Forum Serikat Pekerja Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia 98 (FSP PPMI 98) mengapresiasi langkah-langkah KPK dalam pemberatasan korupsi. Pihaknya meminta langkah konkrit tersebut tidak dilakukan secara tebang pilih.
Wartapilihan.com, Jakarta –Ketua Umum PPMI 98 Abdul Hakim mengatakan, dampak korupsi yang di lakukan para para penghisap darah rakyat dan uang negara (red: koruptor) sangat mempengaruhi kehidupan dan tingkat kesejahteraan. Hal itu, kata Hakim, terlihat dari rendahnya upah para pekerja atau buruh di masing-masing propinsi dan kabupaten atau kota.
“Penahanan dan penetapan Setya Novanto, dalam kasus E-KTP merupakan korupsi berjamaah, dimana melibatkan petinggi pemerintahan baik di Kementerian maupun Gubernur yang saat ini masih menjabat, sangatlah mencoreng wajah bangsa dan rakyat Indonesia,” ujar Hakim di area Gedung KPK kepada media, Senin (29/11).
Hakim mengatakan, pihaknya mendesak dan meminta KPK untuk memproses secara hukum terhadap nama-nama lain yang terdapat dalam berita acara pemeriksaan (BAP), dalam kasus E-KTP. Diantaranya Yasonna Laoly, yang di duga telah menerima aliran dana sebesar Rp 1,1 milyar
“Tangkap dan proses secara cepat nama-nama lain seperti Yasonna yang telah mencoreng good governance. Dia (Yasonna) jelas telah disebut dalam dakwaan jaksa KPK tanggal 22 juni 2017,” ungkap Hakim.
Menurutnya, pasal 2 dan 3 UU no. 31 tahun 1999, yang telah dirubah menjadi UU No. 20 tahun 2001, menyatakan bahwa tindak pidana tipikor, besar atau kecil nilai tetap disebut korupsi termasuk pelaku yang telah mengembalikan dugaan hasil korupsi.
“Kami sampaikan, apabila dalam waktu dua minggu tidak ada tindakan yang signifikan dari KPK untuk memperlakukan hukum yang sama, kami akan mengerahkan seluruh anggota FSP PPMI ’98 untuk mendatangi KPK dan instansi terkait,” tegasnya.
Direktur Program Doktoral Ilmu Politik Sekolah Pasca Sarjana Universitas Nasional Jakarta TB Massa Jafar menuturkan, persoalan Golkar selain citranya yang kadung terpuruk adalah, adakah tokoh yang memiliki kapasitas, kapabilitas dan acepbilitas tinggi dan bersih untuk memimpin Golkar pasca kepemimpinan Setnov. Mengingat badai politik dan krisis yang paling berat dialami ketika awal reformasi. Dimana Golkar dihujat habis oleh publik.
“Kini skandal korupsi KTP adalah krisis politik kedua. Yang tidak kalah hebatnya ketika awal reformasi. Dari beberapa tokoh yang digadang gadang pengganti Setnov, diragukan kemampuannya. Dibandingkan dengan tokoh-tokoh Golkar sebelumnya, seperti Yusuf Kala, Akbar Tanjung,” ungkapnya.
Menurut dia, sosok pengganti Setnov bukan sekadar memiliki sumber dana cukup. Tetapi, dibutuhkan seorang tokoh yang memiliki visi, berintegritas, bersih, dan berakar kebawah. Sehingga ia mampu membangun citra yang positif.
“Sebagai citra partai politik pembaharu, Golkar harus mampu membersihkan partai dari lingkaran korupsi. Jika tidak, Golkar akan menemui ajalnya, ia akan kalah pada pemilu 2019. Selain itu, tentu saja pengganti ketua Golkar tidak berada dalam kabinet. Ataupun intervensi dari luar, kemudian menggiring Golkar sekedar menjadikan kendaraan politik Pilpres 2019,” imbuh Jafar.
Hal ini, kata dia, tentu akan menurunkan bargaining position, bahkan Golkar bisa hancur. Mengingat, Presiden Jokowi akan maju pilpres 2019. Kemungkinan lain tak terhindarkan adalah pengaruh kekuatan modal. Maka Golkar akan menjadi partai kartel. Jika ini terjadi, maka kehadian Golkar sebagai partai Golkar baru sebagimana yang digagas oleh Akbar Tanjung tinggal slogan. Golkar kehilangan momentum untuk berperan dan menjadi partai reformis.
“Pada akhirnya, krisis Golkar kedua ini, menjadi pembenaran sejarah. Bahwa Golkar memang partai korup. Partai yang hanya sekedar alat bagi penguasa atau perkumpulan para politisi yang tujuannya hanya untuk kepentingan pribadi dengan jalan menjarah kekayaan atau keuangan negara,” pungkasnya.
Ahmad Zuhdi