Serba-Serbi Palu

by
foto:istimewa

Ketangguhan dan asa para relawan menjadi kunci dalam menolong korban bencana. Musibah menjadi wasilah untuk lebih mendekatkan diri kepada Sang Khaliq Allah Swt.

Wartapilihan.com, Palu — Forjim Solidarity bekerjasama dengan Lazis Wahdah melakukan napak tilas ke sejumlah titik lokasi bencana di Palu, yang beberapa waktu lalu (28/9) diguncang gempa dan tsunami berkekuatan 7,7 skala richter. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merilis jumlah korban meninggal dunia mencapai 1.948 jiwa lebih.

Forjim Solidarity (FiSol) adalah sebuah badan otonom Forum Jurnalis Muslim yang bergerak di bidang sosial dan kemanusiaan.

Selama sepekan (12-18 Oktober 2018), Adhes Satria selaku direktur FiSol ditunjuk untuk melakukan misi jurnalistik dan kemanusiaan.

Sebelum bertolak ke Palu, terlebih dahulu berkoordinasi dengan Laznas Wahdah yang berkantor pusat di Makasar.

“Saya diterima oleh Direktur Lazis Wahdah Ustaz Syarifuddin dan tim media Lazis,” katanya.

Keesokan harinya, Sabtu (13/10) pukul 16.00 sore, ia menuju Bandara Internasionsl Sultan Hasanuddin untuk terbang ke Palu. Satu jam perjalanan melalui udara, saya tiba di Bandara Sis Al Jufri, Palu, tepat Adzan Maghrib. “Di Bandara, saya dijemput oleh tim Wahdah Palu dengan menggunakan mobil,” ujar Adhes.

Selama di Palu, utusan Forjim Solidarty tinggal di Posko Induk Lazis Wahdah, tepatnya di SDIT Qurrota ‘Ayun yang beralamat di Tinggede, Marawola, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.

Di Posko Induk Lazis Wahdah, bertemu dengan Ustaz Muhammad Ikhwan Jamil menjadi Ketua Dewan Syuro Wahdah Islamiyah, sekaligus Koordinator UmunWahdah Peduli.

Juga bertemu dengan Ustaz Abu Umar, Koordinator Lapangan Lazis Wahdah palu, yang ternyata juga salahsatu korban gempa Palu.

“Di hari pertama, usai shalat Maghrib, saya mengikuti rapat gabungan para ketua divisi untuk koordinasi dan merencanakan agenda yang akan dilakukan esok harinya,” kata Adhes.

Begitu juga setiap pagi, usai shalat Subuh berjamaah, para ketua divisi kembali mengikuti rapat koordinasi yang dipimpin oleh Koordinator Umum. Biasanya rapat membahas, seputar rencana distribusi logistik ke lokasi bencana yang dilakukan oleh para relawan. Juga dibahas rencana kegiatan tim SAR, medis hingga trauma healing.

Setelah berkoodinasi dengan koordinator lapangan Ustaz Abu Umar, terkait medan yang akan disambangi, lalu diagendakan untuk mengunjungi ke sejumlah titik atau tempat yang telah tertimpa gempa dn tsunami.

“Saya mulai mendapat gambaran lokasi, jarak yang akan ditempuh, juga kendaraan yang harus disediakan. Alhamdulillah saya dapati motor dan driver yang mengantar saya selama berada di Palu. Tentu saja, drivernya harus yang tahu jalan,” ungkap Adhes.

Hari pertama, lokasi bencana yang disinggahi adalah: Balaroa, Universitas Al Khairat (Unisa), IAIN Palu, dan Pantai Talise (Menara Masjid miring).

Hari kedua, bergerak ke Universitas Muhammadiyah (Unismu), Universitas Tadulako (Untad), Mamboro, dan Masjid Terapung di Pantai Talise.

Kemudian hari ketiga, menyambangi Petobo, kawasan yang ditimpa longsor likuifasi.

“Selain melakukan tugas jurnalistik, saya juga menyampaikan amanat dari para donatur beberapa komunitas, mulai dari Forjim Solidarity, Gerbang Betawi, dan Sahabat Syar’i Indonesia. Alhamdulillah, donasi yang terkumpul untuk Gempa Palu sebesar Rp. 9.610.000,” kata Adhes.

Donasi tersebut sudah disampaikan ke Wahdah Islamiyah, Gerak bareng Community, dan Ustaz Abu Umar yang rumahnya roboh akibat gempa. Saat ini ia bersama istri dan anak-anaknya mengungsi di SDIT Qurrota ‘Ayun yang dijadikan Posko Induk Lazis Wahdah Peduli Gempa Palu.

