Rizal Ramli Tentang Impor Beras

by
Foto: Hadi

“Kalau ada El Nino, produksi pasti anjlok lima sampai sepuluh persen. Nah, kalau ada El Nino saya setuju impor. Memang bahaya, tapi kalau cuman hujan, ini ngada-ngada mau impor. Apalagi panen (beras) mau mulai,” tutur Rizal Ramli.

Wartapilihan.com, Jakarta —Mantan Kepala Bulog, Rizal Ramli (RR) yang juga pernah menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya mengatakan, pemerintah tidak terlalu melakukan impor beras jika Indonesia memiliki stok dan tidak mengalami El Nino.

“Saya jadi Kepala Bulog, Menko Perekonomian di jaman Gus Dur bisa stabilkan harga beras tanpa impor. Itu mudah sekali. Sebab, stok Bulog hanya 2 sampai 2,5 juta ton. Caranya, harus berani bluffing speculator,” ujar Rizal Ramli kepada Warta Pilihan (wartapilihan.com) di kediamannya di bilangan Bangka, Jakarta Selatan, Kamis (25/1).

Lebih lanjut, Rizal menjelaskan, saat dirinya menjadi Ketua Bulog, terjadi kenaikan Rp 100 rupiah di Surabaya. Kemudian ia menghubungi Kadulog Surabaya. Ternyata, spekulan yang menimbun beras tidak bertahan sampai tiga pekan disebabkan tingginya ongkos gudang, ongkos maintenance dan biaya bunga. Akhirnya, spekulator tersebut mengembalikan beras pada harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah

“Mas ada apa ini?,” tanya Rizal. “Oooh pedagang lagi tahan barang, supaya harga naik,” ujar Kadulog. “Iya sudah banjiri 100 ribu ton,” ucap Rizal.

“Kalau dia (Bulog) lempar di pasar selama satu bulan sekitar 300-400 ribu ton, harga turun. Memang ini dirancang agar impor. Karena tahun lalu, pembelian itu sekitar 2,5 juta ton beras equivalent dari petani,” ungkapnya.

Namun, terang Rizal, Bulog hanya membeli 50 persen. Otomatis berapa bulan kemudian stok menjadi terbatas. Aturan sederhananya, apabila musim hujan memang ada daerah-daerah yang kebanjiran tetapi efeknya kurang dari satu sampai dua persen dari total produksi sekitar 30 juta ton.

“Tapi kalau ada El Nino, produksi pasti anjlok lima sampai sepuluh persen. Nah, kalau ada El Nino saya setuju impor. Memang bahaya, tapi kalau cuman hujan, ini ngada-ngada mau impor. Apalagi panen (beras) mau mulai,” tutur Rizal Ramli.

Ia menuturkan bahwa El Nino tidak terjadi setiap tahun dan memiliki siklus terjadi enam sampai tujuh tahun sekali.

“Itu memang harus benar-benar awas. Bung Karno jatuh karena ada El Nino, waktu 98 (1998) Soeharto jatuh ada El Nino. Bedanya, ada surplus dari Sulawesi Selatan, Klaten dan Grobogan. Kalau beli dari sana tidak ada komisinya, beli di Thailand dan Vietnam ada (komisi),” terang julukan Rajawali Ngepret itu.

“Dan menteri perdagangan terlihat ngibul sekali, mula-mula dia bilang beras khusus (beras mati). Di Vietnam (beras khusus) tidak ada itu. Ada di Pakistan dan India. Tapi masa beras khusus sampai setengah juta ton?, tanya mantan Menko Kemaritiman itu.

Sebab, kata dia, tugas pemerintah adalah mengurusi beras medium. Beras khusus hanya dikonsumsi oleh kalangan menengah ke atas.

“Akhirnya ketahuan ngaco, tadinya dia (Mendag) bilang mau pakai swasata (importir) saja, akhirnya pakai BUMN/PPI ternyata melanggar undang-undang, akhirnya pakai Bulog. Bulog umumin ada duit Rp 15 triliun. Loh, kalau 15 triliun untuk 500.000 ton berarti 30.000,” jelas dia.

Sebagai informasi, awalnya pemerintah ingin mengimpor sebanyak dua juta ton beras, setelah ramai kontroversi publik. Pemerintah hanya impor 500.000 ton. Sebab, kata Rizal, cara mudah mendapatkan gelontoran dana bukan dari proyek APBN, tetapi dari impor pangan seperti gula, beras, daging, kedelai, dan lain sebagainya.

“Itulah kenapa pejabat senang impor, mencari berbagai alasan. Sebetulnya masalahnya sederhana, kalau pejabat tidak punya konflik kepentingan, keputusannya akan optimal buat rakyat dan negara. Tapi apabila pejabat peng-peng (kompromi pengusaha dan penguasa), keputusannya pasti merugikan rakyat dan negara,” tutupnya.

Ahmad Zuhdi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *