Rupiah Terus Melemah

by
Foto: Viva.

“Pemerintah jangan memamerkan kepanikannya. Selama ini, pernyataan Bank Indonesia (BI) seperti orang pesimis, walaupun kondisi sebenarnya seperti itu, tapi jangan dipamerkan, maka pasar akan panik,” jelas Kwik Kian Gie.

Wartapilihan.com, Jakarta – Ekonom senior Kwik Kian Gie turut berkomentar soal anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang kini menginjak angka Rp. 15.045 per dolarnya. Menurut dia, anjloknya rupiah saat ini lebih dipengaruhi oleh faktor psikologis di pasar uang. Pelaku pasar mengamati pergerakan rupiah dan melakukan tindakan yang justru semakin melemahkan rupiah.

“Saat ini sebenarnya faktor (pelemahan rupiah) sudah diambil alih oleh faktor psikologis. Itu sudah susah, pasar sudah sulit mengontrol,” katanya Kwik.

Kendati demikian, faktor psikologi tersebut bukan tanpa batas. Pasalnya, ia menilai, ada saatnya pelaku pasar merasa bahwa level rupiah sudah terlalu lemah, sehingga akan berhenti dengan sendirinya atau kembali ke level wajar.

Ia mengungkapkan ada dua faktor yang membuat kondisi ekonomi melemah. Pertama, penguasa dan para pembantunya tidak terlalu paham dengan praktik ekonomi, melainkan hanya fasih menjalankan teori dan juga struktur kebijakan pemerintah saat ini terlalu liberal sehingga spekulasi di pasar keuangan sangat tinggi. Di sisi lain, satu pihak berkomentar, kemudian pemerintah bereaksi dan menimbulkan sentimen yang tinggi di pasar keuangan.

“Penguasa tidak paham apa yang dirasakan oleh pelaku di lapangan seperti apa. Mereka mengatur orang yang tidak paham perilaku yang diatur seperti apa. dia mesti mengetahui, kalau urusan moneter, faktor psikologis itu penting,” jelas dia.

Tak hanya itu, Kwik menambahkan, pemerintah tidak pernah mampu menciptakan devisa. Pasalnya, aktivitas impor tak pernah mengalahkan ekspor yang tak hanya menjangkau barang industry saja, melainkan juga bahan pangan.

Sementara itu, Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan mengungkapkan, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dapat memberikan dampak positif pada APBN. Dalam RAPBN 2019 dikatakan, setiap pelemahan Rp 100 per dolar AS dapat memberikan tambahan pendapatan sebesar Rp 900 miliar hingga Rp 1,5 triliun. “Jadi, secara netonya akan positif dalam APBN,” kata dia.

Namun, kendati demikian, Sri mengatakan, pemerintah tetap memberikan perhatian pada keseluruhan perekonomian terkait dampak pelemahan kurs rupiah. Oleh karena itu, ia menegaskan, pemerintah tetap berkoordinasi dengan BI dalam upaya stabilisasi rupiah.

Sebagai upaya solusi, pengamat ekonomi Asian Development Bank Eric Sugandi mengatakan, untuk jangka pendek, sebaiknya pemerintah atau Bank Indonesia terus berupaya lakukan intervensi pasar. Ia juga menyarankan agar BI kembali menaikan suku bunga acuan sebesar 50 bps lagi. Selain itu, ia juga menyarankan untuk BI intervensi di pasar obligasi.

“BI bisa intervensi surat utang, mereka bisa membeli ketika ada aksi jual,” ujarnya.

Sedangkan untuk jangka panjang, pemerintah dinilai perlu melakukan pembenahan struktural seperti kebijakan perluasan penggunaan B20 serta pembatasan komoditas impor.

 

Eveline Ramadhini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *