Wartapilihan.com, Jakarta – Tudingan “antek PKI” kembali bermunculan sekarang. Beberapa aktivis dan pejabat publik, termasuk yang dekat dengan Presiden RI, Joko Widodo kerap mendapat tudingan itu. Salah satu dari mereka yang terkena tudingan adalah anggota Dewan Pers, Nezar Patria. Dalam ceramah Alfian Tanjung yang menjadi viral di dunia maya, beberapa bulan silam, nama Nezar disebut sebagai kader PKI yang mengikuti rapat-rapat terbatas di dalam Istana Merdeka. Menanggapi hal tersebut, Nezar mengajukan somasi pada Januari lalu.
Namun hal ini tidak berkepanjangan. Setelah 2 bulan berselang, Alfian memohon maaf atas tudingan tersebut. “Secara sportif, saya meminta maaf kepada Nezar dan masyarakat luas atas apa yang sudah saya sampaikan. Itu keliru,” kata dia di Gedung Dewan Pers, Rabu (8/3) siang. Menurut dosen UHAMKA ini, Nezar tidak termasuk di dalam kualifikasi kader PKI yang disampaikannya. Alfian memang kerap angkat bicara dalam pembahasan seputar kebangkitan kembali PKI. “Berbagai hal yang saya sampaikan menjadi pertanggungjawaban saya,” tambahnya.
Tujuan kedatangan Alfian ke Dewan Pers khusus untuk merespons somasi Nezar. “Secara fisik, praktik, dan interaksi, Nezar tidak memiliki keterlibatan di Istana,” ungkap Alfian. Ia mengaku, sejak Nezar menyomasinya, telepon terus berdatangan dari berbagai pihak yang menunggu sikap mantan aktivis PII itu.
Terhadap permohonan maaf Alfian, Nezar menyambut dengan baik. “Terima kasih atas sikap yang terbuka dan ksatria terhadap kesalahan dalam memaparkan data atau mengutip sejumlah nama, di mana saya termasuk di dalamnya,” ucap dia.
Sama seperti Alfian, Nezar disibukkan oleh banyak penelepon, terutama ketika video tersebut mulai menjadi viral. “Akhirnya saya merasa perlu juga menanggapi, karena (video tersebut -red) begitu intens,” kata alumnus Fakultas Filsafat UGM itu. Ia melanjutkan, konteks politik hari ini membuat video tersebut dipakai oleh mereka yg sedang “bertempur” dalam kegaduhan di dunia maya. “Amplifikasinya luar biasa,” terangnya.
Hal itulah yang membuatnya makin prihatin. “Saya harus menghentikan ini. Video tersebut sudah sampai ke pengajian-pengajian tingkat kampus, dan ditonton lebih dari 1juta kali.” papar Nezar. “Yang pasti, saya tidak masuk ke dalam kategori kebangkitan PKI, seperti yang disebutkan ‘teori’ Pak Alfian.”
Meski menyomasi, Nezar tidak merasa perlu melapor ke polisi. “Di zaman reformasi, kebebasan berbicara dan berpndapat sudah dijamin. Kalau ada jalan untuk mengoreksi, saya tentu memilih jalan itu sehingga kita semua dapat saling belajar,” terang dia.
Menyaring Informasi
Peristiwa ini menjadi peringatan bagi masyarakat agar lebih jeli dalam menyaring informasi. “Di zaman ketika medsos (media sosial-red) luar biasa menjadi referensi dan diserap orang tanpa nalar kritis, berita bohong dan palsu dengan gampang akan direproduksi,” terang Nezar kepada Warta Pilihan. Dampak dari hal itu, lanjut dia, adalah kekacauan dan kepanikan yang luar biasa.
Dari kasus ini, Nezar menaruh harapan pada Alfian. “Saya berharap Pak Alfian semakin obyektif, menggunakan data yang lebih terverifikasi, memeriksa kembali asumsi-asumsi dasarnya,” kata mantan aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD) ini. Jika kekeliruan tersebut terulang lagi, baginya, akan terjadi perpecahan antar sesama anak bangsa. “Sebagai muslim, saya seakan dihadap-hadapkan dengan umat Islam,” ucap dia.
“Ada isu-isu yang lebih penting dibandingkan isu kebangkitan PKI, seperti korupsi, kemiskinan, dan hal akses atas layanan kesehatan,” sambung Nezar. Sebagai isu nyata, hal-hal tersebut lebih layak menjadi persoalan bersama yang harus diselesaikan.
Meski keliru dalam menuding Nezar, Alfian tetap yakin akan keberadaan dan kebangkitan PKI. “PKI menggelar kongres di Magelang tahun 2010,” tegasnya di hadapan wartawan. Ia lantas menunjukkan sebuah buku kecil bersampul merah tua. “Ini adalah AD/ART (Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga) hasil kongres PKI itu,” sambung dia. Buku tersebut tampak seperti fotokopian terjilid, dengan kertas HVS yang masih rapi. Di bagian akhir buku tersebut terdapat uraian cita-cita PKI bagi masa depan Indonesia.
Saat Warta Pilihan bertanya dari mana sumber tersebut, Alfian tidak menjawabnya. “Tidak usah bertanya dari mana, kalo elu mau, nih gua kasih,” ucapnya sambil menyodorkan buku itu. Meski tidak mau menjelaskan sumbernya, ia mengaku bisa mempertanggungjawabkan secara ilmiah. “Variabel-variabelnya jelas. Preman bertato di Bandung saja nunduk-nunduk sama ulama, tapi sekarang ulamanya justru dikriminalkan,” ucapnya. Di samping itu, bagi dia, terdapat “variabel” lain seperti ancaman terhadap TNI dan pidato Megawati yang menyinggung soal iman kepada akhirat, di dalam HUT PDI Perjuangan beberapa waktu silam.
Reporter: Ismail Al-‘Alam