Skandal Korupsi PLTU Riau

by
Proyek PLTU Riau I yang dihentikan oleh KPK karena kasus korupsi. Foto: GoRiau.

Korupsi yang melibatkan elit politik di tubuh PLN seperti lingkaran setan dan seolah tidak pernah berhenti. Skandal korupsi PLTU Riau I yang menjerat politisi Golkar Eni Saragih dan Idrus Marham menambah deretan panjang kejahatan korupsi disektor infrastruktur energi kelistrikan. Bagaimana dengan penyidikan terhadap petinggi PLN yang belum kunjung selesai?

Wartapilihan.com, Jakarta – Pembangunan Infrastruktur energi kelistrikan Indonesia rentan terjadinya praktek korupsi, bahkan perilaku PLN sebagai penyedia tunggal energi listrik khususnya dalam hal pengadaan barang dan jasa rawan korupsi, suap, gratifikasi dan konflik kepentingan..

Contoh kasus pembangunan pembangkit mikrohidro di Dieyai Papua yang menjerat politisi Hanura Dewi Yasin Limpo, PLTU tarakan yang menjerat politisi PDIP Emir Moeis, dan lain-lain. Setidaknya terbongkarnya skandal korupsi PLTU Riau I akan membuka tabir skandal yang lebih besar di sektor energi kelistrikan 35 ribu MW yang lain.

Gigih Guntoro selaku Direktur Eksekutif Indonesian Club mengapresiasi terhadap langkah cepat KPK dalam penanganan skandal korupsi PLTU Riau I dengan penetapan tersangka Eni Saragih dan Idrus Marham) dan Johanes B Kotjo pemilik Blackgold Natural Resources Limited.

Namun hampir satu bulan lebih, kata Gigih, penegakan hukum yang dilakukan terkesan sangat diskriminatif dan lamban karena KPK belum berani menyentuh aktor-aktor penting di institusi PLN yang notabenenya memiliki peran besar terhadap terjadinya skandal korupsi sektor energi kelistrikan selama ini.

“Padahal KPK Sudah memiliki bukti-bukti permulaan yang cukup untuk melakukan langkah penyidikan hingga penangkapan terhadap petinggi PLN yang memiliki peran penting dalam PLTU Riau I,” tegas dia, Senin, (10/9/2018).

Gigih menduga kuat, ada persengkongkolan jahat antara aktor-aktor penting di Insitusi PLN dengan pengusaha untuk memasukan pembangunan PLTU Riau I dalam Rencana Umum Pembangunan Tenaga Listrik (RUPTL) tahun 2016 – 2025.

“Meskipun kemunculan PLTU Riau I sebagai pengganti dari penundaan pembangunan PLTU Sumsel 6 pada tahun 2016, namun kuat dugaan kami ada intervensi kekuasaan dalam meloloskan PLTU Riau I yang diduga tidak memiliki kajian teknis dan sesuai kebutuhan sebagai bagian dari proyek 35 ribu MW,” tukas Gigih.

Posisi Nicke Widyawati sebagai Direktur Perencanaan Strategis I yang membawahi divisi Rencana Umum Pengadaan Tenaga Listrik (RUPTL), menurut Gigih merupakan posisi penting yang paling menentukan bagaimana awal mula munculnya proyek PLTU Riau I dala RUPTL tahun 2016-2025 untuk proyek 35 ribu MW yang sudah disetujui oleh Menteri ESDM pada tanggal 17 Juni 2016 sesuai dengan keputusan Menteri ESDM Nomor : 5899 K/20/MEM/2016.

“Persengkongkolan jahat ini terus berlanjut sektor hilir, bagaimana peran aktif Sofyan Basyir, Nicke Widyawati, Iwan Supangat dalam memuluskan proses penunjukan langsung Konsorsium yang menggarap proyek PLTU Riau I senilai US$ 900 juta antara lain China Huadian Enginerring Co,Ltd, PT Samantaka Batu Bara (anak perusahaan Blackgold Natural Resources Limited), PT Pembangkit Jawa-Bali, dan PT PLN Batu Bara.

Tentu tidak ada makan siang yang gratis, dari proses membantu dalam memuluskan proyek PLTU Riau I inilah yang kemudian dijadikan modus untuk melakukan perburuan rente,” ia menjelaskan.

Dengan demikian, pihaknya berharap, Komisi Pemberantasan Korupsi segera melakukan langkah-langkah cepat dengan menjadikan tersangka Sofyan Basyir dan Nicke Widyawati dalam ikut berperan aktif memuluskan Penunjukan Langsung terhadap Konsorsium PLTU Riau I yang bermasalah.

“Langkah ini diambil agar penegakan hukum memenuhi asas keadilan dan PLN ataupun Pertamina tidak tersandera oleh pimpinannya yang korup,” pungkas Gigih.

 

Eveline Ramadhini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *