dinamika itu terjadi, kemudian kita menguatkan kembali komitmen dan soliditas internal partai,” terang Yorrys.

Yorrys menjelaskan, sampai Rabu kemarin Ketua Umum Golkar, Setya Novanto dituduh memperkaya orang lain, diri sendiri atau korporasi. Padahal partai Golkar sekarang sedang penguatan konsolidasi internal, agenda faktual verifikasi partai, penyeleksian Caleg menuju Pilkada 2018, Pileg dan Pilpres tahun 2019.

“Saya berpesan kepada media jangan berhenti mempublikasikan hal-hal ini (kasus korupsi). Sehingga tidak ada frame Parlemen menentang institusi KPK dalam pemberantasan korupsi,” pungkasnya.

Sementara itu, pakar ilmuwan politik, Prof. Salim Said menuturkan, kasus korupsi sudah banyak terjadi di zaman Orde Baru. Baik di kalangan birokrat, teknokrat maupun aparat penegak hukum.

“Kesalahan negara ini tidak membayar aparatnya dengan baik seperi tentara, polisi dan birokrat. Dalam keadaan begitu, dia akan mencari cara lain untuk menambah income-nya, maka ada orang lain yang tidak mau dikritik pers dan lain sebagainya dia yang akan membayar aparat tadi untuk menjadi backing-nya dalam segala hal,” terang Salim Said.

Lebih lanjut, Prof. Said menjelaskan tidak akan ada demokrasi di negara yang peradabannya rendah, negara yang makmur sejahtera adalah negara yang peradabannya tinggi.

“Demokrasi adalah ekspresi peradaban politik suatu bangsa, bangsa yang peradabannya rendah pasti tidak lama dalam berdemokrasi. Taiwan, Korea Selatan, Singapura sekarang sudah berubah karena kesejahteraannya sudah tinggi,” tukasnya.

Metamorfosa berdemokrasi masyarakat Indonesia Salim Said menganalogikan seperti air yang belum mendidih dan belum panas, begitu pula kesiapan masyarakat dalam demokrasi belum matang.

“Kalau banyak pribumi yang kaya, pasti mentalitas masyarakat akan berubah, saya kemarin menyarankan Sandiaga Uno jadi pengusaha saja, biar dia bayar pajak, dan tidak mengecewakan masyarakat yang lain,” pungkasnya. |

Reporter: Ahmad Zuhdi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *