War of The Besan

by
Dhimam Abror Djuraid, Kolumnis

Kongres PAN (Partai Amanat Nasional) di Kendari yang baru selesai Selasa (11/2) jelas-jelas bikin perut mules saking lucunya. Bagaimana tidak, di partai lain di setiap kongres pasti rebutan kursi. Lha, di PAN malah lempar-lemparan kursi.

Perolehan kursi PAN di DPR RI turun, bahkan di Jawa Tengah PAN mencatat rekor clean sheet alias kosong kursi untuk DPR RI. Dari delapan kursi di dapil Jateng sekarang habis bersih, nol kosong. Terbukti kader PAN di Jateng bisa menunjukkan cara berpolitik yang bersih, bersih dari kursi.

Rekor clean sheet alias kosong kursi itu tak berpengaruh bagi inkumben ketum Zulkifli Hasan. Buktinya dia menang atas pasangan Mulfachri Harahap-Hanafi Rais yang didukung Amien Rais.

Meskipun dimana-mana perolehan kursi merosot, tapi kader-kader PAN menunjukkan kemakrifatan dan kezuhudan politik tinggi dengan melempar-lempar kursi yang mahal itu.
Waktu kampanye dulu kader-kader itu fasih mengutip “Ayat Kursi” tapi setelah dapat kursi mereka lupa ayatnya.

Jauh sebelum kongres, beberapa pasang calon ketua sudah melakukan konsolidasi ke berbagai daerah. Para kader tahu sekaranglah saatnya panen. Makanya kader-kader PAN itu melakukan thowaf, keliling ke semua calon ketum untuk mencari sangu.

Setelah puas thowaf mengumpulkan sangu dari kandidat, para kader PAN kemudian melanjutkan aksinya dengan melempar jumrah, bukan pakai kerikil, tapi pakai kursi.

Sudah banyak yang tahu bahwa kongres PAN kali ini adalah perang antar-besan, The War of the Besan. Zulkifli Hasan adalah besan Amien Rais. Mumtaz Rais, anak kedua Amien, menikah dengan Futri Zulya Savitri, anak sulung Zulkifli Hasan. Bisa dibayangkan bagaimana perseteruan politik antar-besan mempengaruhi rumah tangga pasangan ini.

Antar-besan terbukti saling tega juga. Meskipun Zulhas di berbagai kesempatan mengaku tidak berani melawan Amien, tapi buktinya, bukan hanya berani melawan, tapi malah menggergaji kursi Amien sebagai Ketua Majelis Pertimbangan Partai (MPP) dan menyerahkannya kepada Hatta Radjasa, yang perah digergaji Amien dari kursi ketum di kongres Bali, 2015. 
Ketika itu, Hatta sebagai ketum inkumben, mantan menko ekonomi, besan Presiden SBY, digergaji secara brutal oleh Amien Rais dan menyerahkan kursi ketum kepada Zulhas, yang tak banyak dikenal orang.

Amien jugalah yang memilih langsung Soetrisno Bachir sebagai penggantinya pada kongres 2010 di Semarang. Soetrisno, yang bukan kader PAN, langsung dibikinkan kartu anggota menjelang kongres dan langsung terpilih menjadi ketum.
Amien terbukti sakti ketika itu. Tapi sekarang pengapesannya muncul dari besannya sendiri. Sejak didirikan Amien di awal reformasi, kursi ketum PAN tidak pernah diduduki ketum yang sama dalam dua periode. 

Zulhas terbukti lebih sakti dan bisa mematahkan tradisi itu. Dia menjadi orang pertama yang duduk di kursi ketum PAN dua periode. Zulhas terbukti lebih lihai. Kursi ketua MPR-pun dia duduki dua periode, meskipun sekarang turun kelas sebagai wakil.

Kongres sudah usai tapi rentetannya masih akan panjang. Zero sum game dan the winner takes all game akan terjadi sebagaimana periode sebelulmya. Persekusi terhadap kader-kader lawan akan terjadi sampai ke daerah-daerah. Kongres lempar kursi kemarin adalah pemanasan yang disusul dengan muswil lempar kursi di berbagai provinsi.

Mau kemana PAN? Tidak bakal kemana-mana. PAN akan tetap istiqomah sebagai partai spesialis tujuh persen, siapapun ketumnya. PAN sudah menjadi partai auto-pilot yang bisa jalan tanpa pimpinan.

Yang jelas, rezim Jokowi bisa tidur lumayan nyenyak, karena ancaman Amien Rais sudah dieliminasi. Amien sudah teraleniasi dan tercerabut dari akar dukungannya. Prabowo yang menjadi confidante Amien sudah lari duluan. Sekarang besannya sendiri sudah meninggalkannya. Tidak ada pertemanan dan perbesanan abadi dalam politik. Yang ada hanyalah kursi abadi.

Kursi ketum melayang. Kursi MPP melayang. Mudah-mudahan PAN tidak akan MPP alias “Mati Pelan-Pelan”.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *