RUU P-KS Bukan Solusi

by

RUU ini belum selesai dan masih banyak menyisakan perdebatan. Bahkan istilah kekerasan seksual dan jenis-jenisnya, harus diubah dan disesuaikan dengan kondisi dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia.

Wartapilihan.com, Jakarta — Ketua Aliansi Indonesia Cinta Keluarga (AILA) Rita Soebagio menyatakan keprihatinannya atas kasus yang dihadapi Ibu Baiq Nuril dan Putusan Mahkamah Agung yang mengabulkan Kasasi Jaksa Penuntut Umum sehingga membatalkan putusan bebas yang diberikan oleh Pengadilan Negeri Lombok.

“Kami (AILA) sangat prihatin adanya kriminalisasi korban kejahatan seksual, dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik oleh pelaku kejahatan seksual, dan meminta Kepolisian RI untuk dapat memilah Laporan-laporan yang masuk, mana yang pantas untuk dilanjutkan dan mana laporan yang dapat dihentikan,” ujar Rita kepada Warta Pilihan, Rabu (21/11).

Lebih lanjut, Rita menjelaskan, AILA menolak Kasus Baiq Nuril ini dijadikan pintu masuk dan percepatan pengesahan Rencana Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (“RUU P-KS”), dengan pertimbangan, RUU ini belum selesai dan masih banyak menyisakan perdebatan. Bahkan istilah kekerasan seksual dan jenis-jenisnya, harus diubah dan disesuaikan dengan kondisi dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia.

“Bagi AILA, Mendesak disahkannya RUU P-KS bukan cara menyelesaikan kasus kejahatan seksual seperti yang dialami Ibu Baiz Nuril. Ibu Baiq dengan segala pertimbangannya hanya belum melaporkan ke Kepolisian, apa yang dialaminya, dan kemudian didahului pelaporannya oleh pelaku kejahatan seksual dengan menggunakan UU ITE terhadap dirinya,” katanya.

Pasalnya, Ibu Baiq Nuril bisa melaporkan pelaku terlebih dahulu dengan menggunakan misalnya Pasal 6 dan 32 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi, dimana ada larangan “memperdengarkan produk pornografi”.

Sebagaimana AILA pernah sampaikan ketika menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU P-KS ke Komisi 8 DPR RI, bahwa RUU ini masih banyak memiliki problem mendasar dan belum layak untuk disahkan menjadi sebuah produk perundangan.

Mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim, sehingga merupakan hal yang wajar untuk memperhatikan nilai nilai agama agar sesuai dengan Undang-Undang yang akan mengatur kehidupan masyarakat karena hukum dan perundangan tidak boleh berjarak dengan masyarakat.

“Alih-alih ingin melindungi, jangan sampai DPR RI justru mengesahkan RUU-P-KS yang berpotensi menimbulkan kontroversi di masyarakat,” kata dia.

Ia menandaskan, Pemerintah melalui berbagai lembaga negara yang ada, harus serius melakukan upaya sosialisasi tentang perlindungan terhadap hak-hak warga negara dari berbagai jenis tindak pidana, sehingga warga negara memiliki pengetahuan dalam memilih tindakan hukum yang benar untuk mendapatkan keadilan.

Sebelumnya, Ketua DPR RI Bambang Soesatyo, mengatakan usai masa reses berakhir dan dewan kembali bersidang pada 21 November 2017, DPR RI bersama pemerintah akan mengebut penyelesaian RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Setelah mendapat banyak masukan dari berbagai Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), Panita Kerja RUU Penghapusan Kekerasan Seksual DPR RI akan memformulasikannya ke dalam berbagai pasal-pasal.

“RUU Penghapusan Kekerasan Seksual bukan hanya akan mengatur hukum terhadap pelakunya, namun juga akan memberikan perlindungan kepada korban. Terutama juga memfokuskan kepada tindakan pencegahan (preventif),” katanya.

Berbagai pihak sudah dilibatkan dalam pembahasan RUU tersebut, antra lain Majelis Ulama Indonesia (MUI), Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI), Perwakilan Umat Budha Indonesia (WALUBI), Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI), Komnas Perempuan, Aliansi Cinta Keluarga Indonesia, dan para pakar hukum pidana.

“Pelibatan organisasi keagamaan dimaksudkan agar RUU tersebut bisa kuat secara aspek moral dan agama. Dengan demikian akan memperkuat ruh dalam implementasinya di lapangan,” tandas sapaan akrab Bamsoet.

Ahmad Zuhdi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *