Hasil riset dari New York Times mengungkapkan, anak-anak milenial yang lahir di era internet memiliki kecenderungan sifat yang sama, yaitu egois dan merasa selalu benar. Bagaimana jika dikaitkan dengan sumpah pemuda?
Wartapilihan.com, Jakarta — Bangsa Indonesia saat ini tengah dihadapkan pada perubahan peradaban bangsa, yakni di dunia yang di dalamnya penuh dengan tantangan globalisasi.
Hal tersebut disampaikan oleh Firman Subagyo, Anggota MPR RI Fraksi Golkar. Dia mengatakan, isu globalisasi ekonomi dan globalisasi politik memberikan konsekuensi terhadap perubahan perkembangan teknologi. Hal ini ia nilai juga banyak mempengaruhi perilaku anak-anak muda.
“Oleh karena itu, kalau dikaitkan dengan hari Sumpah Pemuda dan kaitanya dengan bangsa Indonesia, tentunya kita harus sangat waspada dan ekstra hati-hati karena dampak terhadap masalah globalisasi.
Terutama pertumbuhan informasi teknologi ini akan sangat berdampak yang sangat luar biasa terhadap peradaban bangsa, khususnya anak-anak muda,” tutur Firman, dalam acara Empat Pilar MPR RI bertemakan ‘Makna Sumpah Pemuda Bagi Generasi Milenial?’, Senin, (29/10/2018), di Jakarta.
Ia juga menemukan, banyak anak muda di desa-desa yang tidak lagi hapal dengan lagu Indonesia Raya dan juga Pancasila.
“Ini juga menjadi keprihatinan kita. Oleh karena itu, inilah yang tentunya akan menjadi perhatian kita ke depan, generasi milenial harus mampu menyelesaikan, menyeleksi diri dan memilih mana yang baik mana yang buruk. Ini juga menjadi tanggung jawab kita bersama,” tukas dia.
Sementara itu, Adi Prayitno selaku Pakar Politik Universitas Islam Syarif Hidayatullah dalam kesempatan yang sama mengatakan, sumpah pemuda pada dasarnya tidak bisa dilepaskan dari konteks kemerdekaan indonesia.
Menurut dia, saat itu, kelompok-kelompok Islam menarasikan satu irisan konsep nasionalisme berbasiskan agama; sementara nasionalis menginginkan, narasi keindonesiaan dan nasionalisme tidak berbasis keagamaan, tetapi murni nasionalisme berbasis agama.
“Jadi, kelompok Islam, kelompok nasionalis dan kelompok pemuda yang kemudian mendeklarasikan Sumpah Pemuda 2008 itu adalah sebagai aksentuasi rasa nasionalisme, sebagai bentuk kecintaan terhadap Indonesia, betul penjajahan sudah tidak ada, Jepang, Belanda sudah hengkang kaki, tapi substansi penjajahan itu yang mestinya harus dirawat sampai sekarang,” tutur dia.
Dia mengatakan, adalah hal yang percuma jika memperingati 90 tahun Sumpah Pemuda namun para pemuda masa kini belum paham konsep kemerdekaan.
“Sebab itu betul apa yang disampaikan oleh Pak Firman, kecenderungan anak muda saat ini memang agak sedikit selfie, merasa dirinya ini paling hebat dan tidak pernah salah dan kecenderungannya memang tidak terlampau agak sedikit positif,” dia menjelaskan.
Dia mengatakan, anak muda dewasa ini tidak merasa penting untuk melakukan tindakan sosial politik. Para Milenial juga memiliki kecenderungan untuk hanya sekedar protes dan update status di medsos sebagai bagian dari kritik.
“Padahal kalau melihat narasi besar dalam semangat kebangsaan itu adalah sikap mau menyatukan diri atas nama bangsa Indonesia yang satu bahasa kemudian terkluminasi dalam satu wawasan kebangsaan nasionalisme saat itu,” dia menegaskan.
Dirinya menegaskan, jangan sampai Pemuda Indonesia merasa dirinya besar tapi dia tidak pernah diakui dunia internasional, tidak punya produk yang bisa dibanggakan, kemandirian ekonomi, dedikasi untuk bermartabat bangsa juga tidak ada.
“Dalam konteks inilah saya kira generasi milenial harus dipupuk,” terangnya.
Adapun soal keterlibatan politik, dia menekankan, politik tidak selalu soal elektoral, melainkan juga memiliki sangkutpaut dengan bagaimana peduli terhadap kemiskinan, peduli terhadap harga-harga yang sedang melambung, peduli terhadap pemerataan, peduli terhadap harga-harga yang sedang melambung, peduli terhadap pemerataan ekonomi yang kemudian masih timpang dan sebagainya.
“Sebab itu, Parpol DPR sebagai seleksi elit menjadi penting diisi oleh anak muda yang memiliki kapasitas dan integritas, tentu untuk regenerasi kepemimpinan yang akan datang. Pada spektrum yang lain kita masih melihat bahwa banyak parpol di negera kita ini anak muda lah yang kemudian melanjutkan estafet kepemimpinan itu,” tukas dia.
Adi melanjutkan, anak muda Milenial jangan hanya dijadikan sebagai artifisial belaka, melainkan harus dilibatkan dalam persoalan-persoalan politik; bahwa bangsa ini baik dan tidaknya salah satunya ditentukan oleh anak muda.
Dia mengutip perkataan Sayyidina Umar:
أن فى يد الشبان أمر الأمة وفى أقدامها حيتها
“Sesungguhnya pada tangan-tangan pemudalah urusan umat dan pada kaki-kaki merekalah terdapat kehidupan umat”
“Bahwa baik dan buruknya sebuah bangsa tergantung anak mudanya, memiliki keimanan dan kadar kesolehan yang baik dan itu tak bisa ditawar,” pungkas Adi.
Eveline Ramadhini dan Ahmad Zuhdi