Rancangan Undang Undang Penghapusan Kekerasan Seksual yang dirancang oleh Komnas Perempuan ditentang AILA. Revisi yang diajukan AILA terkait RUU ini disambut baik oleh Komisi VIII DPR RI.
Wartapilihan.com, Jakarta –-Salah satu penolakan terhadap RUU Kekerasan Seksual ini terdengar dari Mohd Iqbal Ramzi, Komisi VIII DPR RI yang berasal dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS). Ia mengatakan, RUU yang tidak mencantumkan Pancasila akan mati kehilangan ruhnya.
“Hanya dengan satu sila saja tertolak RUU ini. Orang sering berdebat tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Hidup ini bukan hak asasi, hidup adalah anugerah Allah. Semakin lebar keinginan membela HAM akan semakin tidak jelas, nanti bisa berimplikasi pada penerapannya,” tutur Iqbal, saat Rapat Dengan Pendapat Komisi VIII DPR RI, di Gedung Nusantara II, DPR RI, Jakarta Pusat, Rabu, (31/1/2018).
Menurut Iqbal, RUU yang sudah ada dinilai cukup sehingga tidak perlu dirancang kembali seperti yang diusulkan oleh Komnas Perempuan. “RUU yang sudah ada, sudah cukup sebenarnya. Penting untuk dicermati. Pokoknya ditolak,” lanjut Iqbal.
Ia menekankan, kunci dari keluarga yang kuat ialah memahami agama dengan biak, bukan dengan persoalan HAM. “Apabila memahami agama dg baik dan benar kuncinya di situ. Nonsense jika merancang RUU tidak mengangkat dari akarnya. Rasul bilang, apabila Allah menghendaki keluarga itu baik, Allah masukkan kelembutan dan kesakinahan di hatinya,” tukasnya.
Sementara itu, Andi Ruskati Ali Baal sebagai perwakilan dari Partai Gerindra mengutip sebuah hadits dari Rasulullah shalallahu alaihi wa Sallam, “Wanita adalah tiang suatu negara, apabila wanitanya baik maka negara akan baik dan apabila wanita rusak maka negara pun akan rusak.” Ia mengapresiasi betul apa yang disampaikan oleh Aliansi Cinta Keluarga (AILA) yang sangat memperhatikan kejahatan seksual, yang meliputi pemerkosaan, pelacuran, sodomi maupun aborsi.
“Saya setuju sekali rapat bersama hari ini. Masukan dari AILA semoga yang akan datang betul-betul dapat kami dapat selesaikan. Sudah 3 tahun RUU ini tidak selesai. Semoga dapat kita selesaikan,” pungkas Ruskati.
Untuk diketahui, AILA Indonesia menyampaikan pandangannya terhadap RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang disinyalir penuh dengan nilai-nilai sekuler.
“Nilai sekuler yang dimaksud dapat terlihat, misalnya, pada sikap RUU tersebut yang menolak ‘pelacuran paksa’. Implikasinya, pelacuran yang tidak dilakukan dengan paksaan tidaklah dilarang. Demikian pula jika pelacur dan pelanggannya sepakat untuk berhubungan dengan mengenakan kondom, namun tiba-tiba pelanggannya menolak menggunakan kondom, maka itu termasuk kekerasan seksual,” tutur Dinar Dewi Kania, aktivis AILA, dalam suatu kesempatan.
Dinar menjelaskan, pelacuran pada dasarnya merusak ketahanan keluarga dan menghancurkan bangsa, baik disertai pemaksaan atau tidak. Karena itu, AILA Indonesia meminta agar RUU Penghapusan Kekerasan Seksual diubah menjadi RUU Penghapusan Kejahatan Seksual. “Pelacuran dan yang semacamnya adalah kejahatan seksual yang menghancurkan keluarga dan bangsa, bagaimana pun cara orang melakukannya,”
Dalam pemaparannya, AILA Indonesia juga hadir berdampingan bersama Wanita Hindu Dharma Indonesia (WHDI), yang menyampaikan keresahan yang sama. Selain itu, AILA Indonesia dan WHDI juga merasa ada tekanan dari Komnas Perempuan untuk mengesahkan RUU yang kontroversial ini secepatnya.
AILA Indonesia optimis perubahan yang signifikan terhadap RUU ini sesuai tuntutan masyarakat. “Respon positif yang diberikan oleh para wakil rakyat dari Komisi VIII DPR RI dalam RDP, termasuk terhadap usul perubahan nama RUU, telah membuktikan bahwa menyusupnya ideologi sekularisme dalam RUU ini sudah menjadi perhatian kita bersama,” pungkas Dinar.
Eveline Ramadhini