“Kemerdekaan ekonomi ialah pembangunan ekonomi yang tidak di dikte dan ditentukan oleh negara lain,” kata Hamdan Zoelva.
Wartapilihan.com, Jakarta –Institute for Development of Economics and Finance (IBDEF) mencatat, posisi utang pemerintah terus meningkat secara agresif sejak 2015. Peningkatan utang seiring kebutuhan belanja infrastruktur yang menjadi prioritas kerja Pemerintahan Jokowi. Hal itu disampaikan peneliti INDEF Riza Annisa Pujarama.
Bahkan, total utang negara Indonesia telah mencapai lebih dari Rp 7.000 triliun. Angka tersebut gabungan dari utang pemerintah dan swasta. Utang pemerintah tersebut ditujukan untuk membiayai defisit anggaran, sementara utang swasta berasal dari korporasi swasta dan badan usaha milik negara (BUMN).
“Menurut penjelasan Pasal 12 ayat 3 UU No 17 2003 tentang keuangan negara menyebutkan bahwa defisit anggaran dibatasi maksimal sebesar 3 persen dan utang maksimal 60 persen dari PDB,” ujar Riza.
Diketahui, utang pemerintah sejak tahun 2015 hingga 2017 melonjak dari Rp 3.165 triliun menjadi Rp 3.466, triliun. Peningkatan utang terus berlanjut hingga APBN 2018-Februari menembus angka Rp 4.034, 8 triliun dan pada APBN 2018 mencapai Rp 4.772 triliun.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva menuturkan, kemerdekaan ekonomi ialah pembangunan ekonomi yang tidak di dikte dan ditentukan oleh negara lain. Mengutip pernyataan Bung Hatta, kemerdekaan ekonomi berkaitan dengan kemerdekaan politik.
“Jadi, rakyat yang harus menentukan jalannya. Kemerdekaan ekonomi adalah rakyat harus meraih kekuatan ekonomi, bukan pada segelintir orang,” kata Hamdan di sela-sela acara Mudzakarah Kebangsaan Dakta Media Network di Hotel Horison, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (27/3).
Ia melihat, fenomena merosotnya pertumbuhan ekonomi yang terjadi sekarang disebabkan pangsa pasar ditentukan oleh konglomerat, sehingga melahirkan ekonomi yang timpang.
“Negeri kita lahir melawan liberalisme, kapitalisme dan kolonialisme itu. Karena itulah, inti dari sila kelima; keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dimaknai salah satunya ekonomi yang berkeadilan,” ucapnya.
Salah satu angka ketimpangan ekonomi, terang Ketua Syarikat Islam itu adalah angka penguasaan tanah mencapai 64%, namun tidak lebih dikuasai 1% orang. Termasuk angka kesejahteraan dari 54%, tidak lebih dikuasai 1% orang. Menurutnya, kemerdekaan sejati adalah kemerdekaan politik dan ekonomi.
“Ini kan miris sekali. 84 persen keuangan di Bank tidak lebih dari milik dua persen orang. Inilah pekerjaan besar kita untuk mencapai kemerdekaan sejati itu,” tuturnya.
Dari sisi ekonomi, ia memberikan masukan kepada pemerintah agar kehidupan rakyat diperbaiki dan penguasaan ekonomi kerakyatan harus dipenuhi. Bukan justru sebaliknya, rakyat menjadi kuli di negeri sendiri.
“Itulah kebijakan yang harus sungguh-sungguh dilakukan oleh siapapun yang sedang berkuasa,” pungkas dia.
Pada kesempatan ini, Hamdan juga berharap jika Dakta Media Network mampu tumbuh besar menjadi simpul kekuatan umat.
“Kelemahan umat Islam dalam menguasai media, karena umumnya media banyak dikuasai dari bukan kalangan umat Islam. Kami berharap Dakta dapat menjadi media yang mampu menyuarakan perjuangan umat Islam,” tutupnya.
Ahmad Zuhdi