Muslimah Wahdah, Hadiah Terindah Di balik Musibah

Duka yang masih menyelimuti di negeri ini, tepatnya di kota Palu masih begitu terasa. Menyimpan goresan, luka kesedihan yang teramat mendalam. Duka yang bukan hanya dirasakan oleh keluarga korban di kota Palu. Melainkan juga bagi seluruh umat yang ada di negeri ini.

Kondisi ini tergambar dalam hadist Rasulullah yang mengungkapkan bahwa “Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi dan saling berempati bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggotanya merasakan sakit, maka seluruh anggota tubuh yang lain turut merasakannya, susah tidur atau merasakan demam.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Walaupun duka masih menyelimuti, tetapi kebahagiaan masih tetap ada. Di balik duka musibah Palu, terpancar kebahagiaan tersendiri bagi keluarga ibu Jamila. Hadiah terindah dibalik musibah yang menimpanya.

Tepatnya pada, Rabu10 Oktober 2018, pagi hari di Puskesmas Batua kota Makassar, lahirlah seorang bayi cantik yang bernama Muslimah Wahdah. Rasa syukur tak henti-hentinya terucap. Karena ia dapat melahirkan anak ke empatnya dalam keadaan sehat. Merasa terharu yang perjuangannya dari kota Palu ke kota Makassar tidaklah mudah.
Meninggalkan tempat tinggal dan rumahnya yang hancur di Perumnas Baraloa Palu. Seakan tak percaya bahwa atas kuasa Allah, ia dan keluarganya dapat selamat dari musibah itu.

Masih teringat di benaknya saat gempa yang terjadi, ia bersama suami dan anak ketiganya tidak ada di rumah. Mereka berada di swalayan. Sedangkan kedua anaknya ada di rumah. Saat detik-detik kejadian, ia masih di dalam swalayan, karena lupa masih ada kebutuhan yang belum dibeli. Sementara suaminya dan anaknya di luar.

Saat mulai terjadi goncangan. Ia berusaha menyelamatkan diri bersama suami dan anaknya tercinta. Saat masih tergoncang mereka masih berada di dalam swalayan. Sampai-sampai pengunjung yang juga terjebak di dalam saling memeluk satu sama lain, yang jumlah mereka sepuluh orang.

Ia meyaksikan kejadian yang mencekam. Bangunan yang di atas menjadi ke bawah dan tanah yang berada di bawah naik ke atas. Tak lama kebakaran juga terjadi karena dari bawah tanah tersebut menimbulkan api. Untung saja swalayan itu terbuat dari kaca bukan tembok. Sehingga kaca itu dihancurkan. Terlalu panik, mereka berlari menyelamatkan diri. bahkan lari ibu Jamila ternyata lebih kencang dibandingkan suaminya. Bahkan ia juga tak sadar bahwa kondisinya sedang hamil.

Perjuangan tak sia-sia, mereka sekeluarga selamat. Kedua anaknya di rumah juga diselamatkan oleh salah satu saudaranya yang menginap di rumahnya.

Situasi yang tidak mendukung, mereka memutuskan untuk ke Makassar dengan tumpangan pesawat hercules milik TNI AU. Awalnya mereka mengungsi di posko pengungsian asrama haji. Tetapi kondisi tak kondusif akhirnya memutuskan untuk pindah ke posko pengungsian Muslimah Wahdah Islamiyah DPC Makassar yang berlokasi di jalan Abubakar Lambogo no. 111, Makassar.

Mengenai pemberian nama untuk bayi perempuannya. Ia mengungkapkan alasan menamainya Muslimah Wahdah karena tersimpan banyak kenangan di posko pengungsian Muslimah Wahdah. Kenangan terdalam, terindah dan sangat tak bisa terlupakan, “Ini sebagai kenang-kenangan di posko ini. Bahwa saya pernah tinggal di posko Muslimah Wahdah,”.

“Mereka tim Muslimah Wahdah Peduli ini terus dan terus mengurusi saya dari awal kedatangan, proses kelahiran hingga acara akikah ini. Setiap saat mereka ada untuk keluarga. Saya sampai berfikir apakah mereka ini tidak punya kerjaan selain saya diurusi,” ujar ibu dari 4 anak ini.

“Dan tentunya paling utama saya berharap agar kelak anakku bisa menjadi anak yang sholehah dan baik. Seperti ummi-umminya para tim Peduli Muslimah Wahdah di posko ini, yang telah banyak membantu kami,” ungkap ibu muda berusia 33 tahun ini.

Dibalik musibah ada hikmah dibaliknya. Sebagai bahan pembelajaran untuk bisa menjadi orang yang lebih baik. “Dari kejadian ini saya masih diberikan kesempatan oleh Allah untuk bertaubat menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya,” tutupnya.

Ahmad Zuhdi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *