Di akhir tahun 2017, berita yang sedang mencuat tentang maraknya LGBT. Pada tahun 2018 ini, orangtua bersiap siaga, waspada, menyiapkan resolusi untuk pengasuhan anak demi masa depan yang lebih baik.
Wartapilihan.com, Jakarta –-Elly Risman pakar parenting sekaligus Direktur di Yayasan Kita dan Buah Hati bersama keluarga mencoba merakit resolusi pengasuhan untuk tahun ini.
Menurut Elly, perlu ada langkah-langkah konkrit yang mesti dilakukan. “Ajakan saya ini ini juga didasari dengan sangat kuat oleh data dari hasil penelitian yang kami lakukan hampir sepanjang tahun 2017,” kata Elly, Selasa siang, (2/12/2017).
Pertama, hal yang harus dilakukan ialah memperkuat ketahanan ayah dan ibu. Elly menuturkan, sebelum orangtua mampu menjalankan peran pengasuhan, suami-istri harus berusaha saling terbuka, mengerti masa lalu dan pengaruhnya bagi kehidupan saat ini.
“Kita sedang berjuang mempertanggung jawabkan pengasuhan anak kita kepada Allah. Bila ayah – ibu sudah mampu bersatu dan kokoh maka ayah ibu harus segera membuat list apa yang perlu diperbaiki, ditingkatkan dalam hal pengasuhan untuk masing-masing anak agar tangguh hidup di era digital ini,” lanjut Elly.
Kedua, untuk meningkatkan kualitas pengasuhan anak, ayah dan ibu sebagai orangtua mesti bekerjasama menutup lubang-lubang pengasuhan dengan lebih banyak memberikan kasih sayang, kesempatan untuk bersama, mendengarkan perasaan anak dan berdialog tentang kesulitan dan tantangan yang anak hadapi.
“Jangan lupa bahwa tujuan utama pengasuhan adalah untuk menjadikan anak-anak kita menjadi penyembah hanya Allah saja. Mereka bukan saja harus mengerti tentang berbagai aturan dasar agama tetapi juga senang menjalankannya dan bisa menerapkan batas-batas yang boleh dan tidak, yang haram dan halal,” tuturnya.
Tidak hanya itu, tujuan lain pengasuhan adalah bagaimana secara bertahap sesuai dengan usianya anak memiliki kualitas untuk menjadi calon suami istri dan ayah ibu, yakni dengan memulai secara bertanggung jawab dengan diri sendiri dan punya empati pada orang lain. “Bagaimana anak bisa menunjukkan semua hal di atas, kalau kita sekarang mengabaikan perasaannya. Hal lainnya akan berjalan sesuai usia,” tukas Elly.
Ketiga, Elly menekankan agar menjadi orang yang melakukan komunikasi dengan benar, baik dan menyenangkan. Pasalnya, kemampuan berkomunikasi adalah salah satu kemampuan yang sangat dibutuhkan di masa depan, di mana kini komunikasi tersebut telah sangat di ringkas dan di”hemat” dengan adanya perangkat teknologi komunikasi.
“Tetapi komunikasi tatap muka tak bisa dihilangkan begitu saja dan menjadi hal yang penuh tantangan untuk dilakukan di masa depan, karena sekarang antar kamar saja anak dan orang tua berkomunikasi lewat whatsapp atau sms,”
Elly menghimbau agar membiasakan untuk tak kehilangan komunikasi tatap muka, bicara baik-baik dan berkata benar, bicara dengan kasih sayang, bicara dengan lemah lembut dan dengan suara yang rendah, karena dengan suara tinggi dan besar adalah suara Himar (keledai).
“Komunikasi juga harus mengindahkan kaidah cara kerja otak. Hanya kombinasi agama dan cara kerja otak itulah komunikasi bisa menyenangkan dan mengikat hati dan rasa antar ayah ibu dengan anak-anak dan antar anak dengan saudara dan teman-temannya,” imbuhnya.
