Gerindra berencana mengajukan Judicial Review ke MK, berkenaan dengan pengesahan Presidential Threshold kemarin (20/7).
Wartapilihan.com, Jakarta – Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menuturkan, keputusan Fraksi Gerindra bersama tiga (3) fraksi lainnya melakukan Walk Out (WO) saat sidang paripurna RUU Pemilu menurutnya hal yang wajar dan biasa terjadi dalam persidangan. Sebab, walaupun sudah dilakukan musyawarah namun tidak ada kata “mufakat” dan mengharuskan voting sebagai jalan terakhir.
“Kami sudah melihat dan mendengar ada sejumlah tokoh yang bakal mengajukan Judicial Review (JR). Saya kira adalah hak dari stakeholder yang merasa perlu meskipun dia berada dalan parpol atau bukan. Memang kalau DPR sebagai law makers agar berbeda ya, tetapi sebagai masyarakat karena terkait untuk dipilih dan memilih saya kira bisa melakukan judicial review,” kata Fadli Zon di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (21/7).
Lebih lanjut, sejauh ini Fadli Zon dan Prof. Yusril Ihza Mahendra belum ada komunikasi terkait pengajuan JR ke Mahkamah Konstitusi. Bila memungkinkan, kata Fadli, F-Gerindra bersama berapa pihak lainnya akan mengakukan JR ke MK agar lebih kuat atau sama.
“Nanti kita lihat dalam kajian hukum (Gerindra) yang akan melakukan suatu kajian terhadap hukum Undang-Undang ini. Rencana sesegera mungkin. Kita juga sudah ada tim-nya. Mudah mudahan merekalah nanti yang mengajukan,” ungkap Fadli.
Fadli menampik, sikap Fraksi Gerindra WO dari sidang paripurna dikarenakan tidak dapat mengajukan calon tunggal, meskipun harus koalisi dengan 4 fraksi lainnya yaitu PKS, Gerindra, Demokrat, dan PAN.
“Alasannya bukan karena persoalan itu juga. Alasannya karena pemakaian 20% ini inkonstitusional karena pemilunya serentak. Kedua, PT (Presidential Threshold) ini sudah digunakan sebelumnya. Di dalam keserentakan itu tidak ada istilah PT lagi. Jadi kalau soal itu kita tidak ada masalah,” ujar Fadli Zon.
Namun, kata Fadli, meski PT sudah disetujui di MK untuk dibatalkan tetapi tidak dapat dikembalikan ke DPR untuk dilakukan pembahasan ulang dalam persidangan.
“Mungkin PT dikoreksi, maka yang mengambil keputusan keserentakan itu kan MK. MK bisa saja memutuskan tidak ada PT, gugurlah pasal itu, yang lain tidak ada masalah,” tandasnya.
[Ahmad Zuhdi]