Oleh: H. Mohammad
Kehadirannya membawa manfaat pada 2,7 juta siswa dan mahasiswa Indonesia yang berprestasi tapi kurang mampu secara ekonomi. Alumninya banyak yang menjadi tokoh di negeri ini.
Indonesiainside.id, Jakarta –-Nama Yayasan Supersemar kembali menjadi pembicaraan masyarakat. Hal ini terkait dengan eksekusi putusan Mahkamah Agung bernomor 140PK/PDT/2015 yang keluar atas permohonan kasasi yang diajukan Presiden RI, yang diwakili Jaksa Agung, pekan lalu.
Putusan itu menyita aset milik Yayasan Supersemar berupa gedung Granadi yang terletak di Jalan H.R. Rasuna Said, Jakarta Selatan. Ekseskusi tersebut menjadi perbincangan masyarakat luas karena Yayasan Supersemar selama ini dikenal sebagai lembaga yang memberi beasiswa kepada siswa dan mahasiswa yang berkemampuan secara intelektual tapi kurang mampu secara ekonomi.
Yayasan Supersemar berdiri pada 16 Mei 1974, dengan tujuan memberikan bantuan pembiayaan pendidikan bagi anak-anak bangsa, mulai dari SD sampai perguruan tinggi. Yayasan ini menggunakan gambar Semar sebagai latar belakang surat-suratnya. Semar, dalam dunia pewayangan dikenal sebagai punakawan itu adalah pengejawantahan dari Batara Ismaya, yang bertugas mengasuh para ksatria yang berbudi luhur.
Selama ini, lebih dari 2,7 juta reamaja-pemuda Indonesia telah mendapat manfaat dari yayasan ini. Di antara mereka sudah tersebar sebagai pemimpin negeri ini. Dari walikota sampai menteri.
Mereka itu, antara lain, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Moh. Mahfud MD, mantan Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh, mantan Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar (kini Imam Besar Masjid Istiqlal), Sekretaris Kabinet Pramono Anung, serta Mensesneg Pratikno.
Adalah Ketua Umum Keluarga Mahasiswa dan Alumni Penerima Beasiswa Supersemar (KMA PBS) Dr. H.M. Syahrial Yusuf, mengakui manfaatnya terhadap kualitas pendidikan mahasiswa. Begitu pula Muhammad Nuh, selalu bersyukur karena pernah mendapatkan beasiswa Supersemar.
Nasaruddin Umar punya pandangan yang sama. “Kalau bukan karena beasiswa Supersemar, rasanya tidak mungkin saya bisa lanjut kuliah,” katanya kepada penulis. “Saya anak pertama dari 8 bersaudara, sementara ayah saya hanya seorang guru SD,” tuturnya, mengenang. “Beasiswa ini juga membantu saya menyelesaikan studi sampai ke S-3,” jelasnya. Kini, Nasaruddin Umar yang bergelar profesor doktor itu juga mendapapat amanah sebagai Rektor Institut PTIQ (Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an), Jakarta.