Wartapilihan.com, Jakarta – Februari nanti, Dewan Pers akan memberikan barcode kepada media massa yang sudah diverifikasi untuk melawan media palsu yang menyebarkan berita bohong. Namun gagasan ini mendapatkan kritik dari pekerja media alternatif.
Anggota Serikat Pekerja Kreatif dan Media untuk Demokrasi (SINDIKASI) Kristian Ginting menilai, kebijakan barcode hanya memenangkan media-media besar dan merugikan media alternatif yang selama ini mengimbangi pemberitaan media mainstream (arus utama).
“Dewan Pers sudah punya ukuran sendiri soal media, tidak perlu lagi membuat barcode. (Kebijakan) Ini dijadikan sarana untuk menyaring media-media yang tidak dikenal publik dan seolah-olah media yang tidak dikenal itu hoax,” ujar Kristian dalam diskusi SINDIKASI bertema “Barcode Dewan Pers, Bredel Gaya Baru?” di Kantor YLBHI, Jakarta, Kamis (26/1).
Alih-alih dilakukan media alternatif, justru produksi berita-berita hoax lebih sering diberitakan oleh media mainstream. Namun demikian, Dewan Pers bungkam jika berhadapan dengan media mainstream.
“Berita hoax justru melibatkan media-media besar. Ketika Dewan Pers membarcode media-media besar, maka media mainstream itu akan lolos. Tapi biar begitu, Dewan Pers tidak melakukan apa-apa, karena media besar sudah memiliki barcode,” kritiknya.
Wartawan yang pernah tinggal di Filipina ini menjelaskan, keberadaan media-media alternatif adalah tuntutan zaman ketika publik tidak lagi memercayai media mainstream.
“Media alternatif menangkap aspirasi masyarakat,” tegasnya.
Sekali lagi, lanjut Kristian, Dewan Pers sebaiknya tidak perlu mengeluarkan barcode. Tanpa kebijakan itupun Dewan Pers masih bisa melakukan verifikasi media massa.
“Termasuk (memverifikasi) media alternatif. Apalagi anggota Dewan Pers pernah mengatakan jika sesuai kode etik dan kaidah jurnastik, maka itu sudah produk pers. Jadi bukan soal di (media) mana berita itu diterbitkan,” tukasnya.
Sementara itu dalam sesi tanya jawab, wartawan senior Muhammad Ubaydillah Salman juga mengkritik Dewan Pers yang dinilainya tidak berani mengkritik media mainstream.
“Ketika media mainstream ramai-ramai menulis berita hoax soal Jokowi mendapatkan penghargaan pemimpin terbaik Asia versi Bloomberg, Dewan Pers tidak berani menegur,” jelasnya.
Sebaliknya, wartawan yang mengklarifikasi berita itu berasal dari media alternatif. “Di mana Dewan Pers?” tanyanya.
Panitia juga mengundang Ketua Dewan Pers Yoseph Stanley Adi Prasteyo untuk hadir. Namun menjelang diskusi, Ketua Dewan Pers tersebut batal datang.
Reporter: Pizaro