Keempat, anak sangat perlu dibekali dengan pemahaman agama. Jika pengetahuan orangtua masih kurang, maka orangtua harus belajar banyak. “Kewajiban kita pada Allah sebagai “baby sitter”Nya adalah memperkenalkan Allah, RasulNya dan kitabNya serta berbagai aturan dalam kitab suci kita secara langsung pada anak-anak kita,”
Orangtua sangat perlu memantau pemahaman dan pengetrapannya sepanjang kehidupan mereka sehari-hari, dari aspek keimanannya, ibadahnya, amalan hariannya, akhlaknya adalah tanggung jawab utama orangtua. Ia menyarankan agar membuat kerangkanya untuk masing-masing anak sesuai usia, tempel di tempat yang sering terlihat agar mudah teringat, dan berusaha melaksanakan dan mengevaluasinya.
“Kita tidak perfect, jadi jangan berharap anak kita perfect. Pendidikan itu perlu proses. Prinsipnya yang penting suka bukan bisa saja. Kalau suka, anak mengerjakan perintah Allah sebagaimana semestinya, bukan hanya bisa melakukannya ketika kita ada saja,” tekan Elly.
Kelima, anak perlu dipersiapkan pada masa menjelang Akil baligh yang kebanyakan lebih cepat dibandingkan masa remaja orang-orang dahulu. Tanggungjawab ini, Elly menekankan, tidak sederhana dan tidak bisa dianggap sepele. Pasalnya, begitu anak baligh yang artinya dia telah “sampai” ke tahapan dewasa, berarti hukum agama sudah berlaku baginya.
“Dia sudah dewasa! Akhirnya khusus untuk anak laki-laki, kita abai. Padahal mereka adalah target pebisnis narkoba dan pornografi!”
Orang tua, Elly memaparkan, sudah harus mempersiapkan anak pelan-pelan dengan penjelasan yang sederhana apa yang akan dihadapi anak pada masa pubertasnya sejak di atas usia 7 tahun. Dari segi ibadahnya, menjaga tubuhnya, berpakaian, pisahkan tempat tidurnya, pergaulan dengan keluarga maupun teman dan sekitarnya dan berbagai adab hidup lainnya.
“Jangan hanya fokus pada reputasi akademis saja, karena kerusakan otak akibat pornografi tak bisa dilihat dari terganggu atau tidaknya prestasi akademisnya, tapi pada kehidupan emosinya dan spiritualnya!” Tukasnya.
Keenam, orangtua perlu lebih bijak berteknologi. Pasalnya, berdasarkan penelitian sejak pertengahan tahun 2017 di beberapa provinsi, kecenderungan orangtua memberikan gawai (gadget) pada anak cenderung meningkat, diberikan kepada anak usia batita dan balita.
“Kami khawatir hal ini terjadi karena orang tua benar-benar latah, memberikan gadget pada anak karena anak orang lain punya. Tapi lebih menyedihkan lagi kalau pemeberian itu karena orang tua nggak mau repot ngurus anak yang ‘lasak/aktif dan menangis/rewel atau yang lebih parah karena mereka tidak mau terganggu dalam membaca dan membalas pesan-pesan teman dari berbagai grup chat yang dia miliki,” tandas Elly.
Ia berkata demikian karena sesungguhnya banyak akibatnya, baik bagi otak anak, gangguan pada mata, jemari, tulang belakang, perilakunya, dan keberhasilan hidup secara emosional dan spiritual “Dan betapa repot dan ruginya mereka nantinya, pasti mereka berjuang untuk menunda memberikan perangkat canggih itu pada anak anaknya,” katanya.
Ia merasa sedih, menemukan fakta bahwa anak-anak yang diberikan HP pada usia muda, ternyata mengakses pornografi mulai jam 10 malam sampai dini hari.
“Sekali lagi ayah bunda, anak Anda generasi Y, Z dan generasi Alpha (lahir diatas 2010), tantangannya luar bisa. Selamat berjuang, tawakkal, selalu minta petunjuk Allah dan perlindungannya serta selalu balut semua usaha dengan doa yang tiada putus. Insha Allah!” Tutup Elly.
Eveline Ramadhini